Imigrasi Singapura Sudah Bersurat Soal Adelin Lis Sejak 2018
Dari dokumen yang diterima Kompas, ICA telah empat kali mengirimkan surat yang ditujukan kepada otoritas berwenang di KBRI di Singapura, yakni pada 12 Juni 2018, 19 November 2018, 3 Juli 2019, dan 4 Maret 2021.
Oleh
Tim Kompas
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Antara tahun 2018 hingga 2021, otoritas Keimigrasian Singapura atau Immigration and Checkpoints Authority (ICA), diduga sudah empat kali berkirim surat ke otoritas Indonesia untuk meminta klarifikasi soal identitas Adelin Lis, buronan perkara pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Namun, Kejaksaan Agung baru mengetahui keberadaan Adelin di Singapura setelah ada surat keempat di bulan Maret 2021.
Oleh karena itu, selain mengupayakan pemulangan Adelin ke Tanah Air, Kejaksaan Agung juga perlu menjelaskan soal pemberitahuan dari ICA yang sudah ada sejak 2018.
Dari dokumen yang diterima Kompas, ICA telah empat kali mengirimkan surat yang ditujukan kepada otoritas berwenang di KBRI di Singapura, yakni pada 12 Juni 2018, 19 November 2018, 3 Juli 2019, dan 4 Maret 2021. Surat itu berisi permintaan konfirmasi mengenai dua nama, yakni Adelin Lis dan Hendro Leonardi.
Pada surat tertanggal 12 Juni 2018 dengan nomor referensi D/0002284/18, ICA, misalnya, menjelaskan bahwa Adelin Lis diproses hukum di Singapura karena memberi pernyataan bohong saat mengisi formulir disembarkasi ketika masuk Singapura dengan paspor B7348735 atas nama Hendro Leonardi yang diterbitkan Kantor Imigrasi Kelas I Jakarta Selatan tahun 2017.
Dalam surat itu disebutkan bahwa saat ditanya, ia mengklaim nama sebenarnya Adelin Lis yang mendapat identitas Hendro Leonardi pada tahun 2008. Di surat ICA disebutkan pula bahwa ia merupakan buronan Indonesia sejak 19 November 2007.
Di surat yang sama, ICA meminta klarifikasi apakah Adelin dan Hendro merupakan orang yang sama; mana identitas yang sebenarnya; dan apakah paspor B7348735 itu sah dikeluarkan oleh otoritas di Indonesia.
Terkait adanya permintaan konfirmasi identitas Adelin Lis dan paspor atas nama Hendro Leonardi, Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM Tubagus Erif Faturahman, Kamis (17/6/2021), menyampaikan, staf imigrasi sedang membuat kronologi terkait paspor Adelin. Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kemenkumham Arya Pradhana Anggakara mengatakan, ia butuh waktu untuk mengonfirmasi soal paspor Adelin.
Dalam jumpa pers di Jakarta, saat ditanya soal adanya komunikasi dari ICA Singapura terkait Adelin sejak tahun 2018, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyatakan, penangkapan Adelin baru diketahui setelah ada surat dari ICA kepada KBRI pada 4 Maret 2021.
”Mengenai 2018 sampai sekarang, kita baru, sebagaimana tadi saya katakan, tanggal 4 Maret, KBRI Singapura baru mendapatkan surat dari ICA. Dan, dari saat itu kami melakukan proses. Ini proses di sistem peradilan Singapura. Memang cukup lama,” kata Leonard.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak berpandangan, adanya jeda yang cukup panjang antara penangkapan Adelin pada 2018 dengan surat kepada KBRI di Singapura pada 4 Maret 2021 perlu dijelaskan. Hal yang sebenarnya terjadi perlu diungkapkan ke publik, terlebih karena pada periode tersebut sudah ada surat dari otoritas imigrasi Singapura ke KBRI di Singapura.
"Jika ada dugaan seperti itu, maka mesti ditelusuri. Karena kalau kejahatan seperti ini pasti dia (Adelin) ini memiliki jaringan yang luas dan bersifat transnasional," ucap Barita.
Untuk mengurangi kemungkinan terpidana menjadi buron, menurut Barita, perlu dipikirkan agar pemegang otoritas tunggal (central authority) diserahkan ke kejaksaan yang memiliki kewenangan sebagai eksekutor.
Pemulangan
Adelin merupakan terpidana perkara pembalakan liar di Mandailing Natal. Mahkamah Agung memidana Adelin 10 tahun penjara serta membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan dana reboisasi 2,938 juta dollar AS. Namun, kejaksaan saat itu kesulitan mengeksekusi Adelin karena tak diketahui keberadaannya (Kompas, 2/8/2008). Saat berstatus tersangka, ia juga sempat buron dan ditangkap di China tahun 2006.
Adelin ditangkap otoritas Singapura pada 2018 setelah imigrasi negara itu menemukan data yang sama untuk dua nama berbeda. Dalam persidangan di Singapura, Adelin mengaku bersalah. Atas dasar itu, Pengadilan Singapura, 9 Juni 2021, menjatuhi hukuman denda 14.000 dollar Singapura, mengembalikan paspor atas nama Hendro Leonardi ke Pemerintah Indonesia, dan mendeportasi Adelin Lis ke Indonesia. Proses pengembalian Adelin sedang diupayakan.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura Suryopratomo, dihubungi dari Jakarta, menuturkan saat ini pihaknya masih berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri Singapura, ICA serta Kejaksaan Agung Singapura, untuk memastikan Adelin dipulangkan ke Jakarta sesuai permintaan Kejagung.
Suryopratomo mengakui, sejauh ini Kemlu Singapura menolak memulangkan Adelin menggunakan pesawat sewaan yang rencananya akan dipakai tim penjemput dari Kejagung. Pemerintah Singapura, menurutnya, menginginkan agar penjemputan menggunakan pesawat komersial seperti halnya deportasi-deportasi buronan lainnya yang pernah dilakukan pemerintah Singapura.
Namun, penggunaan pesawat komersial pun, kata Suryopratomo, masih belum diputuskan lokasi pendaratannya, apakah di Medan sesuai keinginan terpidana dan keluarganya atau ke Jakarta, sesuai dengan keinginan Kejagung.
Suryopratomo juga mengatakan, terpidana Adelin saat ini sedang berada di bawah pengawasan langsung ICA. “Kami bergantung pada ICA untuk mengawasi terpidana,” kata Suryopratomo.
Dia mengatakan, KBRI akan berusaha semaksimal untuk memulangkan terpidana ke Jakarta.
Leonard menambahkan, Kejagung terus berkomunikasi dengan KBRI di Singapura untuk menahan surat perjalanan laksana paspor agar Adelin tidak terbang ke mana pun dengan pesawat lain, kecuali pesawat yang dioperasikan Garuda Indonesia.
Dia juga menyebut, selama 1 Januari - 16 Juni 2021, Kejaksaan menangkap 95 buronan dalam berbagai kasus, termasuk yang kabur ke luar negeri. Masih banyak buronan yang belum tertangkap, baik dari daftar di Kejaksaan, Polri, atau Komisi Pemberantasan Korupsi. Karena itu, Kejaksaan harus memastikan Adelin yang akan diekstradisi dari Singapura bisa diamankan.
Sementara itu, ICA, seperti dikutip The Straits Times (17/6/2021) menyebutkan bahwa KBRI Singapura sudah menawarkan repatriasi Adelin melalui penerbangan privat pada 16 Juni. Namun, ICA menolak pengaturan itu karena repatriasi orang asing yang tak diinginkan, dilakukan otoritas Singapura secara independen. (NAD/MHD/WSI/PDS/TRA/GAL)