Menghitung Peluang Para Kepala Staf Angkatan...
Isu pergantian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto terus merebak. Meskipun akan pensiun pada 30 November 2021, tak tertutup pergantian bisa dipercepat. Siapa dari ketiga kepala staf TNI yang akan menggantikannya?
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan. Masih sesuai dengan UU TNI tersebut, seorang perwira pensiun paling tinggi usia 58 tahun. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang berulang tahun ke-58 pada 8 November 2021 akan pensiun pada 30 November.
Tidak heran, wacana tentang pergantian Panglima TNI kembali marak dan muncul sejak akhir tahun lalu. Walau bisa saja presiden yang memiliki hak perogatif menanti hingga hari-hari terakhir, secara tradisional, Panglima TNI yang baru diharapkan sudah ada pada HUT TNI 5 Oktober mendatang.
Proses di DPR sejatinya tidak lama karena uji kelayakan dan kepatutan merupakan ruang untuk DPR menyetujui usul nama calon tunggal dari presiden. Berdasarkan UU, DPR paling lambat punya waktu 20 hari untuk menyampaikan persetujuan. Apabila DPR tidak setuju, presiden mengusulkan nama satu orang calon lain.
Saat ini ada tiga calon dari TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa lahir di Bandung 21 Desember 1964. Ini berarti, kalau tidak ada perubahan di UU TNI, ia akan pensiun selambatnya 31 Desember 2022.
Andika, yang banyak berkarier di Komando Pasukan Khusus punya banyak pengalaman operasi melawan insurgensi di Timor Timur (1992), Aceh (1994), dan Papua. Salah satu prestasi perwira yang pernah menjadi komandan Sat Gultor 81 Kopassus ini adalah menangkap teroris Omar Al Faruq yang kemudian diserahkan ke AS.
Lulusan Akmil 1987 ini juga punya sederet prestasi akademis. Tidak hanya jadi lulusan terbaik Sekolah Staf dan Komando Angkatan darat angkatan 1999/2000, Andika juga mengenyam pendidikan di AS sampai tingkat doktoral. Ia mendalami ilmu kebijakan publik dan studi militer. Beberapa sekolahnya adalah The Military College of Vermont, Norwich University (Northfield, Vermont, AS), National Defense University (Washington DC, AS), Harvard University (Massachusetts, AS), The Trachtenberg School of Public Policy and Public Administration, The George Washington University (Washington DC, AS).
Baca juga : Calon Kuat Panglima TNI Pengganti Hadi Tjahjanto
Yang menarik, karier Andika sempat macet saat ia menjadi perwira menengah. Kariernya melesat seusai 2014. Ia menjadi Komandan Paspampres, Pangdam, serta Pangkostrad, lalu Kepala Staf TNI AD tahun 2018. Kariernya sempat dihubung-hubungkan dengan mertuanya, Hendropriyono yang pernah menjadi Kepala Badan Intelijen Nasional.
Andika membuat berbagai perubahan di TNI AD. Ia membuka kesempatan seluas-luasnya bagi semua letkol untuk ikut Seskoad yang kini diadakan dua kali setahun. Ia juga menegakkan hukum secara terbuka bagi para prajurit yang melanggar disipilin seperti kasus penyerbuan kantor Polsek Ciracas. Berkat Perpres No 66/2019, pada masa ia menjadi KSAD, ada ruang jabatan untuk 239 perwira tinggi yang selama ini banyak yang menganggur karena lebih banyak perwira dari jabatan yang tersedia. Hal ini menimbulkan berbagai diskusi, termasuk organisasi TNI AD yang jadi bertambah gemuk.
Kariernya sempat dihubung-hubungkan dengan mertuanya, Hendropriyono yang pernah menjadi Kepala Badan Intelijen Nasional.
Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono lahir di Madiun, 26 November 1965. Ini berarti ia baru akan pensiun November 2023. Yudo adalah anak seorang petani. Ia lalu diterima masuk ke Akademi Angkatan Laut dan lulus 1988. Kariernya dibangun dari bawah, di mana kapal perang yang pertama ia komandani adalah KRI Pandrong-801 yang merupakan jenis kapal patroli cepat 58 meter.
Area penugasan Yudo juga menyebar dari wilayah Indonesia timur ke Indonesia barat. Ia pernah menjadi komandan pangkalan TNI AL di Tual, Maluku, dan Sorong, Papua. Selain pernah menjadi komandan satuan eskorta di Armada Timur TNI AL, Yudo juga menjadi komandan latihan Armada Barat TNI AL. Ia kemudian menjadi Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) Belawan dan sempat menenggelamkan beberapa kapal pencuri ikan pada 2016.
Nama Yudo mulai menjadi perhatiaan saat sebagai Panglima Armada I, timnya menemukan black box pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Krawang pada 2018. Kariernya terus melesat menjadi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) I. Kogabwilhan adalah organisasi yang dibentuk pada saat Hadi Tjahjanto menjadi Panglima TNI. Tugas setiap panglimanya adalah menjadi perpanjangan tangan Panglima TNI untuk penggunaan kekuatan TNI. Wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga Kogabwilhan. Di awal masa berdirinya, walau masih terseok-seok membangun koordinasi antara angkatan darat, laut, dan udara, Kogabwilhan I sudah eksis.
Awal 2020, adanya kapal-kapal penjaga pantai China di Laut Natuna Utara sempat membuat nelayan-nelayan Indonesia enggan melaut. Saat itu, sebagai Pangkogabwilhan I, Yudo memimpin orkestrasi, terutama TNI AL dan TNI AU, untuk mengerahkan operasi siaga tempur dan menjaga wilayah laut Natuna Utara. Yudo lalu menjadi Kepala Staf TNI AL sejak 20 Mei 2020. Beberapa peristiwa penting adalah ditemukannya drone asal China oleh nelayan di Pulau Selayar serta tenggelamnya kapal selam KRI Nanggala-402. Tenggelamnya satu dari lima kapal selam milik TNI adalah sebuah insiden yang besar dalam sejarah TNI.
Sebagai Pangkogabwilhan I, Yudo memimpin orkestrasi, terutama TNI AL dan TNI AU, untuk mengerahkan operasi siaga tempur dan menjaga wilayah laut Natuna Utara.
Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo lahir di Jakarta, 9 April 1966. Dari sisi usia, Fadjar yang merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 1988 ini akan pensiun pada bulan April 2024. Sesuai tradisi, sebagaimana dalam UU TNI disebutkan, jabatan panglima akan dijabat bergantian, maka seusai Hadi Tjahjanto yang juga berasal dari TNI AU, kans Fadjar juga paling kecil.
Akan tetapi, mengingat penunjukan calon Panglima TNI adalah hak prerogatif presiden, dan preseden sebelumnya di masa Joko Widodo ketika Jenderal Moeldoko digantikan Jenderal Gatot Nurmantyo yang sama-sama dari TNI AD, hal ini bukan mustahil.
Memulai karier sebagai pilot tempur di Skadron Udara 11 Hasanuddin, karier Fadjar cukup bervariasi. Tidak saja ia menjadi instruktur dan pengajar, Fadjar pernah juga bertugas di Dinas Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU (Dislambangjau). Ia juga sempat menjadi atase udara di Malaysia dan Komandan Wing 1 di Lanud Halim Perdanakusuma, tempat ia sebelumnya pernah menjadi komandan skadron pesawat VVIP.
Penggemar mobil land rover yang juga alumnus SMA 3 Jakarta ini melesat kariernya sejak 2016 saat ia menjadi Komandan Lanud Halim Perdanakusuma, dilanjutkan dengan menjadi panglima komando operasi TNI AU II dan I. Ia kemudian diangkat menjadi Pangkogabwilhan II pada 2019 sebelum menjadi Kepala Staf TNI AU pada 20 Mei 2020.
Memulai karier sebagai pilot tempur di Skadron Udara 11 Hasanuddin, karier Fadjar cukup bervariasi. Bukan saja menjadi instruktur dan pengajar, Fadjar juga pernah bertugas di Dinas Keselamatan Terbang dan Kerja TNI AU (Dislambangjau).
Siapa Panglima TNI?
Berbagai analisis diajukan, walaupun pada akhirnya adalah hak Presiden Joko Widodo. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhamad Haripin, mengatakan, kepentingan stabilitas politik akan menjadi pertimbangan utama, selain dinamika keamanan. Hal ini, menurut Haripin, karena kondisi politik saat ini yang merupakan koalisi gemuk.
Menurut dia, dalam kondisi ini siapa pun yang menjadi presiden perlu merangkul TNI. TNI tidak saja memberikan daya ungkit secara politik dalam berbagai kebijakan yang dibuat presiden, tetapi juga membantu birokrasi yang masih bermasalah di sana-sini untuk mengatasi berbagai krisis yang ada.
Baca juga : Pemilihan Panglima TNI dari Masa ke Masa
Peneliti Lab 45 Andi Widjajanto membuat beberapa pendekatan. Ia mengatakan, kalau dilihat dari pendekatan rotasi antarmatra, KSAL memiliki peluang paling besar, apalagi sejak Poros Maritim Dunia diluncurkan pada 2014, Panglima TNI belum pernah dipegang perwira TNI AL.
Sementara dari doktrin operasi gabungan, Andi memperkirakan KSAU atau KSAL punya kans paling besar. Apalagi, ada angkatan 1988 yang ganda sehingga hal ini penting untuk mengurai organisasi. Namun, kalau melihat stabilitas politik yang dibutuhkan tahun 2024, diperlukan Panglima TNI dari matra darat sebelum Mei 2023.
Dari sisi ini, KSAD yang paling ideal untuk jadi Panglima TNI saat ini agar setelah ia pensiun November 2022, KSAD penggantinya bisa menjadi Panglima TNI sebelum tahapan Pemilu 2024. Senada dengan Haripin, Andi juga melihat soal stabilitas politik akan diutamakan.
Siapa pun yang menjadi Panglima TNI akan menanggung beban yang berat. Secara ekonomi, pandemi Covid-19 menimbulkan efek sistemis yang tentu berefek pada keamanan dan stabilitas. Masalah keamanan, ada masalah insurgensi di Papua yang tidak kunjung usai dan tantangan dari negara-negara besar di Laut China Selatan. Di sisi lain, kondisi alat utama sistem persenjataan TNI juga masih jauh dari kuat.
Satu lagi, organisasi TNI juga perlu dibangun untuk lebih profesional dengan sistem karier yang jelas. Merujuk bahwa stabilitas politik masih menjadi hal utama, membangun TNI yang profesional sebagai alat pertahanan sulit dalam konsolidasi demokrasi yang tidak kunjung usai, bahkan mengalami beberapa langkah mundur.