Polisi Tangkap Kelompok Penyelamat Buronan Jamaah Islamiyah
Sebanyak 13 anggota Jamaah Islamiyah di empat wilayah di Riau ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Diduga, masih banyak anggota kelompoknya tersebar di sejumlah daerah sejak 15 tahun lalu membangun jaringan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI menangkap 13 anggota Jamaah Islamiyah di empat wilayah di Riau. Diduga, masih banyak anggota kelompok tersebut yang tersebar di sejumlah daerah sejak mereka membangun jaringan sejak 15 tahun yang lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono di Jakarta, Selasa (15/6/2021), mengatakan, Densus 88 Antiteror Polri telah menangkap 13 terduga teroris dari empat wilayah, yaitu Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Kampar, dan Kabupaten Siak, Riau, pada Senin (14/6/2021). Ke-13 orang itu merupakan anggota kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang sudah menetap beberapa tahun di Riau.
”Kelompok ini berperan membantu atau menyembunyikan DPO (daftar pencarian orang) JI yang bergerak ke Riau,” kata Rusdi.
Ia melanjutkan, salah satu yang pernah mereka sembunyikan adalah Para Wijayanto, pemimpin JI yang telah ditangkap pada 2019. Para divonis 7 tahun penjara setelah menjadi buron sejak 2003 karena terlibat aksi Bom Bali I pada 2002 dan pengeboman di Kedutaan Australia pada 2004.
Kelompok ini berperan membantu atau menyembunyikan DPO (daftar pencarian orang) JI yang bergerak ke Riau. (Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono)
Oleh karena itu, kata Rusdi, kelompok yang berada di Riau ini sudah eksis dan beraktivitas di sana sebelum Para ditangkap. Selain menyembunyikan buronan, mereka juga menggelar latihan penggunaan senjata, baik senjata tajam maupun senjata api.
Masih banyak tersebar
Dihubungi terpisah, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridwan Habib memprediksi, anggota JI yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia jauh lebih banyak ketimbang yang sudah tertangkap. Jejaring ini sudah bertahan sejak kasus Bom Bali II pada 2005.
”Selama 15 tahun mereka melakukan kaderisasi, mencari sumber daya, dana, sehingga pasti lebih banyak orang yang berhasil direkrut ketimbang yang sudah tertangkap,” kata Ridwan.
Ia melanjutkan, sejak saat itu JI aktif untuk mencari kader dan mengembangkan jaringan di seluruh Indonesia. Akan tetapi, basis komando JI berada di Lampung, Jambi, dan Riau. Ketiga tempat itu dipilih berdasarkan keberadaan pimpinan JI di Lampung.
Ketiga daerah itu juga dianggap sebagai tempat paling aman untuk melarikan diri dari Pulau Jawa, karena informasi pergerakan mereka di Jawa sudah dikuasai polisi. Mereka pun sudah menguasai jalur darat di antara Lampung, Jambi, dan Riau sehingga tak memerlukan jalur lain jika dibutuhkan untuk berpindah.
Menurut Ridwan, saat ini JI tampak seperti sel tidur. Namun, sebenarnya mereka adalah pasukan yang siap digerakkan kapan saja. Oleh karena itu, persiapan latihan dan persenjataan selalu dilakukan. ”Mereka menunggu perintah dari pimpinan Al Qaeda,” kata Ridwan.
Seperti diketahui, JI merupakan organisasi yang berbaiat pada gerakan internasional Al Qaeda. Al Qaeda tidak memperbolehkan cabangnya untuk berinisiatif untuk menyerang sesuatu. Penyerangan hanya bisa dilakukan setelah ada perintah dari pimpinan Al Qaeda.
Berbeda dengan jejaring Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang anggotanya merupakan simpatisan atau telah menyatakan baiat kepada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Pimpinan NIIS sejak 2014 memerintahkan pengikutnya yang tak bisa hijrah ke Suriah untuk beraksi di negerinya sesuai dengan kemapuan masing-masing. Oleh karena itu, JAD kerap melakukan pengeboman atau penyerangan seorang diri.
JAD di Bogor
Dia menjadi admin salah satu grup Whatsapp yang senantiasa mendiskusikan soal jihad dan masalah bom. (Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono)
Pada hari yang sama, Densus juga menangkap tersangka terorisme berinisial KDW (30) di Bogor. KDW yang terafiliasi dengan jejaring Jamaah Ansharut Daulah (JAD) merupakan penyedia bahan kimia yang digunakan sebagai bahan baku pembuat bom. Dari KDW, polisi menyita aneka bahan kimia, di antaranya dekstran, magnesium sulfat, dan belerang.
Rusdi mengatakan, KDW juga diketahui kerap menyebarkan konten propaganda jihad di berbagai akun media sosialnya. ”Dia menjadi admin salah satu grup Whatsapp yang senantiasa mendiskusikan soal jihad dan masalah bom,” ujar Rusdi.
Anggota JAD memang gencar menggunakan media sosial untuk menyebarkan propaganda. Sebagaimana digunakan oleh 11 anggota JAD di Merauke, Papua, dan satu orang di Balikpapan, Kalimantan Timur, yang ditangkap pada akhir Mei 2021. Sebanyak 12 orang itu terkoneksi dengan kelompok kajian Villa Mutiara yang merupakan dalang dari pengeboman di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Maret 2021.
Pada Jumat (11/6/2021), polisi menetapkan 12 orang itu sebagai tersangka. Mereka disangkakan Pasal 15 juncto Pasal 7 dan atau Pasal 12A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Khusus untuk tersangka berinisial IK, ditambahkan Pasal 13A UU No 5/2018 terkait penggunaan media sosial.