Genap delapan tahun kepergian Taufiq Kiemas. Ketua MPR 2009-2013 itu dikenal sebagai tokoh nasionalis yang bisa dekat dengan berbagai kalangan. Almarhum juga dikenang sebagai sosok religius.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
Berpusat di Masjid At-Taufiq, Jakarta, Selasa (8/6/2021) malam, acara mengenang sewindu berpulangnya Taufiq Kiemas berlangsung. Di lokasi acara hadir undangan terbatas, termasuk putri Taufiq Kiemas, Puan Maharani. Sementara, istri mendiang Taufiq Kiemas yang juga Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, menghadiri secara virtual dari kediamannya.
Acara tersebut dihadiri secara virtual oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Adapun acara peringatan tersebut diisi dengan pembacaan ayat suci Al Quran, pembacaan Surat Yasin, tahlil dan doa, serta penuturan kesan dan pesan dari para tokoh yang hadir.
Menurut Puan, Masjid At-Taufiq, yang menjadi lokasi acara tersebut, baru pertama kali digunakan. Masjid itu merupakan ikhtiar dari keluarga kepada mendiang Taufiq Kiemas agar amal ibadahnya bermanfaat bagi banyak orang.
”Semua yang dilakukan oleh Bapak Taufiq Kiemas masih menjadi kenangan bagi kita semua, untuk dikenang sesuai dengan apa yang beliau lakukan secara positif, untuk kami teruskan secara positif dan tentu saja bermanfaat bagi kami dan tentu saja bagi nusa dan bangsa,” kata Puan.
Taufiq Kiemas, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat 2009-2013 yang juga politisi PDI Perjuangan, meninggal pada 8 Juni 2013 di Singapura dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Salah satu sumbangsih mendiang bagi semangat keindonesiaan adalah gagasan mengenai empat pilar, yakni Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Bagi Said Aqil, salah satu hal yang ia kenang dari mendiang Taufiq Kiemas adalah ketegaran, kesabaran, dan kebesaran jiwanya dalam mendampingi sang istri di masa-masa sulit ketika Orde Baru. Meski pahit, masa-masa tersebut dapat dihadapi dengan sabar dan besar hati. Sebagai tokoh nasional, Taufiq disebutnya sebagai seorang nasionalis 100 persen. Gagasan empat pilar merupakan salah satu bentuk kecintaannya kepada Indonesia.
”Tetapi saya juga tahu sendiri beliau sangat religius. Tahu persis ketika saya pergi haji bersama beliau, mengantar beliau, mendampingi beliau dan ibu Mega umrah bersama. Bagaimana beliau tekun shalat, baca Al Quran dengan baik dengan benar. Ternyata baca Al Qurannya fasih. Berarti ketika masih kecil atau remaja khatam Al Quran,” kata Said Aqil.
Dalam berpolitik, Said Aqil memandang mendiang Taufiq Kiemas sebagai sosok yang fleksibel dalam bergaul, selalu berada di jalan tengah, dan dapat menjadi juru damai bagi kelompok-kelompok yang bersitegang dalam politik.
Sebagai pribadi, Taufiq dikenang sebagai sosok yang dermawan kepada siapa pun yang dikenalnya. Said Aqil menuturkan, Taufiq Kiemas pernah memberikan jam tangan merek Rolex kepadanya ketika mengetahui Said Aqil hanya menggunakan jam tangan murah. Saat itu Said Aqil belum menduduki posisi Ketua Umum PBNU.
”Tidak ada lain kecuali saya mendoakan mudah-mudahan beliau di akhirat sana, amal salehnya, amal baiknya, diterima Allah dengan ikhlas dan segala kealpaan, kesalahannya diampuni,” kata Said Aqil.
Bagi Haedar, Taufiq Kiemas adalah teladan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mendiang dikenal sebagai sosok yang ramah, peduli dan berempati kepada kaum muda, dengan pergaulan yang melintasi sekat-sekat. Taufiq Kiemas bukan sosok asing bagi keluarga besar Muhammadiyah karena sering bersilaturahmi untuk merajut hubungan personal dan kebangsaan.
”Kami mengenal almarhum sebagai figur yang mempunyai kekuatan mempersatukan semangat kebangsaan dan keislaman serta keagamaan. Almarhum dengan pikiran-pikiran yang memiliki tautan langsung pada semangat para pendiri bangsa mampu menerjemahkan ide dasar, filosofi, dan visi kebangsaan yang telah diletakkan oleh Bung Karno dan seluruh elite pendiri negeri ini untuk menjadi panduan kehidupan bernbangsa dan bernegara,” tutur Haedar.
Bagi kaum Muslim, kata Haedar, almarhum Taufiq Kiemas juga memberikan teladan bagaimana mengintegrasikan keislaman dan keindonesiaan. Demikian pula bagi kaum nasionalis, almarhum memberikan teladan bagaimana menyatukan pandangan kebangsaan, keagamaan, dan kemajemukan yang merupakan kekayaan bangsa ini.
Bersama dengan Megawati Soekarnoputri, almarhum Taufiq Kiemas menjaga dan menghayati warisan pemikiran dan perjuangan Bung Karno dan Ibu Fatmawati sebagai peletak dasar negeri ini. Haedar menuturkan, dalam pidato 1 Juni 1945, Bung Karno memperkenalkan konsep kebangsaan yang luas kepada kaum Muslimin, termasuk kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo, Ketua PP Muhammadiyah kala itu.
Bung Karno kala itu mengatakan, ”Saya pun seorang Muslim. Saya Islam.” Demikian pula Ki Bagoes Hadikoesoemo yang merupakan anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengatakan, ”Saya Indonesia tulen, tetapi saya Muslim yang ingin Indonesia itu makmur, maju, dan jaya.”
Itulah titik pangkal semangat keislaman dan keindonesiaan yang, menurut Haedar, diteladankan para pendiri negeri ini. Dalam hal ini, Taufiq Kiemas mampu menjadi jembatan pemersatu antara keislaman dan keagamaan.
Bagi Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Komisaris Jenderal (Purn) Syafruddin, banyak pemikiran Taufiq Kiemas mengenai kebangsaan dan keindonesiaan yang perlu dipahami. Salah satunya mengenai Pancasila sebagai ideologi yang terbuka. Pemikiran lainnya mengenai keharusan menegakkan keadilan sosial yang relevan bagi para pemimpin.
”Tanpa rakyat, pemimpin tidak berarti apa-apa. Ini pesan buat para pemimpin,” ujar Syafruddin.
Mengenang sosok Taufiq Kiemas berarti mengingat kembali apa yang diperjuangkan. Sosok yang dikenal tidak hanya nasionalis, tetapi sekaligus sebagai pribadi yang religius.