Jejaring Internasional Kembali Gunakan Jalur Laut untuk Selundupkan Narkotika
Sebanyak 45 kilogram sabu produksi Myanmar diselundupkan ke Indonesia. ”Sejumlah sabu itu diselundupkan dari Malaysia menuju Indonesia melalui pantai timur Sumatera,” ungkap Brigjen (Pol) Krisno H Siregar.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri menggagalkan peredaran 45 kilogram sabu yang diselundupkan melalui pantai timur Pulau Sumatera. Kerja sama internasional terus dijajaki untuk menangkap bandar narkotika.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Krisno H Siregar, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/6/2021), mengatakan, 45 kilogram sabu yang hendak diselundupkan ke Indonesia tersebut merupakan produksi Myanmar. ”Sejumlah sabu itu diselundupkan dari Malaysia menuju Indonesia melalui pantai timur Sumatera,” kata Krisno.
Jaringan pengedar memiliki gudang di rumah warga di Perumahan Graha Athaya, Kabupaten Kampar, Riau. Di sana, polisi menemukan 40 kilogram sabu dalam kemasan teh China. Jejaring yang sama kemudian diketahui menyelundupkan 5 kilogram sabu melalui pantai timur Aceh. Sabu yang dimaksud sama-sama dikemas ke dalam bungkus teh.
Dari dua tempat tersebut, polisi menangkap enam tersangka. Dua tersangka ditangkap di Riau, sedangkan empat orang lainnya di Aceh. Namun, hingga kini polisi masih mengejar bandar yang menyelundupkan sejumlah sabu tersebut dari Malaysia. Salah satunya bekerja sama dengan Polis Diraja Malaysia (PDRM).
Menurut Krisno, penggagalan peredaran 45 kilogram sabu itu telah menyelamatkan 270.000 jiwa. Jumlah tersebut didapat dengan asumsi konsumsi 1 gram sabu oleh enam orang setiap harinya.
Krisno menambahkan, pihaknya juga telah menggagalkan peredaran 13.865 butir pil ekstasi yang beratnya mencapai 5,2 kilogram. Semula, ribuan pil ekstasi itu akan ditransaksikan di Jakarta Pusat dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Transaksi di dua wilayah itu melibatkan sembilan tersangka dengan peran berbeda. Mulai dari kurir, penerima paket, hingga pengendali kurir. Namun, belum ada bandar yang ditangkap. Para tersangka dijerat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal yang disangkakan berbeda, sesuai dengan peran masing-masing.
Menurut Krisno, peredaran pil ekstasi merupakan anomali di masa pandemi Covid-19. Sebab, pengguna narkotika jenis itu membutuhkan tempat dengan situasi yang mendukung untuk menggunakannya. Misalnya, tempat yang bisa digunakan banyak orang untuk mendengarkan musik bersuara keras. Ini berbeda dengan karakteristik penggunaan sabu yang kerap dilakukan di tempat sepi.
Perwakilan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Ruru Firza mengatakan, sejumlah pil ekstasi itu berasal dari Jerman dan Belgia yang berkualitas tertinggi. Narkotika jenis ini sudah beberapa kali masuk ke Indonesia.
”Artinya, meski dalam situasi pandemi Covid-19, tempat hiburan malam dibatasi, bahkan di Jakarta saya pikir ditutup semua. Dugaan kami, ada tempat-tempat yang masih digunakan,” kata Krisno.
Oleh karena itu, polisi di setiap wilayah bekerja sama dengan Satuan Tugas Covid-19 untuk merazia sejumlah tempat yang berpotensi dimanfaatkan untuk menggunakan pil ekstasi. Mulai dari tempat karaoke, diskotek, hingga restoran.