Aisyiyah, organisasi perempuan Muhammadiyah, menggelar peringatan milad ke-104. Organisasi yang berkiprah sejak 1917 itu mengajak masyarakat menjaga persatuan yang merupakan modal menghadapi berbagai persoalan bangsa.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aisyiyah, organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah, mengajak seluruh masyarakat bergotong royong untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19. Pasalnya, berbagai permasalahan bangsa akan sulit diselesaikan jika masyarakat terpecah belah dan saling mengedepankan kepentingan kelompok.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjannah Djohantini mengatakan, semangat persatuan sangat penting dalam mengatasi dampak pandemi yang berat dan kompleks. Seluruh elemen masyarakat harus meningkatkan rasa gotong royong dan menebar kebaikan kepada sesama tanpa melihat latar belakang yang berbeda.
”Persatuan harus kita jadikan energi positif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dan memajukan kehidupan bangsa karena bangsa ini tidak akan maju jika terpecah belah dan yang dikedepankan kepentingan kelompok,” kata Noordjannah saat berpidato pada peringatan Milad Aisyiyah ke-104 bertajuk ”Merekat Persatuan, Menebar Kebaikan di Masa Pandemi”, Rabu (19/5/2021).
Peringatan yang diselenggarakan secara dalam jaringan itu turut dihadiri Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. Hadir secara daring Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta sekitar 7.000 pengurus dan anggota Aisyiyah.
Noordjannah menuturkan, masalah persatuan merupakan agenda yang penting dan strategis untuk terus dirawat dan diperkuat. Apalagi, ajaran Islam juga mengajarkan persatuan terhadap seluruh umat manusia. ”Merawat persatuan dan menebar kebaikan pada masa pandemi harus menjadi agenda bagi semua komponen bangsa,” ucapnya.
Aisyiyah di semua tingkatan, lanjut istri Haedar itu, telah bergerak secara nyata dengan menunjukkan gerakan tolong-menolong yang membawa kemanfaatan besar bagi masyarakat luas. Semangat kemanusiaan itu terpancar dan terwujud tanpa mengenal batas-batas agama, etnis, suku, ras, dan lainnya.
Beberapa kegiatan yang dilakukan Aisyiyah dalam mengatasi dampak pandemi, yaitu melakukan penanganan langsung melalui Rumah Sakit Aisyiyah-Muhammadiyah, klinik, dan kegiatan para sukarelawan. Selain itu, mereka juga menyosialisasikan protokol kesehatan, pendampingan kesehatan, sosialisasi panduan dan pendampingan ibadah, pendampingan pendidikan bagi keluarga, serta pemberdayaan ekonomi.
”Potensi dan modal sosial Aisyiyah yang begitu besar dan kokoh tersebut telah ditunjukkan dengan pengkhidmatan dalam menangani pandemi Covid-19,” tutur Noordjannah.
Di sisi lain, Aisyiyah mendorong pemerintah untuk memaksimalkan segala langkah dan kebijakan, sumber daya, serta dana untuk menyelesaikan pandemi. Penanganannya pun mesti konsisten, transparan, dan amanah sehingga diharapkan dapat membawa bangsa Indonesia segera keluar dari pandemi.
Haedar mengatakan, persatuan dan kebaikan merupakan energi positif untuk kemajuan umat manusia. Oleh sebab itu, ia berharap setiap umat tidak mengedepankan kepentingan-kepentingan sempit kelompok yang bisa berujung pada keburukan. Hal itu dikhawatirkan memunculkan kebencian dan benih-beih yang bisa membuat retak persatuan bangsa.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani menilai, selama 104 tahun Aisyiyah telah mewarnai perjalanan bangsa Indonesia melalui berbagai amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan, sosial, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat, khususnya bagi kaum perempuan. Aisyiyah dinilai telah mempraktikkan nilai-nilai Islam berkemajuan yang menempatkan kemuliaan yang sama antara laki laki dan perempuan.
”Saya mendengar Aisyiyah aktif terlibat dalam penanganan Covid-19 dan membantu, tidak hanya warga Muhammadiyah, tetapi semua warga yang terdampak pandemi,” ucap Puan.
Pahlawan nasional
Dalam kesempatan tersebut, PP Aisyiyah dengan dukungan PP Muhammadiyah ingin mengusulkan kepada pemerintah agar dua tokoh Aisyiyah, Hayyinah dan Moendjiyah, diangkat sebagai pahlawan nasional. Usulan itu berdasarkan kiprah dan kontribusi kedua tokoh tersebut bagi kebangkitan, perjuangan kemerdekaan, dan perjuangan perempuan.
”Penting dicatat pidato bersejarah Ibu Hayyinah dalam Kongres Perempuan I tahun 1928 di Yogyakarta,” kata Noordjannah.
Haedar pun mengapresiasi usulan PP Aisyiyah yang mengusulkan Hayyinah dan Moendjiyah sebagai pahlawan nasional. Sebab, mereka merupakan tokoh pergerakan dan tokoh Kongres Perempuan I di Indonesia. Pihaknya akan mengumpulkan data dan dokumen untuk usulan tersebut.
”Kedua tokoh ini layak menjadi pahlawan nasional meski keduanya tidak mengharapkan demikian,” katanya.