logo Kompas.id
Politik & HukumTenggelamnya KRI...
Iklan

Tenggelamnya KRI Nanggala-402, ”Tabah sampai Akhir”

Sudah 40 tahun KRI Nanggala 402 berpatroli di perairan Indonesia dalam senyap dengan memegang moto ”Tabah sampai Akhir”. Pengawal NKRI itu mengalami musibah, tenggelam di laut di utara Bali, menanti penyelamatan.

Oleh
FX LAKSANA AS
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Unp_XUpJ6cGur-teq_bS2FxNDYg=/1024x1676/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2F20210421-H01-DMS-kri-nanggala-mumed_1619042793.png

Empat puluh tahun lamanya KRI Nanggala 402 berpatroli di perairan Indonesia. Pada Rabu (21/4/2021), bersama 53 orang di dalamnya, kapal selam itu tenggelam di perairan utara Pulau Bali dengan setia menggenggam ”Wira Ananta Rudhiro” atau tabah sampai akhir, moto kapal selam Angkatan Laut Republik Indonesia.

KRI Nanggala 402 adalah kapal selam tipe 209 buatan Howaldt Deutsche Werke (HDW), Kiel, Jerman Barat.  Kapal dengan berat benaman 1.395 ton itu memiliki panjang 59,5 meter dan lebar 6,3 meter dengan kapasitas 34 orang awak. Adapun kecepatan maksimalnya mencapai 21,5 knot dan dilengkapi dengan sistem persenjatan torpedo SUT.

Pemerintah Orde Baru memesannya pada 1977 bersama satu kapal selam lagi dengan tipe sama yang kemudian dinamai KRI Cakra 401. KRI Nanggala 402 tiba di Indonesia pada 1981 untuk memperkuat kembali armada kapal selam Indonesia yang pada 1980-an sudah uzur.

Baca Juga: Kapal Selam KRI Nanggala-402 Hilang di Utara Bali

Dari 12 kapal selam yang masih berdinas saat itu, hanya tinggal satu kapal yang masih bisa menyelam. Semuanya merupakan sisa kejayaan armada laut Indonesia yang pada 1960-an dikenal sebagai salah satu kekuatan laut terbesar di Asia.

Pada periode 1960-an, berkat diplomasi Presiden Soekarno, Indonesia mendapatkan pasokan 104 kapal perang dari Uni Soviet yang disalurkan melalui negara-negara Eropa Timur. Selain 12 kapal selam, terdapat antara lain 1 kapal penjelajah, 7 kapal perusak, 7 frigat, 62 kapal perang lebih kecil, dan kapal tambahan lainnya.

Pada periode 1960-an, berkat diplomasi Presiden Soekarno, Indonesia mendapatkan pasokan 104 kapal perang dari Uni Soviet yang disalurkan melalui negara-negara Eropa Timur. Selain 12 kapal selam, terdapat antara lain 1 kapal penjelajah, 7 kapal perusak, 7 frigat, 62 kapal perang lebih kecil, dan kapal tambahan lainnya.

Tahun 2005, sejumlah pengamat sebenarnya telah menyampaikan masukan perlunya peremajaan dan penguatan armada kapal selam Indonesia. Saat itu, tinggal KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 yang beroperasi dengan cakupan wilayah mencapai 5, 8 juta kilometer persegi wilayah laut Indonesia dengan lebih dari 81.000 kilometer panjang garis pantai serta lebih dari 17.500 pulau. Sudah begitu, kedua kapal itu sudah tergolong tua pula.

https://cdn-assetd.kompas.id/9wpiNWi5imSSEKZ0NKkfU-UiaRI=/1024x622/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2FBW-00014050-II-35-CMK009_1619002286.jpg
KOMPAS/ANSEL DA LOPEZ

Jenderal TNI M Jusuf di atas kapal selam KRI Nanggala, Rabu (16/3/1983). Hari itu di atas KRI Nanggala pada kedalaman 13 meter di bawah permukaan Laut Jawa depan Pulau Madura, Jenderal M Jusuf memperoleh Bintang Jalasena utama dari TNI Angkatan Laut atas jasa-jasanya yang luar biasa dalam pembinaan dan pengembangan ABRI pada umumnya, khususnya bagi pembangunan TNI AL.

Dalam perjalanannya, KRI Nanggala telah menjalani dua perbaikan besar di Korea Selatan pada 2006 dan 2011. Perbaikan terakhir berlangsung selama setahun. KRI Nanggala tiba kembali di Dermaga Madura, Komando Armada RI Kawasan Timur, Surabaya, Jawa Timur, 6 Februari 2012. Kedatangan kapal selam itu disambut langsung oleh Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Soeparno dan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq.

Iklan

Sebagaimana diberitakan harian Kompas saat itu, Kolonel Tunggul Surapati, mantan Komandan Satuan Tugas Perbaikan KRI Nanggala-402, di Korsel, mengatakan, 75 persen struktur bagian atas kapal selam tersebut diganti dengan struktur baru. Selain itu, sistem kendali senjata, radar, sonar, serta sistem komunikasi juga diganti menggunakan teknologi yang lebih canggih. ”Sekarang kemampuan kapal selam ini sudah setara dengan kapal selam negara-negara tetangga,” katanya.

Sepanjang 2017 sampai 2018, Indonesia menambah tiga kapal selam lagi. Dua buatan Korea Selatan dan satu lagi joint production yang dibuat di PT PAL dengan transfer teknologi dari Korea Selatan.

Bekerja dalam sunyi

Karakter kerja kapal selam berikut awaknya, sebagaimana pernah disampaikan pemerhati militer, F Djoko Poerwoko, di harian Kompas pada 9 September 2009, selalu dalam sunyi. Tugasnya jauh dari publikasi dan karang terlihat lawan maupun kawan.

Rakyat juga tidak perlu tahu di mana kapal selam TNI AL beroperasi. Yang terpenting mereka bertugas dengan senyap dan penuh dedikasi yang tinggi. Tugas mereka yang berat hanya mendapatkan perlakuan lebih dari negara, yaitu kenaikan gaji berkala yang datang setiap tahun, sedangkan prajurit TNI lainnya datang setiap dua tahun.

”Rakyat juga tidak perlu tahu di mana kapal selam TNI AL beroperasi. Yang terpenting mereka bertugas dengan senyap dan penuh dedikasi yang tinggi. Tugas mereka yang berat hanya mendapat perlakuan lebih dari negara, yaitu kenaikan gaji berkala yang datang setiap tahun, sedang prajurit TNI lainnya datang setiap dua tahun,” kata Djoko.

https://cdn-assetd.kompas.id/uUl9-fE8hYFPn21TI0NZhLRIRVM=/1024x653/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2F20120206Bah5_1618999026.jpg
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Kapal Selam KRI Nanggala-402 merapat di Dermaga Madura Komando Armada RI Kawasan Timur di Surabaya, Senin (6/2). Kedatangan KRI Nanggala setelah menjalani perbaikan di Korea Selatan disambut langsung oleh Kepala Staf Angkalan Laut Laksamana TNI Soeparno dan anggota Komisi I DPR RI.

Baca juga: Tim Pencari Temukan Tumpahan Minyak, Diduga dari Kapal Selam KRI Nanggala-402

Selama 40 tahun beroperasi, KRI Nanggala 402 telah menyusuri perairan Indonesia mulai barat hingga timur, mulai utara sampai selatan. Sebagaimana kerja kapal selam di berbagai negara lainnya, KRI Nanggala 402 juga berpatroli di perairan perbatasan.

Pada Mei 2005, misalnya, saat hubungan Indonesia dan Malaysia menghangat karena sengketa blok Ambalat, KRI Nanggala 402 dioperasikan di kawasan tersebut. Saat itu, KRI Cakra 401 sedang menjalani perbaikan total di Korea Selatan.

”Mereka standby. Kalau ada apa-apa, peran kapal selam sebagai pengintai, penyusup, dan pemburu strategis bisa dikerahkan berdasarkan keputusan politik pemerintah,” kata Komandan Satuan Kapal Selam Kolonel Laut (P) Jeffry S Sanggel dalam salah satu pemberitaan harian Kompas, 7 Desember 2011.

Kini, KRI Nanggala 402 beserta 53 awaknya tengah menanti pertolongan. Semoga segera bisa ditemukan dan para awaknya dapat diselamatkan....

https://cdn-assetd.kompas.id/bWMwaGgnjJxAPQ7HSTKvH7zDIkA=/1024x614/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2FFC-17840-III-39-CMK014_1619002291.jpg
KOMPAS/KORANO NICOLASH

Kapal selam TNI AL KRI Nanggala melepas Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh dan menyambut Laksamana Madya TNI Slamet Soebijanto seusai serah terima jabatan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) di Pangkalan Komando Armada Timur, Surabaya, Selasa (22/2/2005).

Editor:
suhartono
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000