Merugi dan Tunggak Pajak, Pemerintah Ambil Alih Pengelolaan TMII
Audit BPK, BPKP, dan legal audit FH UGM, Yogyakarta, menyatakan, Taman Mini Indonesia Indah tak hanya merugi dan menunggak pajak, tetapi juga tak memberi kontribusi bagi negara. Pemerintah mengambil alih operasionalnya.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Sekretaris Negara mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah atau TMII dari Yayasan Harapan Kita. Penataan pengelolaan TMII akan segera dilakukan, tetapi di masa transisi Taman Mini tetap beroperasi dan para staf bekerja seperti biasa.
TMII yang dibangun atas prakarsa almarhumah Nyonya Tien Soeharto pada 1970-an awalnya dikelola Yayasan Harapan Kita. Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1977 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 10 September 1977. Dalam keppres tersebut, disebutkan pula TMII adalah milik Negara Republik Indonesia.
Namun, dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta legal audit oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, TMII dinilai tak berkontribusi pada keuangan negara. Temuan BPK pada Januari 2021 juga merekomendasikan agar pengelolaan aset TMII dilakukan secara lebih baik oleh Kemsetneg.
Beberapa kali, TMII diberitakan merugi dan menunggak pajak. Legal audit FH UGM juga merekomendasikan TMII menjadi badan layanan umum, dioperasikan oleh pihak lain, atau dikelola melalui kerja sama pemanfaatan (KSP).
Dalam audit BPK, BPKP, dan legal audit oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, TMII dinilai tak berkontribusi pada keuangan negara. Temuan BPK pada Januari 2021 juga merekomendasikan agar pengelolaan aset TMII dilakukan secara lebih baik oleh Kemsetneg.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno dalam keterangan pers secara daring dari Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (7/4/2021), menjelaskan, pemerintah menindaklanjuti rekomendasi beberapa pihak, aset yang tercatat di Kementerian Sekretariat Negara ini akan ditata supaya bermanfaat secara luas kepada masyarakat dan berkontribusi pada keuangan negara.
Presiden Joko Widodo juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021 yang menegaskan pengelolaan TMII oleh Kementerian Sekretariat Negara. ”Ini berarti berhenti pula pengelolaan yang dilakukan Yayasan Harapan Kita,” ujar Pratikno.
TMII mencapai luas 1.467.704 meter persegi, yang bernilai aset sekitar Rp 20 triliun, ini dijanjikan akan tetap melestarikan budaya bangsa. Harapannya, selain menjadi sarana edukasi budaya bangsa, TMII juga bisa menjadi semacam jendela budaya Indonesia ke dunia internasional.
”Kami juga ingin mendorong TMII menjadi pusat inovasi generasi muda di era revolusi industri ini, terutama dari para kreator dan inovator muda Indonesia,” ucap Pratikno.
Untuk pemindahan pengelolaan ini, dibentuk tim transisi. Selama tiga bulan, pengelola TMII saat ini harus memberikan laporan pengelolaan dan menyerahkan pengelolaan kepada tim transisi. Pengelolaan TMII selanjutnya dibahas tim transisi yang terdiri dari para pejabat negara serta pejabat di kelompok kerja (pokja) keuangan dan pokja umum.
Kerja sama dengan mitra
Lebih jauh, menurut Sekretaris Utama Kemsetneg Setya Utama, ke depan, status TMII akan menjadi kerja sama pemanfaatan. Adapun mitra kerja sama pemanfaatan ini akan dipilih sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang telah diubah melalui Peraturan Pemerintah No 28/2020.
Selama proses transisi ini, Pratikno menambahkan, TMII akan tetap beroperasi seperti biasa. Semua staf juga diharapkan bekerja seperti biasa. Hak keuangan dan fasilitas para staf juga dijanjikan tetap diperoleh. Sebab, secara otomatis, semua operasi berlanjut dalam pengelolaan tim transisi.
Tim transisi ini, menurut Pratikno, bertugas membuat inovasi dalam pengelolaan TMII yang lebih baik. Bahkan, semestinya ada apresiasi yang lebih baik kepada para staf serta dan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat.
Kini, GBK yang awalnya tertutup kecuali untuk pengguna, bisa dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat.
Hal serupa sebelumnya juga telah diterapkan Kemsetneg pada pengelolaan Gelora Bung Karno dan pengelolaan aset Kemayoran. Dulu, GBK ditangani pengelola driving range Senayan, sedangkan Kemayoran oleh pengelola lapangan golf.
Kini, GBK yang awalnya tertutup kecuali untuk pengguna, bisa dimanfaatkan seluas-luasnya oleh masyarakat. ”Hanya ada satu fasilitas restoran di sana dan berkontribudi pada keuangan negara. Jadi, GBK untuk kawasan hijau dan keuangan negara,” kata Pratikno.
Bekas lapangan golf di Kemayoran juga sedang ditata untuk menjadi ruang terbuka hijau dengan danau air tawar, danau air payau, serta lapangan rumput dan hutan kotanya. Lahan ini akan menjadi ruang publik yang terbuka untuk umum. Jalur olahraga dan sepeda mengelilingi danau juga dirancang.
Prinsipnya, kata Pratikno, semua aset negara ini harus memberikan manfaat seluas-luasnya kepada masyarakat dan tetap berkontribusi pada keuangan negara.