Pelaku teror di Mabes Polri telah diketahui identitasnya. Pelaku beraksi sendiri dan diduga simpatisan ISIS. Kapolri instruksikan Densus 88 Polri untuk mengusut kemungkinan adanya jaringan teroris yang terkait pelaku.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku teror di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta, Rabu (31/3/2021) sore, sempat menembak enam kali ke arah polisi yang sedang berjaga. Meski pelaku beraksi sendiri, Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri telah diperintahkan untuk mengusut ada tidaknya jaringan teroris yang terkait dengan pelaku teror.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dalam jumpa pers, Rabu (31/3/2021) malam, menyatakan, pelaku penyerangan adalah seorang perempuan berinisial ZA. Pelaku diketahui berusia 25 tahun. Selain itu, ia juga mantan mahasiswi di sebuah perguruan tinggi.
”Yang bersangkutan adalah tersangka atau pelaku lone wolf (beraksi sendiri) yang berideologi radikal ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) yang dibuktikan dengan postingan yang bersangkutan di media sosial,” kata Listyo beberapa jam setelah peristiwa terjadi.
Pelaku diketahui masuk ke kompleks Mabes Polri melalui pintu belakang sekitar pukul 16.30 WIB. Pelaku sempat bertanya lokasi kantor pos kepada petugas di pos jaga dan kemudian ditunjukkan lokasinya. Namun, setelah sempat meninggalkan pos, pelaku kembali ke pos dan menyerang petugas di pos jaga.
Total ada enam kali tembakan dari pelaku. Dua tembakan diarahkan ke petugas di dalam pos, dua tembakan diarahkan ke petugas di luar pos, dan dua tembakan lagi diarahkan ke petugas di belakang pelaku.
”Kemudian terhadap tindakan tersebut dilakukan tindakan tegas terukur kepada yang bersangkutan,” kata Listyo.
Dari pendalaman oleh polisi, pelaku membawa sebuah map kuning. Pelaku juga diketahui baru membuat Instagram dan mengunggah foto, salah satunya foto ISIS. Selain itu, terdapat tulisan mengenai perjuangan jihad.
Setelah dilakukan penggeledahan di rumahnya di kawasan Jakarta Timur, ditemukan surat wasiat dari pelaku.
Pasca-kejadian itu, Listyo memerintahkan jajarannya untuk tetap memberikan pelayanan bagi masyarakat. Namun, Listyo juga memerintahkan agar jajarannya meningkatkan kewaspadaan dan sistem pengamanan, baik di markas polisi maupun ketika bertugas di lapangan.
”Jadi saya sudah perintahkan pada Kadensus (Kepala Densus 88) untuk mengusut tuntas terhadap kemungkinan adanya kelompok jaringan terkait tersangka,” ujar Listyo.
Terkait dengan bom bunuh diri di Katedral Makassar, kata Listyo, aparat telah menangkap 13 orang. Salah satunya berinisial W yang adalah otak perakit bom. Selain itu, aparat juga telah menangkap 5 orang di wilayah Jakarta dan 5 orang di Bima, Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian total yang telah ditangkap 23 orang.
Secara terpisah, Ketua DPR Puan Maharani mengecam serangan terduga teroris di Mabes Polri. Ia mengimbau semua pihak untuk tidak terprovokasi, tetapi tetap harus meningkatkan kewaspadaan. ”Kita harus meningkatkan kewaspadaan, tapi tidak boleh panik, tidak boleh takut,” katanya.
Puan meminta aparat berwenang meningkatkan keamanan, khususnya di seluruh tempat publik dan obyek vital. Sejalan dengan itu, aparat kepolisian dituntut mampu mengusut tuntas para pelaku, dalang, hingga motif aksi teror tersebut, juga aksi teror yang terjadi belakangan.
”Saya minta Polri segera melakukan upaya penegakan hukum secara profesional sesuai dengan koridor hukum, aturan dan perundangan yang berlaku. Kewaspadaan dan keamanan di tempat-tempat publik harus ditingkatkan. Kepolisian harus mampu menjamin keamanan masyarakat,” kata Puan.
Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan, tindakan terorisme itu melukai rasa kemanusiaan. Tindakant terorisme juga tak dibenarkan oleh seluruh umat agama. Oleh karena itu, Komisi III DPR mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas jaringan terorisme di Indonesia.
”Tetapi, hal ini juga menjadi sinyal darurat bagi Polri, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), dan BIN mengingat dua aksi teror telah terjadi secara beruntun selama seminggu terakhir. Penangkapan yang dilakukan terhadap terduga teroris beberapa waktu belakangan ini ternyata belum bisa efektif dalam membenam potensi aksi teror,” kata Herman.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, saat ini semua pihak harus meningkatkan kewaspadaan dan jangan lengah karena beberapa waktu terakhir ini terjadi peningkatan tindak terorisme. Namun, publik tidak boleh panik dan takut, karena itu yang diinginkan oleh para teroris.
”Kita menunggu hasil penelusuran dari Mabes Polri mengenai siapa dan apa motif pelaku. Polri harus melakukan langkah penanganan segera untuk meyakinkan publik bahwa kerja polri dapat diandalkan dan masyarakat mendapatkan perlindungan dari negara,” katanya.
Basari mengatakan, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap upaya deradikalisasi yang dilakukan BNPT, misalnya dengan membedah apa saja kekurangan dari program itu, dan perbaikan apa yang harus dilakukan.
”Semua pihak jangan memberikan dukungan bagi pikiran-pikiran ekstrem yang intoleran dan bernuansa kebencian, sebab dukungan ini akan memberikan energi bagi para teroris. Bentuk dukungan ini dapat berupa memberikan panggung bagi pihak-pihak penyebar kebencian, memberikan tuduhan atau analisis bahwa peristiwa ini adalah settingan, dan sikap-sikap lainnya yang dapat menimbulkan persepsi pembenaran atas tindakan-tindakan seperti ini,” ucap Basari.
Ketua Tanfidzyiah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengatakan, tindakan kekerasan yang terjadi di Mabes Polri tidak dapat dibenarkan oleh agama apa pun. ”Indonesia adalah negara damai, dan dibentuk atas dasar kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Kekerasan apa pun atas nama agama tidak dapat dibenarkan,” ucapnya.