”Algojo Para Koruptor” Itu Telah Menunaikan Tugasnya
Berita duka menghampiri dunia hukum di Tanah Air. Mantan hakim agung yang juga pengacara karier, Artidjo Alkostar, berpulang ke rahmatullah, Minggu di Jakarta. Kepergiannya meninggalkan lubang besar bagi penegakan hukum.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berita duka menghampiri dunia hukum di Tanah Air. Mantan hakim agung yang juga mantan pengacara karier, Artidjo Alkostar, berpulang ke rahmatullah, Minggu (28/2/2021), di Jakarta. Jenazah Artidjo akan dikebumikan di Makam Keluarga Besar Universitas Islam Indonesia di Jalan Kaliurang, Yogyakarta, Senin (1/3/2021) pukul 10.00.
Kepergiannya meninggalkan lubang besar bagi penegakan hukum di Tanah Air karena warisannya tak terhingga dalam spirit integritas yang tak tercela dan kegigihannya memberantas korupsi. Artidjo juga memandang perlu pencabutan hak politik koruptor. Hingga akhir hayatnya, Artidjo menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kabar berpulangnya Artidjo pertama kali diketahui publik ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyiarkan informasi itu melalui akun media sosialnya, Minggu pukul 14.44.
Mahfud memberikan kesan terhadap Artidjo yang dikenal tegas dalam memeriksa perkara korupsi. ”Artidjo Alkostar adalah hakim agung yang dijuluki algojo oleh para koruptor. Dia tak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor tanpa peduli pada kekuatan dan back up politik,” tutur Mahfud.
Artidjo Alkostar adalah hakim agung yang dijuluki algojo oleh para koruptor. Dia tak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor tanpa peduli pada kekuatan dan back up politik.
Ketua KPK Firli Bahuri menilai, Artidjo adalah sosok panutan layaknya orangtua di KPK. ”Kita belajar dari kesederhanaan dan semangat beliau yang pantang menyerah. Umur beliau sangat sepuh, tetapi siap mengabdikan diri bagi bangsa dan negara,” kata Firli.
Pengabdian Artidjo dikenal sejak lama, bahkan ketika masih menjadi pengacara dan aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Dalam suatu kasus advokasi di Yogyakarta, ia bahkan tak meminta sepeser uang pun kepada kliennya.
Kolega dan rekannya sesama penegak hukum, pemikir, dan pegiat hukum merasa kehilangan sosok lurus tersebut. Mantan ketua Komisi Yudisial (KY) yang juga pernah menjadi unsur pimpinan KPK, Busyro Muqoddas, mengenang Artidjo sebagai sosok yang lurus dan teguh menjaga integritasnya. Ia sangat menjaga diri dari pengaruh pertemanan dan hubungan dekat karena posisinya waktu itu sebagai hakim agung.
Pada suatu kesempatan, dua sahabat itu bertemu di sebuah toko buku di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat. Ketika itu Busyro adalah Ketua KY, sedangkan Artidjo hakim agung. Sebagai teman, sesama pengajar di FH UII, Busyro ingin mengajaknya makan. Namun, Artidjo menolak dan justru buru-buru mengakhiri percakapan. Hal itu, kata Busyro, menunjukkan betapa Artidjo sangat hati-hati dan mempertimbangkan posisinya sebagai hakim agung sehingga integritasnya terjaga.
”Zero tolerance”
Rekan sesama hakim di MA yang kerap duduk dalam satu majelis dengan Artidjo, Krisna Harahap, juga terkesan dengan sikap Artidjo yang ”zero tolerance” terhadap korupsi. Selama lebih dari satu dekade bersama di MA, hakim ad hoc Tipikor di MA itu menemukan prinsip antikorupsi yang mendarah daging pada diri Artidjo.
”Indonesia kehilangan putranya yang terbaik karena Pak Artidjo itu orang yang benar-benar berprinsip no tolerance terhadap korupsi. Almarhum tanpa pamrih memerangi korupsi karena, baginya, korupsi adalah musuh utama bangsa ini,” ujarnya.
Kendati demikian, Krisna tidak sependapat dengan anggapan Artidjo Alkostar adalah algojo tak berhati nurani atau seenaknya menaikkan hukuman koruptor. Semua putusan Artidjo dan majelis diambil melalui diskusi bersama dan ia menimbang dengan prinsip keadilan.
Dalam sebuah kasus, misalnya, Artidjo pernah memutus bebas seorang terdakwa korupsi. ”Si terdakwa itu adalah petugas office boy yang dimanfaatkan oleh anak seorang menteri untuk membuat perusahaan,” ujarnya.
Indonesia kehilangan putranya yang terbaik karena Pak Artidjo itu orang yang benar-benar berprinsip no tolerance terhadap korupsi. Almarhum tanpa pamrih memerangi korupsi karena, baginya, korupsi adalah musuh utama bangsa ini.
Sikap tegas Artidjo membuat sejumlah terdakwa korupsi berpikir ulang ketika akan mengajukan upaya hukum ke MA.
Beberapa kasus yang diputusnya adalah hukuman seumur hidup bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, vonis 14 tahun untuk bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, serta vonis 18 tahun dan pencabutan hak politik kepada bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq.
Selain itu, vonis 12 tahun untuk politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh, dan vonis 18 tahun untuk Irjen Djoko Susilo, mantan Kepala Korlantas Polri.
Selama aktif menjadi hakim agung, Artidjo yang pensiun pada 22 Mei 2018 telah memutus 19.708 perkara. Ia pun menjadi Ketua Kamar Pidana MA (2014-2018).
Dihubungi secara terpisah, Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro mengatakan, selama bertugas di MA, Artidjo sangat tekun dalam bekerja, jujur dalam mengemban amanah, dan konsisten dalam menjatuhkan putusan.
Kiprahnya di dunia hukum pun mendapatkan apresiasi dari banyak pihak, termasuk terpilih sebagai cendekiawan berdedikasi Kompas tahun 2017. Selamat jalan, Pak Artidjo! (REK/DEA/PDS/HRS/NCA)