Mahasiswa dan Buruh Minta Komponen Cadangan Ditunda
Berpeluang meniru dwifungsi ABRI, seperti di era Orde Baru, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar Kementerian Pertahanan memfokuskan untuk perbaikan alutsista dan peningkatan kesejahteraan TNI.
“Urgensi pembentukannya
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pertahanan diminta untuk menunda pembentukan Komponen Cadangan atau Komcad dan lebih baik fokus untuk memperbaiki alat utama sistem persenjataan serta peningkatan kesejahteraan TNI. Komcad juga dilihat berpeluang untuk meniru Dwifungsi ABRI, seperti di era Orde Baru.
”Urgensi pembentukannya tidak ada,” kata Ginanjar Ariyasuta, juru bicara Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia, Jumat (12/2/2021).
Sejauh ini, tercatat ada 18 organisasi mahasiswa, 5 serikat buruh, dan 14 lembaga swadaya masyarakat yang menandatangani pernyataan atas nama Koalisi Masyarakat Sipil. Pernyataan itu tentang ”Komponen Cadangan pada Buruh dan Mahasiswa adalah Strategi Kooptasi Kekuasaan pada Gerakan Buruh dan Mahasiswa”.
Ginanjar menambahkan, pihaknya melihat bahwa Komponen Cadangan rawan disalahgunakan oleh pemerintah dengan dalih ”ancaman keamanan” yang akhirnya dapat memicu konflik horizontal rakyat versus rakyat.
Komponen Cadangan rawan disalahgunakan oleh pemerintah dengan dalih ”ancaman keamanan” yang akhirnya dapat memicu konflik horizontal rakyat versus rakyat.
Sebelumnya, pada 12 Januari 2021, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN). Dengan dasar PP tersebut, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) akan melakukan perekrutan dan pelatihan calon anggota Komponen Cadangan. Selanjutnya, Kemrnhan yang akan mengelola Komcad.
Berulangnya sejarah Orde Baru
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam MPO Zunnur Roin bahkan menilai, ada potensi sejarah Orde Baru yang dapat terulang. Saat itu, militer dijadikan alat kekuasaan dan bukan alat negara. Mengintegrasikan militer dan sipil dalam satu paket kelembagaan komponen pertahanan dinilai sangat jauh dari semangat reformasi.
Ia mengkhawatirkan Komcad bisa dimobilisasi untuk perang yang didefinisikan bergantung pada selera penguasa. Akibatnya, Komcad bisa dipakai untuk membendung hak demokratis seperti kritik atas kecurangan pemilu melalui demonstrasi. Komcad yang dimobilisasi atas perintah presiden yang disetujui DPR, juga bisa dikerahkan berhadapan dengan rakyat yang merasa dicurangi. ”Alasannya pemerintah untuk mempertahankan kesatuan,” kata Zunnur.
Ia mempertanyakan bagaimana analisis perang di masa depan. Selain itu, sejauh mana komponen utama mempersiapkan diri untuk menghadapi perang modern dengan mematangkan pendidikan komprehensif di internal. ”Bagaimana alat-alat perang yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan kekuatannya?” kata Zunnur.
Pembentukan Komponen Cadangan dengan menjadikan buruh dan mahasiswa sebagai subyek dari pelatihan dasar kemiliteran (Pasal 69 PP Nomor 3 Tahun 2021 dan Pasal 37 UU PSDN) adalah bentuk strategi kooptasi kekuasaan pada gerakan buruh dan gerakan mahasiswa. Buruh dan mahasiswa yang sudah menjadi komponen cadangan akan dikenakan sanksi pidana (Pasal 77 Ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2019) jika menolak mobilisasi untuk menghadapi ancaman dalam negeri dan luar negeri.
Koalisi masyarakat sipil menilai, pembentukan Komponen Cadangan dengan menjadikan buruh dan mahasiswa sebagai subyek dari pelatihan dasar kemiliteran (Pasal 69 PP Nomor 3 Tahun 2021 dan Pasal 37 UU PSDN) adalah bentuk strategi kooptasi kekuasaan pada gerakan buruh dan gerakan mahasiswa. Buruh dan mahasiswa yang sudah menjadi komponen cadangan akan dikenai sanksi pidana (Pasal 77 Ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2019) jika menolak mobilisasi untuk menghadapi ancaman dalam negeri dan luar negeri.
Keterlibatan buruh dan mahasiswa yang dipaksakan dalam mobilisasi komponen cadangan akan rawan disalahgunakan untuk kepentingan rezim dengan dalih untuk menghadapi ancaman keamanan. Oleh karena itu, berpotensi menjadi bentuk depolitisasi gerakan. Hal ini akan membuka ruang legalisasi milisi/Pam Swakarsa untuk menghadapi masyarakatnya sendiri sebagaimana pernah terjadi di Aceh dan Timor Leste yang berakibat terjadinya kasus pelanggaran HAM, seperti penggunaan milisi di Timor Leste.