Saling Tuding dan Bantah Warnai Isu Kudeta Partai Demokrat
Tudingan rencana kudeta kepengurusan di Partai Demokrat masih terus bergulir. Selain munculnya nama-nama pihak yang diduga terlibat dalam upaya tersebut, juga muncul bantahan dari sejumlah pihak.
Oleh
IQBAL BASYARI/DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrat kembali mengungkap nama-nama lain yang dituding melakukan upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat secara inkonstitusional. Namun, sejumlah nama yang disebut tersebut membantah tuduhan upaya kudeta.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarif Hasan, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa (2/2/2021), mengungkapkan, nama-nama lain yang terlibat dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat secara inkonstitusional adalah Marzuki Alie, Johny Alen Marbun, dan Muhammad Nazaruddin. ”Nama-nama itu sudah terkonfirmasi,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Senin (1/2/2021), menyebutkan ada lima orang yang menginisiasi gerakan pengambilalihan kepemimpinan Demokrat secara inkonstitusional. Gerakan itu juga disebut sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Adapun lima orang yang dimaksud adalah satu kader aktif Partai Demokrat, satu kader yang sudah enam tahun tidak aktif, satu mantan kader yang telah diberhentikan dengan tidak hormat pada sembilan tahun lalu akibat korupsi, satu mantan kader yang keluar dari partai pada tiga tahun lalu, dan satu orang pejabat tinggi pemerintahan Presiden Jokowi yang disebut adalah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Namun, Moeldoko membantah tudingan tersebut. Ia mengaku beberapa kali menerima tamu para kader serta eks kader Demokrat di kediamannya, tetapi pertemuan itu bentuk keterbukaannya kepada siapa pun yang ingin bertemu. Pertemuan disebutnya selalu diawali dengan obrolan soal pertanian, tetapi kemudian para tamu justru bercerita situasi di tingkat internal Demokrat.
”Mereka pada curhat, ya, dengerin saja saya. Sebenarnya prihatin melihat situasi itu karena saya juga bagian yang mencintai Demokrat,” katanya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Selasa, juga membantah tuduhan terkait dukungan dari menteri kepada gerakan tersebut. Meskipun sering bertemu dengan Moelkodo di sidang kabinet ataupun rapat koordinasi bidang Polhukam, Mahfud menegaskan tidak pernah sekalipun membicarakan Demokrat.
”Satu kalimat pun tak pernah ada bicara penggantian pimpinan partai tersebut, apalagi bicara pengambilaalihan dan restu-restuan,” ujarnya melalui cuitan di akun Twitter-nya.
Mahfud juga menyatakan tidak pernah berkomunikasi dengan orang-orang Partai Demokrat yang kemudian berbicara tentang perjalanan partai. Dalam beberapa kali pertemuan dengan Agus dan Syarif di acara resmi pemerintahan, kata dia, juga tidak ada bahasan soal kepengurusan Demokrat.
Jabatannya sebagai Menkopolhukam dinilai Mahfud tidak bisa digunakan dan tidak laku untuk memberi restu pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat. Apalagi di era demokrasi yang sangat terbuka dan dikontrol oleh masyarakat sipil seperti sekarang, kata dia, sulit dipercaya kepemimpinan partai bisa dikudeta dengan cara seperti itu.
Marzuki juga membantah tudingan dari Syarif. Menurut dia, tudingan tersebut merupakan fitnah sebab tidak disertai bukti-bukti yang konkret. Ia tidak ingin menjatuhkan kepemimpinan Demokrat saat ini dan mengambil alih partai dengan cara inkonstitusional. ”Tunjukkan faktanya. Saya ketemu (Moeldoko) di mana, oleh siapa, sadap teleponnya. Jangan menuduh,” ujarnya.
Ia mengaku sangat mencintai Demokrat seperti yang dicita-citakan oleh Susilo Bambang Yudhoyono saat awal mendirikan partai tersebut. Meskipun ada beberapa hal yang tidak selalu sejalan, Marzuki mengaku tetap menghormati Yudhoyono dan Partai Demokrat. Beberapa hal yang tidak sejalan, kata dia, yakni saat Demokrat menjadi partai dinasti dan mengingkari tujuan awal untuk menjadikan sebagai partai modern.
Punya bukti
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra menuturkan, pihaknya memiliki bukti-bukti kuat keterlibatan lima orang tersebut dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat. Bukti-bukti, terutama yang berkaitan dengan internal kader tersebut nantinya akan diungkap dalam sidang Mahkamah Partai Demokrat.
Sementara untuk pihak di luar kader partai, dalam hal ini Moeldoko, Demokrat telah melaporkannya kepada Presiden Jokowi. Presiden diharapkan mengambil sikap terhadap pejabat yang dalam situasi pemerintah sedang mengatasi pandemi, justru bertindak melakukan intervensi dan pengambilalihan Demokrat secara konstitusional, bahkan membawa isu ini ke pencalonan presiden di Pemilu 2024.
”Ini sangat tidak sensitif, apalagi mencatut nama Presiden Jokowi,” katanya.
Terlebih saat pertemuan dengan kader dan pengurus Demokrat, lanjut Herzaky, ada unsur penipuan dan paksaan. Berdasarkan berita acara pemeriksaan, kader Demokrat diundang karena pejabat tersebut ingin memberikan bantuan penanganan Covid-19.
”Namun, saat pertemuan di sebuah hotel di Jakarta, ternyata juga dihadiri mantan kader Demokrat. Pertemuan itu ternyata membahas kejelekan Demokrat sehingga diperlukan kongres luar biasa (KLB),” tuturnya.
Sementara itu, mantan Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat Ahmad Yahya menyatakan, pernyataan Ketum Demokrat Agus yang melibatkan pihak eksternal partai adalah langkah tidak tepat. Sebab, permasalahan ini merupakan urusan internal partai.
Adapun ajakan untuk mengadakan KLB dinilai merupakan hal yang konstitusional karena sudah diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Usulan KLB sepenuhnya adalah hak pemilik suara dan menjadi salah satu alternatif menguji kemampuan seseorang dalam membesarkan partai. Aturan itu membuat ketua umum harus berhati-hati dalam menjalankan tugasnya agar tidak terjadi usulan KLB.
”Apabila dilarang atau jadi hal tabu, tentu yang melarang tidak memahami aturan dan asas demokrasi,” ujarnya.