Program Komponen Cadangan atau Komcad harus diawasi. Selain aturan ketat terkait pelaksanaan teknisnya, publik juga tetap perlu mengawasi agar Komcad tidak digunakan untuk mengatasi ancaman dalam negeri.
Oleh
DEA/EDN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan program Komponen Cadangan atau Komcad harus diawasi. Selain aturan ketat terkait pelaksanaan teknisnya, publik juga tetap perlu mengawasi agar Komcad tidak digunakan untuk mengatasi ancaman dalam negeri.
Peraturan Menteri Pertahanan yang sedang disusun untuk pelaksanaan teknis Komcad harus bisa mempertegas bahwa Komcad tidak akan dimobilisasi untuk mengatasi ancaman dalam negeri. Hal ini disampaikan pengamat pertahanan dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis (Lesperssi), Beni Sukadis, dan peneliti senior Imparsial, Al Araf, Senin (1/2/2021), di Jakarta.
Beni mengatakan, penggunaan Komcad yang merupakan sipil terlatih dalam menghadapi konflik dalam negeri, seperti terorisme dan separatisme, akan memicu konflik horizontal. Terkait mobilisasi ini yang harus dipertegas dalam Peraturan Menteri Pertahanan yang tengah disusun.
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara disebutkan bahwa Komcad bisa dimobilisasi untuk ancaman militer dan hibrida. ”Harus dipertegas Komcad ini bisa dimobilisasi dalam kondisi seperti apa? Jangan sampai mereka dimobilisasi untuk ancaman dalam negeri karena itu bisa memicu konflik horizontal,” kata Beni.
Permenhan sebaiknya mengatur lebih jelas dan tegas spektrum ancaman di mana Komcad dapat dimobilisasi.
Senada dengan Beni, peneliti senior Imparsial, Al Araf, mengatakan, Permenhan sebaiknya mengatur lebih jelas dan tegas spektrum ancaman di mana Komcad dapat dimobilisasi.
Dalam UU No 23/2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) disebutkan bahwa Komcad dapat dimobilisasi untuk ancaman militer dan ancaman hibrida. Cakupan ini terlalu luas sehingga bisa melebar pada ancaman dalam negeri. Jika komcad bisa dimobilisasi untuk ancaman dalam negeri, yang terjadi adalah pola pam swakarsa baru. Masyarakat akan dihadap-hadapkan dan rawan konflik horizontal.
”Seharusnya mobilisasi Komcad itu hanya untuk ancaman perang dengan negara lain,” kata Araf.
Awalnya merekrut ahli
Yang saya tahu, konsep awalnya seperti itu. Jadi, bukan pengangguran yang tiba-tiba direkrut untuk diberi pelatihan militeristik. Namun, mereka adalah orang-orang yang sudah bekerja di bidang masing-masing atau mahasiswa untuk memperkuat Sishankamrata.
Beni mengatakan, ia menjadi salah satu pihak yang dilibatkan dalam penyusunan aturan Komando Cadangan sejak 2010. Menurut dia, awalnya Komcad bertujuan merekrut orang-orang yang ahli di bidang tertentu. Misalnya, ahli teknologi informasi (IT), dokter, pilot, dan profesi lain untuk memperkuat pertahanan negara. Definisi Komcad tidak sesempit pasukan kombatan yang berasal dari sipil.
”Yang saya tahu, konsep awalnya seperti itu. Jadi, bukan pengangguran yang tiba-tiba direkrut untuk diberi pelatihan militeristik. Namun, mereka adalah orang-orang yang sudah bekerja di bidang masing-masing atau mahasiswa untuk memperkuat sishankamrata,” kata Beni.
Dengan konsep seperti itu, dalam sistem perekrutan pun, Kemenhan memiliki syarat dan ketentuan bagi para pelamar komcad. Para pelamar ini harus diseleksi baik fisik maupun tes psikologi. Dengan parameter itulah diharapkan calon yang lolos tidak akan menyalahgunakan wewenangnya. Ia mengatakan, kalaupun sistem perekrutan sudah ketat, tetap harus ada pengawasan yang melekat. Pengawasan itu bisa dilakukan oleh aparat organik di tingkat kota/kabupaten, yaitu kodim. Dengan pengawasan melekat seperti itu, apabila ada penyalahgunaan wewenang, masyarakat bisa meminta tanggung jawab kepada pengawas.
Al Araf juga menyoroti tentang subyek yang diatur dalam UU PSDN dan PP PSDN tersebut. Menurut dia, kriteria warga negara Indonesia usia 18-35 tahun terlalu luas. Apabila orang dengan usia tersebut lolos, tetapi setelah pelatihan militer tiga bulan dia tidak memiliki pekerjaan, bagaimana pemerintah akan mengawasi? Ini juga harus diantisipasi. Sebab, orang yang tidak memiliki pekerjaan, tetapi memiliki pengalaman pelatihan militer, berpotensi menyalahgunakan wewenangnya.
Urgensi
Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil A Simanjuntak, membantah pernyataan beberapa anggota DPR bahwa Komcad tidak ada urgensinya untuk dimulai saat ini (Kompas 1/2/2020).
Menurut Dahnil, jika dilihat dari sisi anggaran, hal ini tentu membutuhkan diskusi lebih lanjut. Menurut dia, alokasi anggaran untuk TNI masih menjadi prioritas Kemenhan. Akan tetapi, Komcad harus dilihat sebagai bagian dari sistem yang saling mendukung dengan TNI yang merupakan komponen utama.
”Jadi, sistem pertahanan semesta itu saling memperkuat antara komponen utama dan cadangan,” katanya.
Jadi, sistem pertahanan semesta itu saling memperkuat antara komponen utama dan cadangan.
Ia mengatakan, kedua komponen ini harus dilihat sebagai satu kesatuan. Selain itu, dengan prinsip Si vis pacem, para bellum, yaitu jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang, Komcad juga harus dipersiapkan ketika masa damai. ”Tidak ada yang tahu kalau tiba-tiba ada ancaman. Misalnya seperti sekarang, tiba-tiba ada Covid-19,” kata Dahnil.
Ia juga meyakinkan bahwa mulai dari perekrutan hingga mobilisasi dan demobilisasi akan diawasi dengan ketat. Secara garis besar, perekrutan dari Komcad setara dengan perekrutan prajurit TNI. Pendaftar yang berminat akan diseleksi dulu berdasarkan persyaratan yang ada, dilanjutkan dengan berbagai tes, seperti tes psikologi dan tes fisik. ”Ini, kan, tidak wajib, sukarela, tetapi tidak semua yang mendaftar diterima,” kata Dahnil.
Peserta yang diterima kemudian disalurkan ke TNI sesuai kebutuhan, yaitu ke masing-masing matra. Di satuan-satuan tersebut mereka kemudian dilatih dan kemudian bertugas. Dengan demikian, tidak saja tercatat, tetapi mereka dikenal per individu. ”Teknisnya memang belum final, masih terus digodok,” ujar Dahnil.