Setelah mengunjungi PBNU, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo melanjutkan silaturahminya ke PP Muhammadiyah. Sinergi dengan ormas keagamaan ini dinilai penting untuk menghadapi ancaman ekstremisme.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengunjungi Pimpinan Pusat Muhammadiyah setelah sehari sebelumnya mengunjungi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Selain bersilaturahmi, kunjungan tersebut untuk memperkuat kerja sama dan dukungan dalam menjalankan berbagai program Kapolri ke depan.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo tiba di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021) sore. Kapolri melakukan pertemuan bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan pimpinan wilayah Muhammadiyah, serta bersama kepala kepolisian daerah dan kepala kepolisian resor di seluruh Indonesia melalui sambungan Zoom.
”Selain bersilaturahmi, kami ingin bersinergi dengan PP Muhammadiyah. Banyak hal, kegiatan, dan program yang harus kami laksanakan ke depan dan tentunya kami akan lebih kuat kalau kami dibantu oleh PP Muhammadiyah,” kata Listyo.
Ia mengatakan, dalam dialog muncul hal-hal seperti tantangan adanya masyarakat yang terpapar ajaran radikal. Tantangan tersebut mesti dihadapi dengan menggunakan moderasi beragama dibandingkan pendekatan keras.
Menurut Listyo, jika ada rekan atau saudara yang tersesat, maka perlu diperbaiki dengan cara moderasi beragama. Sebab, semua agama mengajarkan kasih sayang. Untuk mereka yang sudah terlanjur melakukan tindak pidana, maka Polri akan menindak tegas.
Demikian pula terkait dengan penerapan protokol kesehatan, kata Listyo, Polri ingin bekerja sama dan dibantu PP Muhammadiyah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Dalam dialog terdapat masukan dari PP Muhammadiyah, antara lain agar Polri ke depan menjadi Polri yang adil, jujur, siap dikritik, dan transparan.
”Dan itu memang menjadi target kita untuk bisa memperbaiki dan kemudian mewujudkan hal-hal yang memang diharapkan masyarakat. Karena kami selalu berangkat dari potret kami di mata masyarakat seperti apa,” ujar Sigit.
Pam Swakarsa
Terkait dengan pemeliharaan keamanan dan ketertiban di masyarakat, Listyo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengamanan swakarsa bukan menghidupkan kembali pam swakarsa seperti tahun 1998. Pengamanan yang dimaksud adalah partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungannya ataupun satuan pengamanan yang ada di lingkungan perusahaan.
Dengan adanya pam swakarsa yang terkoordinasi dengan Polri, diharapkan nantinya Polri dapat melakukan respons cepat jika sewaktu-waktu terjadi gangguan keamanan.
”Pertumbuhan ekonomi akan bisa berjalan dengan baik kalau stabilitas kamtibmas bisa kita jaga. Dan itu adalah salah satu modal yang bisa kita kerjakan dengan bersinergi dengan seluruh stakeholder yang ada,” kata Sigit.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, banyak usulan yang diberikan kepada Kapolri. Pada intinya PP Muhammadiyah mendukung program-program Kapolri, terutama program yang berkaitan dengan moderasi beragama. ”Pak Kapolri menyatakan bahwa moderasi itu adalah program yang akan beliau kembangkan, bukan program deradikalisasi,” kata Mu’ti.
Menurut Mu’ti, PP Muhammadiyah mendukung Kapolri agar melakukan pendekatan yang lebih humanis dan yang lebih merakyat. Bahkan, PP Muhammadiyah mengusulkan sebuah semboyan baru bagi Polri, yaitu Polri Sahabat Umat.
Bertemu PBNU
Sehari sebelumnya, Listyo mengunjungi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di kantor PBNU, Jakarta Pusat. Listyo bersama Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dan pengurus PBNU melakukan pertemuan selama sekitar satu jam.
Said mengatakan, dirinya mengenal Listyo secara pribadi sejak Listyo menjabat sebagai Kepala Kepolisian Sektor Pati, Kapolres Solo, Kapolda Banten, hingga saat ini. Dengan demikian, secara pribadi Listyo bukanlah sosok yang asing.
’Dan selama saya kenal beliau adalah perwira polisi yang profesional. Selama ini yang saya tahu beliau sangat hormat dengan para ulama dan kiai,’ kata Said.
Menurut Said, PBNU mendukung program-program Kapolri ke depan. PBNU juga berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dengan Polri dalam rangka merawat, menjaga, dan mengawal keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam kunjungan ke PBNU tersebut, Listyo mengatakan, program Polri ke depan tidak akan bisa dilakukan tanpa dukungan dan partisipasi dari masyarakat. Dengan dukungan dari PBNU, diharapkan program Polri untuk menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dilakukan dengan lebih baik.
’Terima kasih sekali lagi kepada seluruh pimpinan NU Pusat dan tadi kita diberikan akses sampai dengan cabang untuk bisa bersinergi. Itu tentunya akan terus kita pelihara dan kita kembangkan dalam rangka memberikan rasa aman terhadap masyarakat,’ ujar Listyo.
Tantangan ekstremisme
Secara terpisah, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos berpandangan, Polri sudah sepatutnya bersinergi dan bekerja sama dengan dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni NU dan Muhammadiyah. Sebab, selain basis massa yang besar, secara historis NU dan Muhammadiyah sudah lahir jauh sebelum kemerdekaan RI.
Secara khusus, menurut Bonar, Polri memerlukan dukungan dan kerja sama dari NU dan Muhammadiyah untuk menghadapi tantangan berupa intoleransi dan ekstremisme untuk menjaga keutuhan NKRI. Jika intoleransi dan ekstremisme tersebut bersumber dari tafsir teologi yang keras, maka yang lebih dibutuhkan adalah peran pemimpin agama untuk memberikan pemahaman.
”Saya melihat di situ ada pembagian kerja yang memang harus diperkuat antara Polri sebagai penegak hukum dengan NU dan Muhammadiyah sebagai ujung terdepan dalam melakukan moderasi dan penyebaran paham-paham yang moderat dan ramah,” kata Bonar.