Donor plasma konvalesen untuk terapi pemulihan Covid-19 dijadikan gerakan nasional. Saat ini lebih dari 745.000 orang sembuh dari Covid-19 di Indonesia sehingga banyak orang berkesempatan menjadi donor plasma.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Palang Merah Indonesia mendorong para penyintas Covid-19 mendonorkan plasma darahnya untuk membantu menyelamatkan pasien-pasien Covid-19. Transfusi plasma konvalesen diharapkan bisa menurunkan angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia dan mengatasi persoalan penuhnya rumah sakit saat ini.
Terapi plasma konvalesen sudah digunakan di Indonesia sebagai terapi tambahan pasien Covid-19 dengan gejala berat dan kritis. Sejak Mei 2020, Palang Merah Indonesia (PMI) bekerja sama dengan Lembaga Eijkman sudah mendistribusikan lebih dari 7.680 plasma darah ini.
Dari penelitian PMI, Kementerian Kesehatan, dan beberapa rumah sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Malang, efikasi plasma konvalesen berkisar 60-90 persen. Bahkan, menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, di Rumah Sakit Syaiful Anwar Malang, terapi plasma konvalesen pada pasien Covid-19 berat sukses 100 persen. Adapun pada pasien kritis, keberhasilannya 85 persen.
Namun, sejauh ini masih sangat sedikit penyintas yang mendonorkan plasma darahnya. Ketua Umum PMI Jusuf Kalla menyebutkan, dalam sehari, hanya 40 konvalesen yang didonorkan, sedangkan kebutuhannya setidaknya 200 per hari. Sebanyak 60 alat apheresis juga sudah ada di 31 unit donor darah (UDD) dari 235 UDD PMI di Indonesia.
Terkait hal tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengajak para penyintas Covid-19 untuk mendonorkan plasma konvalesen dan membantu pasien Covid-19 yang saat ini tengah dirawat di rumah sakit.
”Dalam kondisi sekarang ini, solidaritas tinggi sangat diperlukan di masyarakat. Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain,” kata Wapres Amin dalam pencanangan gerakan nasional donor plasma konvalesen yang dilangsungkan secara daring, Senin (18/1/2021).
Hadir dari Kantor Pusat PMI antara lain Ketua Umum PMI Jusuf Kalla, Menko PMK Muhadjir Effendy, serta Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga hadir dari UDD PMI Pusat sembari mendonorkan plasma konvalesennya.
Karena penyintas hanya berkesempatan mendonorkan plasma darahnya sampai tiga bulan pascasembuh, Wapres Amin juga mengingatkan supaya ada dukungan sistem data yang terintegrasi antara rumah sakit dan PMI. Dengan demikian, diketahui data penyintas Covid-19 yang berpotensi menjadi calon donor.
Mengingat saat ini sudah lebih 745.000 orang sembuh dari Covid-19 di Indonesia, banyak orang berkesempatan untuk menjadi pendonor plasma. ”Kesempatannya (orang yang memiliki peluang untuk donor) banyak. Sepuluh persen saja penyintas yang donor sudah cukup,” ungkap Kalla.
Sejauh ini, donor plasma konvalesen memerlukan persyaratan tertentu. Pendonor antara lain berusia 18-60 tahun dengan berat badan minimal 55 kg, bebas dari penyakit sifilis, hepatitis B dan C, serta HIV/AIDS. Selain itu, dilakukan pemantauan kondisi antibodi yang dilakukan sehari sebelumnya. Plasma darah dari penyintas yang mengandung antibodi terhadap virus SARS-CoV-2 kemudian diberikan kepada pasien Covid-19.
Ke depan, tambah Bambang Brodjonegoro, tim dari Lembaga Eijkman yang dipimpin Prof David Handojo Muljono meneliti kadar antibodi plasma darah yang akan diberikan kepada penderita. Sejauh ini, pengukuran kadar antibodi masih melalui standar yang rumit dan memerlukan laboratorium BSL-3. Namun, saat ini dikembangkan metode yang lebih sederhana dan cepat serta tak memerlukan lab BSL-3 untuk mengukur kadar antibodi SARS-CoV-2 tersebut.
Terapi plasma konvalesen sebelumnya juga pernah dilakukan untuk mengatasi penyakit ebola pada 2014, wabah SARS pada 2003, H1N1 pada 2009-2010, dan MERS-CoV pada 2012. Untuk pasien Covid-19, terapi plasma konvalesen juga diterapkan di China, Argentina, dan Amerika Serikat. Food and Drug Administration (FDA) AS bahkan telah mengizinkan penggunaan plasma konvalesen sebagai salah satu terapi bagi penderita Covid-19 pada Agustus 2020.
Di Indonesia, Muhadjir mengatakan, pemerintah akan meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mempercepat sertifikasinya. Namun, tentu saja, percepatan ini tidak berarti melangkahi prosedur yang semestinya dikerjakan. ”Kementerian Kesehatan, PMI, dan BPOM akan bergerak bersama untuk gerakan ini,” katanya.
Di sisi lain, Muhadjir menyebutkan sudah meminta Menteri Kesehatan untuk mengalokasikan anggaran untuk menambah alat apheresis serta berkoordinasi dengan PMI. Sebab, sejauh ini alat apheresis umumnya lebih banyak di Jakarta dan Surabaya. Untuk memfasilitasi penyintas yang berada di daerah lain, alat apheresis perlu ditambah.
”Jadi, di samping mengetuk keikhlasan para penyintas yang sudah selamat dari Covid-19, kita akan benahi semua bersama PMI, termasuk perangkat yang diperlukan,” ujar Muhadjir.
Jusuf Kalla yang juga Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI menambahkan, upaya mencegah warga yang masih sehat dilakukan dengan vaksinasi. Namun, untuk membantu penderita Covid-19, para penyintas bisa melakukan sesuatu. Terlebih lagi, setiap penyintas bisa menolong dua sampai tiga orang.
”Jadi, ini amalannya luar biasa. Duduk satu jam saja (untuk donor apheresis) bisa menyelamatkan sampai tiga nyawa,” ujar Kalla.
Sementara itu, Wapres Amin juga mengingatkan vaksinasi yang sudah dimulai tidak bisa serta-merta mengakhiri pandemi Covid-19. Masyarakat tetap harus memastikan protokol kesehatan 4M dijalankan. Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan tetap perlu dilakukan untuk mencegah penularan.
Di sisi lain, pemerintah tetap harus melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment) secara optimal. Para pemimpin daerah, pemuka agama, dan tokoh masyarakat pun diminta untuk memberi teladan supaya seluruh masyarakat mengadopsi perilaku hidup sehat.