Vaksin Covid-19 Aman
Sebelum menerbitkan izin penggunaan di masa darurat, BPOM akan memastikan keamanan dan efikasi vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Untuk itu, BPOM terus kawal penyediaan vaksin Covid-19, termasuk keamanan vaksin.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan akan memastikan keamanan dan efikasi vaksin Covid-19 produksi Sinovac sebelum menerbitkan izin penggunaan di masa darurat atau EUA. Sejauh ini, baru keamanan yang bisa dipastikan, sedangkan efikasi vaksin masih menunggu hasil analisis uji klinis fase ketiga.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Badan POM Lucia Rizka Andalusia meyakinkan BPOM terus mengawal penyediaan vaksin Covid-19, termasuk memastikan mutu dan keamanan vaksin. Hal ini disampaikannya dalam keterangan pers secara daring dari Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/1/2021).
Sebanyak 3 juta dosis vaksin buatan Sinovac yang tiba 6 Desember dan 31 Desember 2020 juga dipastikan mutu dan keamanannya melalui sampling dan pengujian sejak dari bandara. Pengecekan kesesuaian dokumen dan suhu dalam envirotainer juga dilakukan.
Baca juga : Penerimaan Kunci Vaksinasi
Setidaknya, saat ini BPOM telah menerbitkan lot release untuk 1,2 juta dosis vaksin yang tiba 6 Desember 2020. Lot release ini adalah evaluasi yang disyaratkan Organisasi Kesehtan Dunia (WHO) untuk dilakukan otoritas obat setiap negara untuk menjamin mutu setiap batch obat/vaksin yang tiba. Pengujian untuk menerbitkan lot release ini dilakukan di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan BPOM.
Saat ini BPOM telah menerbitkan lot release untuk 1,2 juta dosis vaksin yang tiba 6 Desember. Lot release ini adalah evaluasi yang disyaratkan WHO untuk dilakukan otoritas obat setiap negara untuk menjamin mutu setiap batch obat/vaksin yang tiba. Pengujian untuk menerbitkan lot release ini dilakukan di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan BPOM.
Terkait penerbitan persetujuan penggunaan vaksin (EUA), BPOM juga menggunakan data dari industri farmasi secara bertahap. Ini untuk mempercepat proses. Data ini, antara lain, data dukung keamanan, khasiat, dan mutu yang disampaikan industri farmasi pendaftar dari hasil penelitian dan pengembangan produk vaksin termasuk uji klinisnya.
Sejauh ini, menurut Rizka, BPOM telah mengevaluasi data uji preklinis, data uji klinis tahap satu dan dua untuk menilai keamanan dan respons imun dari penggunaan vaksin, serta data uji klinis fase ketiga yang dipantau dalam periode satu bulan setelah pemberian dosis kedua.
Sesuai persyaratan WHO, minimal pengamatan dilakukan sampai 3 bulan untuk interim analisis. Ini digunakan untuk mendapat data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data pendukung penerbitan EUA.
Keamanan vaksin dipantau secara periodik pada subyek uji klinik, yakni 30 menit setelah penyuntikan, pemantauan ketat selama 14 hari pertama, serta 3 bulan dan 6 bulan setelah penyuntikan.
Adapun khasiat vaksin, sesuai standar WHO, harus dibuktikan dengan beberapa parameter, yakni efikasi dan imunogenisitas.
Efikasi adalah parameter yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subyek yang menerima vaksin dibanding yang menerima plasebo.
Adapun imunogenisitas-parameter pengganti atau surrogate endpoint yang diperoleh berdasarkan pengukuran kadar antibodi yang terbentuk setelah orang disuntik. Di sini, diketahui kemampuan antibodi yang terbentuk dalam menetralkan atau membunuh virus. Pengukuran ini dilakukan dua minggu setelah dosis terakhir diberikan serta tiga bulan dan enam bulan kemudian.
Vaksin Covid-19 ini diberikan dalam dua dosis untuk setiap orang. Dosis kedua diberikan di hari ke-14.
”Setelah mendapatkan data tersebut, maka dapat diberikan persetujuan penggunaan atau EUA. Sementara untuk efektivitas vaksin, kita akan terus pantau kemampuan vaksin dalam menurunkan kejadian di masyarakat dalam jangka waktu lama,” tutur Rizka.
Tunggu efikasi vaksin
Efektivitas vaksin diukur setelah digunakan secara luas di masyarakat. Untuk menerbitkan EUA, BPOM masih menunggu penyelesaian analisis uji klinis tahap ketiga di Bandung. Analisis ini untuk mengonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin Covid-19 (coronavac).
Selain data tersebut, BPOM juga akan menggunakan data uji klinik di negara lain seperti Brasil dan Turki. Untuk penggunaan pada orang berusia di atas 60 tahun, BPOM juga akan menggunakan hasil uji klinik di Brasil yang menerapkan vaksin pada lansia.
Terkait mutu, BPOM juga sudah mengevaluasi hasil pengawasan, mulai dari bahan baku, proses pembuatan, sampai menjadi produk jadi. Proses penilaian mutu vaksin yang diterapkan berlaku secara internasional.
Salah satunya pemantauan dilakukan dengan inspeksi langsung ke sarana produksi coronavac. Berdasarkan hasil evaluasi mutu yang telah dilakukan, BPOM memastikan vaksin ini tidak mengandung bahan-bahan berbahaya seperti pengawet, boraks, dan formalin.
”Apabila berdasarkan hasil evaluasi tersebut dinyatakan vaksin memenuhi keamanan, mutu, dan kemanfaatan jauh lebih besar dari risiko, tentu EUA akan segera diterbitkan,” tutur Rizka
Selain EUA, BPOM juga memastikan setiap vaksin yang didistribusikan ke sejumlah wilayah di Indonesia tetap terjaga kualitasnya. Karena itu, pengawasan dan pemantauan juga dilakukan UPT BPOM wilayah terhadap sarana industri instalasi farmasi provinsi, kabupaten/kota, dan sarana pelayanan kesehatan. Pemantauan ini dilakukan dengan sampling berbasis risiko.
Vaksin Sinovac ini harus disimpan dalam suhu 2-8 derajat celsius. Apabila tidak disimpan dengan suhu yang sesuai, vaksin rentan rusak.
Vaksin Sinovac ini harus disimpan dalam suhu 2-8 derajat celsius. Apabila tidak disimpan dengan suhu yang sesuai, vaksin rentan rusak.
Adapun program vaksinasi akan dimulai untuk 1,3 juta tenaga kesehatan terlebih dahulu. Baru di tahap kedua, vaksinasi dilakukan untuk 17,4 juta petugas publik. Secara keseluruhan, vaksinasi yang dijadwalkan selama 15 bulan ini akan menyasar 181,5 juta orang.
Untuk mempersiapkan program vaksinasi, SMS blast sudah disebar untuk tenaga kesehatan sejak beberapa hari lalu. SMS blast dari pengirim beridentitas Peduli Covid ini terintegrasi dengan apliasi PeduliLindungi.
Dijamin pemerintah
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan dr Nadia Tarmizi memastikan, keamanan data penerima vaksin dijamin pemerintah dan pengelolaannya berdasarkan peraturan dan perundang-undangan. Data pribadi hanya bisa digunakan untuk keperluan penanganan Covid-19.
Kendati demikian, setelah mendapatkan pemberitahuan melalui pesan singkat tersebut, calon penerima vaksinasi perlu melakukan verifikasi dan registrasi. Hal ini dilakukan untuk memastikan status kesehatan dan memilih tempat serta jadwal vaksinasi. Beberapa pertanyaan seperti penyakit penyerta yang diderita juga akan diverifikasi dalam registrasi ulang ini.
Untuk daerah yang terkendala jaringan atau penerima yang tidak registrasi ulang, verifikasi akan dilakukan Satgas Covid-19 kecamatan.
”Rencana vaksinasi dengan sasaran 181,5 juta orang adalah momentum dan pembawa harapan baru dalam mengakhiri Covid-19. Ini sangat penting, bukan hanya untuk melindungi tenaga kesehatan sebagai individu, melainkan juga keluarga mereka, keluarga pasien, dan masyarakat luas,” tuturnya.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro juga meyakinkan para tenaga kesehatan untuk segera mengikuti program vaksinasi. ”Saat perlindungan sudah ada di depan mata, kita harus segera ambil, tidak perlu menunggu atau menunda dengan sengaja,” tuturnya.
Keselamatan diri, rekan sejawat dan kolega, serta masyarakat harus diutamakan untuk menunaikan janji dan sumpah sebagai tenaga kesehatan. Vaksinasi adalah cara untuk melindungi diri tersebut.
Vaksin berplatform virus yang dinonaktifkan (inactivated virus) seperti yang diterapkan pada vaksin buatan Sinovac dinilai akan aman.
MUI pada 2016 telah menerbitkan fatwa yang menyebutkan imunisasi atau vaksinasi adalah ikhtiar untuk mewujudkan imunitas dan mencegah penyakit tertentu. Kumpulan ulama dunia juga berpendapat serupa dengan MUI. Islamic advisory group (IAG) juga menyatakan semua vaksinasi sesuai ajaran agama.
Sebab, penelitian sampai uji klinis tahap ketiga didampingi para ahli. Vaksin juga lulus uji klinis fase satu dan dua yang menunjukkan vaksin aman.
Baca juga : Vaksinasi Covid-19
Selain itu, pembuatan vaksin dengan metode inactivated virus sudah diterapkan sejak zaman dulu, baik vaksin rabies maupun vaksin polio. Bahkan, vaksin polio buatan Bio Farma yang kemudian membebaskan Afrika dari polio juga berbasis inactivated virus.
Program imunisasi atau vaksinasi juga sejak lama dibolehkan bahkan dianjurkan para ulama. MUI pada 2016 telah menerbitkan fatwa yang menyebutkan imunisasi atau vaksinasi adalah ikhtiar untuk mewujudkan imunitas dan mencegah penyakit tertentu. Kumpulan ulama dunia juga berpendapat serupa dengan MUI. Islamic advisory group (IAG) juga menyatakan semua vaksinasi sesuai ajaran agama.
Untuk vaksin Covid-19, ulama Mesir dan Uni Emirat Arab, kata Reisa, sudah memperbolehkan vaksinasi. Bahkan, Putra Mahkota Arab Saudi dan Gubernur Mekkah sudah menerima vaksin. Selain Presiden Joko Widodo, para pimpinan IDI dan pimpinan Persatuan Perawat Indonesia juga siap menjadi barisan pertama untuk vaksinasi.
Sembari menanti vaksinasi rampung dan kekebalan komunitas terbentuk, dr Nadia pun mengingatkan masyarakat untuk terus menerapkan protokol kesehatan. Menggunakan masker, menjaga jarak, dan sering mencuci tangan harus terus dilakukan. Sementara itu, pemerintah akan terus melengkapi dengan 3T, telusur, tes, dan tindakan.