Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghadapi tantangan yang tak mudah. Mengawali kepemimpinannya, ia menemui sejumlah ulama.
Oleh
Rini Kustiasih/Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa peristiwa belakangan ini dinilai telah menciptakan friksi di kalangan umat beragama. Menteri Agama baru Yaqut Cholil Qoumas diharapkan dapat memperkuat kembali kerukunan di antara umat, yang kini kian mendesak untuk dilakukan.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra saat dihubungi, Sabtu (26/12/2020), mengatakan, pekerjaan utama menteri agama ialah memperkuat kembali kerukunan di antara umat yang beragama sama, kerukunan umat berbeda agama, dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.
”Yang paling mendesak sekarang ialah memperkuat kerukunan sesama umat Islam. Kasus Pemimpin Front Pembela Islam Muhammad Rizieq Shihab telah menciptakan friksi yang lebar di antara umat Islam. Bahkan, muncul anggapan di sebagian Muslim bahwa pemerintah tidak adil,” tutur Azra.
Pekerjaan utama Menteri Agama ialah memperkuat kembali kerukunan di antara umat yang beragama sama, kerukunan umat berbeda agama, dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah.
Tugas tersebut sebenarnya sesuai dengan visi-misi Yaqut sebagai Menteri Agama (Menag) yang menyatakan komitmennya terhadap inklusivitas Kementerian Agama (Kemenag) dan pentingnya sikap toleransi. Seperti diungkapkan saat serah terima jabatan pada Rabu, ia menegaskan, tidak boleh ada perbedaan perlakuan dan diskriminasi bagi semua agama di Indonesia. Ia ingin mewujudkan agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi.
Dengan polarisasi di masyarakat yang kian meruncing, Azra berpendapat, inklusivitas jangan hanya menjadi slogan. Inklusivitas harus ditunjukkan dengan cara Kemenag mengambil inisiatif berdialog secara inklusif dengan pimpinan ormas besar. Ormas pun perlu membuka diri. Dengan demikian, satu per satu permasalahan agama di Indonesia dapat diselesaikan.
Dalam dua hari terakhir, Yaqut melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Jawa Tengah. Ia mendatangi tokoh-tokoh ulama. Pertama kali, Yaqut mengunjungi Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Mustofa Bisri, di Rembang, Jateng, pada Jumat (25/12). Mustofa Bisri atau Gus Mus merupakan paman dari Menag.
Inklusivitas harus ditunjukkan dengan cara Kemenag mengambil inisiatif berdialog secara inklusif dengan pimpinan ormas besar.
Setelah itu, Yaqut meneruskan perjalanan ke Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, yang dulu diasuh almarhum KH Maimoen Zubair, dan kini diteruskan oleh anak-anaknya; serta Pondok Pesantren LP3iA, Narukan, Rembang, yang diasuh KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.
Mencintai Indonesia
Sebelum berkunjung kepada tokoh-tokoh ulama itu, Yaqut berziarah ke makam kakeknya, KH Bisri Mustofa. Rangkaian kegiatan kunjungan atau sowan ke sejumlah tokoh itu disebutnya untuk meminta nasihat dan arahan dari tokoh serta ulama tentang hal-hal apa yang seharusnya dilakukan Kemenag untuk kemajuan bangsa.
Saat bertemu Gus Mus, Menag mendapatkan dua pesan. ”Yang pertama tentunya harus amanah, menghindari perilaku korupsi dan kolusi. Yang kedua beliau berpesan untuk merangkul siapa saja agar memiliki perasaan yang sama terhadap Indonesia. Tidak penting latar belakangnya apa, kelompok, agama, dan ras apa. Semua kita ajak untuk bersama-sama mencintai Indonesia,” papar Yaqut.
Dengan mencintai Indonesia, menurut dia, cita-cita pemerintah untuk menjadikan negara ini lebih baik akan lebih mudah dicapai.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, tantangan yang dihadapi Yaqut tidak ringan. Kemenag harus lebih mengedepankan aspek preventif, persuasif, mediasi, dan membuat sistem peringatan dini yang dapat mendeteksi potensi konflik intra dan antarumat beragama.