Melihat lonjakan kasus pasca-cuti bersama pada Agustus dan akhir Oktober lalu, Ikatan Dokter Indonesia menyarankan agar keputusan cuti bersama akhir tahun dikaji ulang. Pemerintah belum memutuskan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan jumlah kasus Covid-19 selama beberapa pekan ke depan akan menjadi dasar untuk menentukan cuti bersama akhir tahun 2020. Namun, melihat lonjakan kasus pasca-cuti bersama pada Agustus dan akhir Oktober lalu, Ikatan Dokter Indonesia menyarankan agar keputusan cuti bersama itu dikaji ulang, bahkan kalau perlu dibatalkan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Tjahjo Kumolo melalui pesan singkat kepada Kompas di Jakarta, Senin (16/11/2020), mengatakan, hingga saat ini belum ada perubahan keputusan terkait cuti bersama akhir tahun yang akan jatuh pada 28-31 Desember 2020.
Ia masih menunggu keputusan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dan Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah.
”Menunggu bagaimana keputusan Menko PMK bersama Menaker,” ujar Tjahjo.
Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo menyampaikan, jika kenaikan kasus Covid-19 signifikan beberapa pekan ke depan, Satgas akan merekomendasikan kepada pemerintah agar libur panjang di akhir tahun dipersingkat atau ditiadakan.
Tjahjo sependapat dengan rencana rekomendasi tersebut.
Ia pun menegaskan, pemerintah akan memperhatikan keputusan Satgas Covid-19 terkait cuti bersama akhir tahun.
”Sependapat. Kita lihat gelagat perkembangan Covid-19. Prinsip liburan akhir tahun harus perketat protokol kesehatan,” ucap Tjahjo.
Liburan dibatasi
Wali Kota Bogor, sekaligus Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor, Bima Arya mengatakan, liburan panjang Oktober lalu telah berdampak pada kenaikan jumlah penderita Covid-19.
Dalam dua hari terakhir (14-15/11/2020), kasus positif harian di Kota Bogor mencapai 97 kasus. Kemudian dalam periode 22 Oktober hingga 12 November, ada 538 kasus positif di Kota Bogor. Dari angka itu, 12 persen terpapar saat masa liburan panjang dan 40 persen ketika liburan di dalam kota. Sisanya, karena transmisi lokal keluarga.
”Efek liburan panjang menjadi penyebabnya. Kami memprediksi dalam beberapa hari ke depan angka kasus positif masih akan naik,” kata Bima.
Peningkatan kasus sebagai efek liburan panjang itu akan menjadi bahan evaluasi pihaknya menghadapi libur panjang akhir tahun.
Menurut dia, pengawasan protokol kesehatan di tempat-tempat hiburan dan tempat wisata harus lebih diperketat karena potensi pengabaian protokol kesehatan masih sangat tinggi. ”Pelajaran ini (libur panjang) diambil sebagai dasar untuk membuat keputusan yang lebih tegas,” katanya.
Namun, tak hanya itu, peningkatan kasus hendaknya dijadikan pula bahan evaluasi pemerintah pusat. Liburan panjang ke depan, menurut dia, sebaiknya dibatasi. ”Artinya harus ada kesepakatan bersama antarmenteri untuk membatalkan (kesepakatan cuti bersama),” ujar Bima.
Usulan IDI
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih juga mengusulkan agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan cuti bersama akhir tahun. Bahkan, jika memungkinkan, kebijakan tersebut dibatalkan.
”IDI menyarankan seperti itu, ditambah pengalaman libur bersama Agustus dan Oktober, tampak memicu penularan lebih tinggi,” katanya.
Daeng berpendapat, liburan dan cuti bersama memicu mobilitas penduduk lebih besar dan memicu kegiatan-kegiatan yang cenderung berkerumun. Mobilitas tinggi dan berkerumun sangat berisiko terhadap penularan Covid-19. Terlebih masih banyak yang abai terhadap protokol kesehatan.
Jika keputusan cuti bersama tetap dipertahankan pemerintah, dan berimbas pada peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang lebih tinggi, ia khawatir rumah sakit dan tenaga kesehatan tak mampu mengatasinya. Hal itu harus menjadi pertimbangan pemerintah.
”Itu dampak ikutan yang kami khawatirkan,” ujarnya.