Pengaturan Koridor Perjalanan agar Segera Diwujudkan
Presiden Jokowi pada KTT ke-37 ASEAN yang digelar virtual menyambut baik rencana Deklarasi Kerangka Pengaturan Koridor Perjalanan ASEAN. Untuk realisasinya, jalur cepat sementara dan protokol kesehatan perlu disiapkan.
Oleh
Nina Susilo
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyambut baik rencana Deklarasi Kerangka Pengaturan Koridor Perjalanan pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-37 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN. Untuk merealisasikan hal tersebut, rincian terkait jalur cepat sementara, protokol kesehatan, pemanfaatan platform digital terintegrasi di kawasan, dan sejumlah hal lainnya perlu disiapkan dan diterapkan secara ketat.
Hal ini disampaikan dalam pidato Presiden Joko Widodo di sidang pleno KTT ke-37 ASEAN yang diselenggarakan secara virtual. Pengaturan koridor perjalanan (TCA) ASEAN tersebut sebelumnya diusulkan Presiden Jokowi dalam KTT ke-36 ASEAN pada 26 Juni 2020.
Oleh karena itu, TCA tidak boleh hanya sekadar diimplementasikan, tetapi perlu ada persiapan secara detail dan ketat. Dewan Koordinasi ASEAN dan Badan Sektoral ASEAN perlu bergerak cepat dan efisien untuk ini. Beberapa yang harus segera direalisasikan adalah pembentukan jalur cepat sementara (temporary fast lane), protokol kesehatan saat keberangkatan dan kedatangan, pemanfaatan platform digital yang terintegrasi di kawasan, penentuan port of entry, serta ketentuan protokol kesehatan yang ketat.
”Saya harap ASEAN TCA ini dapat segera dioperasionalisasikan pada kuartal pertama tahun depan. Pengaturan tersebut akan memunculkan optimisme bahwa kegiatan ekonomi kita secara bertahap dapat diaktifkan kembali dengan secara disiplin menerapkan protokol kesehatan. Rakyat kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Mereka ingin melihat kawasan kita segera bangkit,” kata Presiden Jokowi dalam pidatonya dalam Pleno KTT ke-37 ASEAN dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/11/2020).
Rakyat kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi, mereka ingin melihat kawasan kita segera bangkit.
Selain itu, Presiden Jokowi juga optimistis dengan penandatanganan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). RCEP ditandatangani setelah negara-negara ASEAN bernegosiasi selama kurang lebih 8 tahun. ”Kita harus buktikan bahwa integrasi ekonomi yang sangat besar ini akan membawa manfaat bagi rakyat kita,” kata Presiden yang didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Wakil Tetap RI untuk ASEAN Ade Padmo Sarwono.
Menurut rencana, RCEP ditandatangani pada Minggu (15/11/2020) oleh sepuluh pemimpin negara ASEAN dan lima negara mitra, yakni China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. RCEP akan menjadi kesepakatan dagang terbesar dunia yang mewakili hampir sepertiga jumlah penduduk dunia dan 29 persen produk domestik bruto global.
Selain itu, Presiden Jokowi juga mengingatkan pentingnya peran ASEAN dalam menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan. Di tengah rivalitas dua kekuatan besar dunia, sangat normal apabila masing-masing ingin menarik ASEAN untuk berpihak. Namun, ASEAN harus solid, menjaga keseimbangan, dan terus memperkokoh kerja sama yang saling menguntungkan. ASEAN juga perlu menyampaikan pesan pentingnya kepada para mitra untuk menghormati Treaty of Amity and Cooperation serta terus menyampaikan pesan penting terkait penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982.
”Dengan soliditas dan komitmen kuat untuk memajukan kerja sama inklusif, maka ASEAN tidak akan terjebak di antara rivalitas tersebut dan ASEAN akan dapat memainkan peran sentralnya dalam pengembangan kerja sama kawasan. Tentunya hal ini bukan merupakan hal mudah. Tapi, saya yakin, dengan soliditas dan komitmen kuat, kita akan dapat menjalankannya,” tutur Presiden menambahkan.
Ide Indonesia yang positif
Secara terpisah, praktisi dan pengajar Hubungan Internasional Synergy Policies, Dinna Prapto Raharja, menilai Pengaturan Koridor Perjalanan ASEAN adalah ide Indonesia yang positif. ”Tujuannya memberi kerangka agar secara bilateral antarnegara anggota ASEAN bisa disepakati jalur pergerakan barang dan orang seperti apa yang bisa dibuka atau segera dibuka, dengan kondisi seperti apa yang bisa diterima kedua belah pihak,” tutur Dinna.
Adapun terkait RCEP, Dinna pun menyebutnya sebagai angin segar terhadap kecenderungan proteksionisme di tingkat global. RCEP bisa meredam potensi hambatan nontarif dari sesama negara anggota RCEP. Oleh karenanya, RCEP, khususnya pada penetrasi pelaku pasar Indonesia ke pasar-pasar negara anggota RCEP, perlu segera diimplementasikan. Jika RCEP masih tertunda di tataran implementasi, peluang penetrasi ke sektor usaha di sejumlah negara anggota bisa kalah dengan revitalitasi hubungan bilateral AS dengan sekutu-sekutunya. Apalagi, mitra ASEAN di RCEP ini termasuk Australia, Korea Selatan, dan Jepang yang merupakan sekutu AS.
Dalam KTT ke-37 ini, Vietnam menjadi tuan rumah. KTT terdiri atas tujuh belas sesi yang dihadiri sepuluh pemimpin negara ASEAN dan delapan pemimpin negara mitra ASEAN. Kamis ini, Presiden Jokowi mengikuti lima sesi KTT melalui konferensi video, yakni Pleno KTT ke-37 ASEAN, KTT ke-23 ASEAN dengan RRT, KTT ke-21 ASEAN dengan Korea Selatan, KTT ke-23 ASEAN dengan Jepang, serta KTT ke-17 ASEAN dengan India.
KTT ke-37 ASEAN ini juga akan membahas langkah bersama untuk mencegah dampak yang lebih luas dari pandemi Covid-19 bagi kawasan. Prioritas kerja sama di 2021 terkait keberadaan dan produksi vaksin.
Tujuannya memberi kerangka agar secara bilateral antarnegara anggota ASEAN bisa disepakati jalur pergerakan barang dan orang seperti apa yang bisa dibuka atau segera dibuka, dengan kondisi seperti apa yang bisa diterima kedua belah pihak.
Sejauh ini, menurut Dinna, kerja sama ASEAN mengatasi pandemi sudah dilakukan dengan pembentukan ASEAN COVID-19 Response Fund, the Regional Reserve of Medical Supplies, the Standard Operating Procedures, and an ASEAN Comprehensive Recovery Plan. Semua kegiatan ini pada dasarnya memberi kerangka agar badan-badan sektoral di ASEAN bisa berkomunikasi satu dengan lainnya terkait penanganan pandemi. Akan tetapi, kegiatan ini dinilai lebih banyak simbolik ketimbang memengaruhi kebijakan penanganan pandemi di tiap negara dan lebih untuk menggerakkan mitra-mitra dialog ASEAN untuk bergerak membantu ASEAN daripada ASEAN saling membantu satu sama lain.
ASEAN COVID-19 Response Fund, misalnya, bergantung pada mitra ASEAN Plus Three, yakni Jepang, China, dan Korea Selatan, sedangkan dana dari ASEAN sebenarnya minim. Mekanisme pengambilan dana pun butuh proses untuk disepakati 10 negara. Karena itu, sulit bergerak cepat dan harus melalui birokrasi pemerintah pusat via kementerian luar negeri.
Adapun Kerangka Pemulihan ASEAN (ASEAN Recovery Framework) juga bersifat sangat luas. Adakalanya, apa yang dilihat penting oleh suatu negara tidak dianggap penting negara lain. Karena itu, kerangka kerja ini masih perlu dirinci menjadi instrumen dan prosedur sebelum mempunyai makna riil bagi masyarakat.