Menanti Lompatan Besar Pemuda
Memperingati Sumpah Pemuda, "Kompas" mewawancarai Menpora Zainudin Amali. Salah satunya, ia menyampaikan peran penting pemuda dalam mengatasi persoalan bangsa. Apa pesan lain dari Menpora? Simak petikan wawancaranya.
“Sejarah dunia adalah sejarah orang muda. Jika angkatan muda mati rasa, maka matilah semua bangsa.”
Pesan sastrawan Pramoedya Ananta Toer ini bukanlah isapan jempol belaka. Setiap lompatan sejarah Indonesia nyatanya tak terlepas dari gerakan pemuda. Sebut saja, di antaranya Sumpah Pemuda (1928), Kemerdekaan (1945), dan Reformasi (1998).
Kini, pasca-reformasi, pemuda Indonesia dihadapkan pada tantangan yang sebetulnya tak jauh berbeda dengan masa-masa perjuangan itu. Jika dahulu mereka berhadapan dengan para penjajah dan penguasa Orde Baru, saat ini musuhnya tak kasat mata, virus Covid-19.
Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali, dalam wawancara dengan Kompas, pada Senin (26/10/2020), menyampaikan, pemerintah tak bisa bergerak sendiri melawan pandemi Covid-19. Semua harus bersatu termasuk pemuda Indonesia. Kesadaran kolektif ini perlu digugah kembali agar Indonesia mampu membuat lompatan besar kembali dalam sejarah bangsa.
Seperti apa harapan pemerintah terhadap pemuda Indonesia, serta bagaimana agar negara ini bisa memanfaatkan puncak bonus demografi pada 2045 mendatang, berikut wawancara Harian Kompas dengan Menpora Zainudin Amali.
Bagaimana Menpora melihat tantangan pada masa 1928 dengan masa sekarang saat bangsa Indonesia menghadapi pandemi Covid-19?
Tantangan yang dihadapi pemuda sekarang dan 92 tahun yang lalu mirip-mirip. Kalau dulu, bagaimana kita membebaskan diri dari penjajah. Nah sekarang, bagaimana para pemuda segera beradaptasi dengan lingkungan, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus membebaskan diri dari keterbelakangan.
Kita merdeka, tetapi belum pada posisi yang kita maju bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Nah, itu yang menjadi tantangan buat para pemuda kita sekarang. Itulah sebabnya mengapa di 2020 ini, kami (Kemenpora) mengambil tema “Bersatu dan Bangkit”.
Pandemi yang kita hadapi sekarang, tidak mungkin diselesaikan oleh pemerintah saja atau oleh sebagian-sebagian masyarakat kita. Kita harus bersatu, baik pemerintah, masyarakat, civil society (masyarakat madani), media, dan berbagai komponen bangsa. Nah, itu baru bisa.
Sebab, perjuangan ini bukan hanya perjuangan kita, tetapi juga perjuangan negara-negara lain. Lebih dari 200 negara mengalami hal yang sama dan berusaha agar segera keluar dari pandemi ini.
Apa yang Menpora harapkan dari para pemuda?
Tentu supaya mereka ikut berperan. Sebab, pemuda ini sekarang menjadi komponen paling tidak sekitar 24-25 persen dari struktur penduduk kita. Nah, kalau tidak ada peran signifikan dari pemuda, maka tentu apa yang dilakukan oleh pemerintah juga tidak akan cepat bisa terselesaikan, misal untuk mengatasi pandemi.
Nah, yang kami ingin dorong adalah bagaimana pemudanya bersatu. Sekarang ini, salah satu tantangan di antara pemuda itu adalah persatuan di antara mereka. Kami melihat ini belum padu, belum satu, di antara para pemuda. Beda dengan dulu. Padahal, tantangannya sama.
Nah, seharusnya, kembali lagi sadar, kami ingatkan supaya pemuda kita bersatu dan bangkit. Untuk menghadapi situasi yang seperti sekarang, sudah pasti membutuhkan kegotong-royongan, persatuan kita.
Jangan kemudian kita mau mencari bahwa kitalah yang paling benar. Itu yang bahaya. Kita duduk, kita rembukkan, bagaimana mengatasi situasi yang kita hadapi bersama. Dan setelah situasi itu selesai, kita harus bangkit, kita harus recovery (pulih).
Baca juga: Gereja Katedral dan Sumpah Pemuda 1928
Lalu, apa peran pemerintah?
Di Kemenpora, kami menyiapkan program prioritas 2020-2024, salah satunya adalah mendorong pemuda kita untuk menjadi kreatif, inovatif, mandiri, berdaya saing, dan mempunyai semangat kewirausahaan.
Lalu, yang kedua adalah menguatkan pemuda dalam pemahaman tentang ideologi bangsa, serta juga kemampuan mereka untuk tetap muncul sebagai orang Indonesia dalam jati diri dan karakter bangsa.
Jangan sampai dia maju sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi secara ideologi lemah. Nah, ini bahaya.
Indonesia yang terdiri dari berbagai latar belakang, sangat rawan untuk bisa dipecah. Saya berani katakan itu karena sudah banyak contoh (dari negara lain) yang terjadi. Oleh karena itu, penguatan ideologi dan karakter, serta budaya bangsa, itu juga menjadi program prioritas kami.
Kesadaran itu harus kita bangun kepada pemuda. Jangan dianggap sudah aman. Jangan dianggap bahwa kita akan bersatu selamanya. Enggak. Saya selalu setiap kesempatan saya sampaikan bahwa ancaman kita untuk bisa pecah dan bercerai itu ada.
Lalu, mengapa harus fokus ke kewirausahaan pemuda?
Sebab, kemajuan suatu bangsa itu juga ditentukan seberapa besar kemampuan kewirausahaan atau persentase penduduknya di bidang wirausaha.
Yang kedua, makin hari makin ke depan, lapangan pekerjaan semakin sempit, peminatnya makin banyak. Apalagi, di tengah pandemi sekarang, jutaan orang terkena pemutusan hubungan kerja. Nah, kami ingin memunculkan para pemuda ini, dia bukan dalam posisi job seeker (pencari pekerjaan), tetapi job creator (pencipta pekerjaan). Ini tantangan.
Apalagi, kalau ke depan, kita sudah berhadapan dengan bonus demografi. Coba bayangkan kalau mereka tidak terkelola dengan baik, maka kita bisa bayangkan seperti apa, bonus demografi akan menjadi beban, bukan manfaat buat negeri ini.
Makanya, di kemenpora, yang paling mungkin, yang kami dorong adalah menumbuhkan semangat kewirausahaan di kalangan pemuda. Bukan berarti kepemipinan politik, sosial, dan lain-lain tidak penting. Penting. Tetapi, dengan tantangan yang sudah kami perkirakan ke depan itu, apalagi kalau masuk Indonesia Emas 2045, maka pasti apa yang paling mendasar yang menjadi kebutuhan pemuda, itu yang harus dipersiapkan.
Baca juga: Pesan dari Tempat Kongres Pemuda II
Para pemuda di beberapa daerah sudah berinisiatif membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Adakah upaya pemerintah untuk mengelaborasi mereka ke dalam satu wadah besar agar bersatu dan menjadi kekuatan yang lebih besar?
Urusan kepemudaan ini tak hanya ada di Kemenpora, tetapi di pemerintah secara keseluruhan. Apalagi program untuk membangun sumber daya manusia yang tangguh merupakan salah satu visi Presiden.
Apa yang kami lakukan? Kami menyinergikan, sekaligus menyadarkan mereka (para pemuda) bahwa di tengah pandemi ini mereka memiliki tangung jawab terhadap dirinya, keluarga, lingkungan, kemudian baru bisa membantu orang lain. Itu hal yang sederhana.
Wadah organisasi pemuda itu di antaranya, organisasi kemasyarakatan pemuda atau OKP. Lalu, ada juga kelompok-kelompok mahasiswa, seperti BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia).
Kemarin, saya baru mengobrol dengan Koordinator Nasional BEM SI. Saya sampaikan, silakan kalian aksi, tetapi ada tanggung jawab juga kepada masyarakat. Jadi ada konsep yang dilahirkan, bukan hanya turun ke jalan.
Kemudian, pemuda yang tidak terwadahi oleh organisasi manapun. Nah, kebetulan di Kemenpora ini, yang masuk ke dalam area garapan kami di bidang olahraga itu juga pemuda. Apalagi, dia sudah masuk usia-usia produktif altet.
Jadi, yang ada di Kemenpora, itu yang kami sinergikan dengan kementerian dan lembaga lainnya. Kami memposisikan sebagai kementerian yang mengoordinasikan semua kebijakan sehingga kami bisa melahirkan NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria) sebagai panduan dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah.
Bagaimana koordinasi dengan lintas kementerian dan lembaga sejauh ini?
Kalau itu bisa jalan, sebenarnya luar biasa. Cuma memang, kan, masing-masing kementerian dan lembaga ini mempunyai tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) sendiri-sendiri. Kalau di kementerian dan lembaga lain, kan, pemuda hanya menjadi bagian saja. Kalau di (kementerian) kami memang pekerjaan utama. Maka, ada program yang harus kami koordinasikan, ada yang kami cukup beri panduannya saja, ada pula yang kami kerjakan sendiri.
Baca juga: 52 Juta Pemuda Jadi Modal pada Era 4.0
Mengapa para pemuda masih belum bisa bersatu?
Yang pertama adalah masing-masing organisasi, kan, ada latar belakang sendiri-sendiri. Kemudian, mereka juga ada panduan sendiri-sendiri. Nah, itu yang menjadi tugas kami untuk memberikan panduan nasionalnya, tetapi bukan membuat keseragaman ya kayak zaman dulu. Kalau zaman dulu, kan, keseragaman dan doktrin. Ini tidak. Beragam latar belakang dan panduan di masing-masing organisasi, tetapi kita harus bangun, ada kepentingan kita bersama tentang bangsa ini, tentang ke depannya. Pemilik masa depan itu, ya mereka.
Nah, kalau ada kesadaran seperti itu, maka apapun perbedaan, itu bisa didekatkan dengan mencari yang persamaan-persamaannya. Tetapi kalau kita peruncing perbedaan, itu tidak akan selesai.
Bagaimana upaya pemerintah membangun persamaan itu?
Kami tidak boleh memakai bahasa kami sehari-hari, bahasa birokrasi, bahasa pemerintah. Saya, misalnya, ada staf khusus yang bidang milenial. Saya khususkan dia agar bisa nyambung dengan pemuda. Jadi kami mencari bagaimana narasi yang disampaikan itu bisa diterima dengan baik oleh mereka dengan bahasa dia dan masuk di akal.
Di tengah pandemi ini, negara lain tentu juga mempunyai tujuan yang sama untuk bisa keluar dari pandemi dan bergerak dengan cepat. Di mana posisi pemuda Indonesia di antara pemuda dari negara-negara lain? Lalu, bagaimana pemuda negara ini bisa mampu membuat lompatan lagi?
Kalau soal posisi, kita ini posisinya di tengah. Di bawah enggak, di atas juga enggak. Kalau dulu, kan, di bawah sekali.
Nah, apa yang harus dilakukan supaya para pemuda ini bisa melompat? Pertama adalah membangun kesadaran. Sebab, kalau tidak dibangun kesadaran kolektif mereka, ini susah. Orang akan bergerak dengan sendiri-sendiri. Kalau bergerak sendiri-sendiri, daya rusak dari luar itu bisa gampang masuk.
Selanjutnya, Indonesia Emas, tujuannya adalah kesejahteraan. Nah, bagaimana pemerintah, membangun perangkat-perangkat kesejahteraan seperti program dan kegiatan dari pemerintah, dan pemuda terlibat di situ. Itu baru dia bisa melompat. Kalau tidak, ya reguler lagi. Semua harus bersatu, tak bisa sendiri-sendiri.
Apakah keunggulan pemuda Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain?
Keunggulan komparatif anak-anak muda kita adalah kreativitas.
Nah, kalau ide itu tidak terwadahi dengan baik, itu bisa mengarah ke hal-hal negatif atau kriminal. Sedangkan, kalau kreativitas mengarah ke positif, bisa muncul seperti startup (perusahaan rintisan). Itu, kan, karena kreatif. Kalau tidak ada kreativitas, tidak mungkinlah.