Sebanyak 125 prajurit TNI AD berlatih perang bersama dengan US Army. Latihan bersama ini merupakan bagian dari diplomasi militer sekaligus untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalitas prajurit TNI.
Oleh
Edna C Pattisina
·5 menit baca
Tidak mudah menciptakan tentara yang profesional. Seorang prajurit yang mumpuni tertempa di medan perang yang penuh ketidakpastian dan kerumitan. Hal ini yang diharapkan bisa diperoleh oleh 125 prajurit TNI AD yang saat ini tengah menjalani minggu kedua mereka di Joint Readiness Training Center (JRTC) Fort Polk, Louisiana, instalasi latihan angkatan darat Amerika Serikat. Di wilayah seluas 80.000 hektar ini, para prajurit TNI AD berlatih dalam pertempuran yang dibuat senyata mungkin bersama sekitar 5.000 prajurit angkatan darat AS.
Prajurit TNI AD tidak saja bertukar ilmu tentang taktik bertempur, tetapi mereka juga mengamati manajemen latihan dan hubungan sipil militer di AS.
Dalam latihan di Joint Readiness Training Center yang merupakan latihan sebelum pasukan AS dikirimkan untuk sebuah penugasan, satu kompi prajurit Indonesia bahu-membahu dengan satu kompi prajurit angkatan darat AS. Prajurit TNI AD tidak saja bertukar ilmu tentang taktik bertempur, tetapi mereka juga mengamati manajemen latihan dan hubungan sipil militer di AS.
”Saya salut tentara AS memperlakukan masyarakat sipil dengan baik walau di tengah pertempuran. Prinsipnya, sipil harus diselamatkan walau ada pertempuran di arena,” kata Letnan Satu Raditya yang menjadi komandan kompi TNI AD di JRTC.
Satu kompi TNI AD ini adalah kontingen terbesar yang pernah dikirim oleh TNI AD. Satu kompi ini berlatih bersama 25th Infantery Division US Army yang dikomandani oleh Mayor Jenderal James B Jarrad. Dalam wawancara pekan ini dengan James, ia menjelaskan satu kompi TNI AD itu bergabung dalam salah satu batalyon yang ada di bawah divisinya. Dengan kehadiran satu kompi tambahan ini, batalyon yang biasanya cuma punya tiga kompi manuver kini bisa bermanuver dengan empat kompi.
James mengatakan, latihan yang dilaksanakan di JRTC sangat berguna karena dilaksanakan dalam situasi yang mendekati realita. Dalam keadaan stres dan penuh tekanan, para prajurit ini berlatih untuk melaksanakan semua prosedur seperti perencanaan, eksekusi, logistik, dan komando pengendalian. Semua tingkat kepemimpinan stres karena selalu diserang, tidak pernah cukup tidur, dan tidak selalu bisa makan. Di saat seperti itu, setiap orang jadi mengenal kekuatan dan kelemahan pribadi, teman, dan pasukan.
”Situasinya sangat sulit, keputusan harus diambil di berbagai tingkat tanpa sempat melakukan analisis yang mendalam,” katanya.
Latihan di JRTC sangat berguna karena dilaksanakan dalam situasi yang mendekati realita. Dalam keadaan stres dan penuh tekanan, para prajurit ini berlatih untuk melaksanakan semua prosedur, seperti perencanaan, eksekusi, logistik, dan komando pengendalian.
Skenario latihan dititikberatkan pada perang konvensional. James bercerita, saat ini latihan di angkatan darat AS tidak lagi difokuskan pada operasi-operasi lawan insurjensi. Setelah hampir 20 tahun fokus pada lawan insurjensi, angkatan darat AS sadar bahwa pihaknya harus kembali mengasah kemampuan melakukan operasi-operasi yang besar.
”Fokus kami sekarang lebih pada skala operasi yang besar,” kata James.
Kepentingan AS
Pernyataan James ini sesuai dengan berbagai dokumen strategis yang dipublikasikan AS. Melihat China sebagai musuh utama di segala lini, strategi AS adalah menggandeng sebanyak mungkin kawan di kawasan Asia Pasifik. Ada beberapa mitra tradisional, seperti Australia dan Singapura.
Sadar bahwa China adalah musuh yang kuat disertai dengan kondisi geopolitik yang dinamis, AS melihat bahwa pihaknya perlu menggandeng negara-negara di Asia Pasifik. Berbagai dokumen strategis tersebut menyebutkan, keberhasilan AS menggandeng negara-negara di Asia Pasifik merupakan kunci dari menang-kalahnya AS dalam perang. Indonesia dilihat sebagai salah satu mitra yang harus digaet.
Dengan gamblang, James mengatakan, tentunya tiap-tiap angkatan darat punya kekuatan. TNI AD dinilainya tentu punya pengetahuan yang lebih luas dan dalam tentang budaya masyarakat di Asia Pasifik. Latihan bersama ini diharapkan dapat membangun saling pengertian antara angkatan darat AS dan TNI AD. Dengan demikian, kerja sama operasi bisa terbangun di berbagai tingkatan.
”Saling pengertian ini akan sangat membantu kalau kemudian harus bekerja di dunia nyata,” kata James.
Akan tetapi, ia mengatakan bahwa profil musuh tidak didasarkan pada kemampuan sebuah negara. Musuh dibuat sangat kuat dengan kemampuan yang sekiranya setara dengan angkatan darat AS. Dengan demikian, latihan bisa diadakan dengan keras.
Kepentingan Indonesia
Dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, jelas pemihakan terhadap AS tidak bisa dilakukan oleh Indonesia. Akan tetapi, sebagai negara yang berada dalam sengkarut geopolitik ini, yang terpenting adalah bagaimana Indonesia bisa mencapai kepentingan nasionalnya.
Dalam skala yang terjadi di JRTC ini, TNI AD membangun diplomasi militer. Dalam pertemuan dengan tim yang akan berangkat ke JRTC, KSAD Jenderal Andika Perkasa berpesan agar para prajurit TNI AD harus bisa menjalin hubungan dengan prajurit angkatan darat AS. Selain itu, Andika juga meminta agar para prajurit yang berangkat tersebut menularkan ilmu dan wawasannya pada rekan-rekan yang lain setelah pulang.
Kepentingan TNI AD dan Indonesia secara umum adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.
Kepentingan TNI AD dan Indonesia secara umum adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Tentara AS tidak saja menggunakan alat-alat yang lebih canggih dan doktrin perang yang menyesuaikan, tetapi mereka juga terus mengirim prajuritnya ke medan perang.
Hari terberat
Raditya bercerita, ia merasa pelatihan ini sangat berguna dan kerja sama dengan prajurit angkatan darat AS terjalin baik. Ketika ada musuh di depan, ia dan Kapten Kris Candelaria dari US Army\'s 5th Security Force Assistance Brigade yang sama-sama komandan kompi berdiskusi taktik apa yang harus diambil. Berada dalam satu pasukan, kompi TNI AD dan angkatan darat AS berusaha untuk membangun kerja sama. Walau alat komunikasi keduanya tidak cocok, mereka kemudian menemukan cara komunikasi lewat isyarat tangan. Isyarat tangan ini menjadi inisiatif dari TNI AD, terutama untuk mengenal kawan atau lawan saat mengintai musuh di tengah kesunyian.
Kris dan Raditya sama-sama bercerita beratnya latihan ini. Kris mengatakan, beberapa hari lalu, kedua kompi harus menghadapi musuh yang tiba-tiba menyerang. Padahal, sudah 36 jam mereka tidak tidur dan kurang makan. Raditya juga mengenang peristiwa ini dari sisi yang berbeda.
”Bayangkan, kami harus tempur di suhu 9 derajat celsius. Kami semua kedinginan dan itu situasi kurang tidur serta dingin hampir selalu kami alami,” katanya.
Lepas dari kebijakan politik setiap negara, diplomasi militer adalah upaya dari tiap-tiap militer untuk saling memberikan keuntungan. Hubungan antarmanusia merupakan hal yang fundamental apa pun situasi dan kepentingan politiknya. Hal ini diisyaratkan Kapten Kris Candelaria yang mewanti-wanti Raditya.
”Yang jelas, kalau nanti ke Indonesia saya akan makan soto ayam dan nasi goreng,” katanya sambil tersenyum.