Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro mewawancarai Wapres Ma\'ruf secara virtual. Jaga kesehatan dari infeksi virus dengan masker, cuci tangan, dan jaga jarak adalah ibadah, termasuk vaksinisasi.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjaga kesehatan tubuh dari ancaman infeksi virus korona baru dengan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak adalah ibadah. Memanfaatkan vaksin sebagai upaya menaikkan imunitas juga sesuai dengan ajaran Islam.
Hal ini terungkap dalam dialog Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro dengan Wakil Presiden Ma\'ruf Amin secara virtual, Jumat (16/10/2020). Dalam perbincangan tersebut, Wapres Amin menjelaskan, pandemi sesungguhnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Karena itu, ada hadits yang menyebutkan, ”Jika kamu mendengar ada wabah di suatu tempat, kamu jangan masuk ke tempat itu.”
Hadits ini mendorong manusia untuk menjaga keselamatan jiwanya. Menjaga keselamatan jiwa juga adalah urutan kedua dari lima tujuan disyariatkannya ajaran Islam. Pertama, menjaga agama, kemudian menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga keturunan, dan menjaga akal.
”Dalam kondisi normal, menjaga agama nomor satu. Tapi, dalam keadaan tidak normal seperti pandemi, menjaga keselamatan jiwa menurut syariat itu nomor satu. Karena apa? Jiwa tidak ada gantinya, maka harus diutamakan,” tutur Wapres Amin yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Untuk mencegah penyakit, ikhtiar yang bisa dilakukan adalah usaha kuratif ketika sudah sakit atau preventif. Pemberian vaksin atau imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit juga.
Dalam ajaran Islam, ada dalil umum, yakni ”Bersiaplah kamu dalam lima hal sebelum datang lima hal—bersiap pada masa muda sebelum tua, pada masa sehatmu sebelum kamu sakit, pada masa kaya sebelum miskin, pada masa luang sebelum sibuk, dan pada saat hidup sebelum mati.”
Dalam kondisi normal, menjaga agama nomor satu. Tapi, dalam keadaan tidak normal seperti pandemi, menjaga keselamatan jiwa menurut syariat itu nomor satu. Karena apa? Jiwa tidak ada gantinya, maka harus diutamakan.
Vaksinasi adalah bagian dari bersiap saat sehat sebelum menjadi sakit. ”Ini preventif. Ada perintah agama supaya menjaga kesehatan. Harus kita gunakan (vaksin) mencegah terjadinya sakit,” tambah Wapres Amin, yang diwawancara dari kediaman resmi Wapres, Jakarta.
Apalagi, saat ini pemerintah telah mempersiapkan vaksin. Selain mengadakan vaksin produksi luar negeri, disiapkan pula vaksin produksi dalam negeri. Ada juga vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan para peneliti Indonesia yang dikoordinasikan Lembaga Biomolekuler Eijkman.
Pantauan MUI terhadap vaksin
Masyarakat diharap mendukung semua tahapan mulai persiapan vaksin sampai pelaksanaannya. Informasi-informasi mengenai vaksin dari sumber-sumber resmi juga bisa diikuti. Namun, jangan sampai masyarakat terpengaruh informasi sesat atau kabar yang belum terkonfirmasi.
MUI, lanjut Ma\'ruf, juga memantau terus proses uji klinis sampai produksi vaksin. Selain audit di pabrik, tim dari MUI saat ini juga tengah berkunjung ke China untuk memantau proses produksinya.
Vaksin Covid-19, tambah Wapres Amin, akan sangat baik bila betul-betul halal. Kendati demikian, bila vaksin ternyata belum halal, vaksin ini tetap dapat digunakan. ”Bisa digunakan walau tidak halal, secara darurat. Tapi dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI,” katanya.
Bisa digunakan walau tidak halal, secara darurat. Tapi dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh MUI.
Kendati demikian, sementara vaksin belum siap, semua tetap perlu menjalankan protokol kesehatan. Untuk itu, masker tetap perlu digunakan saat keluar rumah, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak.
Tak ada yang kebal virus korona
Sosialisasi mengenai vaksin dan dorongan supaya warga patuh dengan protokol kesehatan secara rutin disampaikan baik secara virtual maupun fisik. Sebab, kendati cukup banyak warga yang menyadari bahaya penularan Covid-19, banyak pula yang enggan mengenakan masker dan menjaga jarak.
Dalam survei Lembaga Survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) kepada 803 pekerja di DKI Jakarta sepanjang 8-10 Oktober 2020, masih ditemukan 26,5 persen responden yang memercayai bahwa orang Indonesia kebal Covid-19.
Survei perilaku masyarakat dari Badan Pusat Statistik sebelumnya pun mendapati 17 persen dari responden meyakini warga Indonesia tak mungkin tertular Covid-19. Hal ini terungkap dalam survei secara daring sepanjang 7-14 September kepada 90.967 responden.
Hasil survei kontan membuat Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menyayangkan hal tersebut serta mengingatkan, tak ada orang yang kebal terhadap penyakit ini. ”Covid-19 tidak mengenal tua muda, kaya miskin, siapa pun bisa tertular. Tidak ada yang kebal,” kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers dari Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/9/2020) lalu.
Tingkat optimisme yang tinggi menunjukkan apresiasi publik terhadap pemerintah yang sedang mengembangkan vaksin Merah Putih, serta merupakan representasi harapan masyarakat bahwa vaksin ini dapat menyelesaikan pandemi Covid-19.
Kendati masih ada yang berpendapat demikian, survei KedaiKOPI juga mendapati 70,7 persen responden menyampaikan optimisme terhadap vaksin Merah Putih yang saat ini masih diteliti.
”Tingkat optimisme yang tinggi menunjukkan apresiasi publik terhadap pemerintah yang sedang mengembangkan vaksin Merah Putih, serta merupakan representasi harapan masyarakat bahwa vaksin ini dapat menyelesaikan pandemi Covid-19,” kata Manajer Riset Lembaga Survei KedaiKOPI Justito Adiprasetio dalam keterangan pers yang diterima Kompas, Jumat (16/10/2020).
Tingginya optimisme ini, menurut Justito, diharapkan memuluskan upaya menyelesaikan pandemi Covid-19 ini.