12 Kabupaten/Kota Masuk Prioritas Penanganan Covid-19
Sebanyak 12 kabupaten/kota akan mendapatkan prioritas penanganan Covid-19 dari pemerintah pusat. Kabupaten/kota tersebut menyumbang 30 persen kasus aktif Covid-19 di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memberi perhatian penuh terhadap 12 kabupaten/kota di Indonesia dalam penanganan pandemi Covid-19. Selain itu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 juga masih memprioritaskan pengendalian penularan di 10 provinsi lainnya.
”Saya minta dua minggu ke depan ini diprioritaskan untuk 12 kabupaten/kota yang memiliki kasus aktif lebih dari 1.000 yang menyumbang 30 persen dari total kasus aktif nasional,” tutur Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas untuk menerima laporan Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (12/10/2020).
Dalam ratas yang digelar secara virtual itu hadir, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
Kedua belas kota tersebut secara berurutan adalah Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Pekanbaru, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Padang, Jayapura, Kota Bekasi, Depok, Kabupaten Bogor, Jakarta Utara, dan Ambon.
Baca juga: Pelonggaran PSBB di Jakarta Berisiko Meningkatkan Penularan Covid-19
Delapan provinsi prioritas juga tetap ditangani secara khusus. Bahkan, menurut Doni seusai ratas, provinsi prioritas ditambah dua, yakni Aceh dan Bali.
”Terjadi tren angka penurunan juga, kecuali Bali. Jatim dan Papua sempat naik, tetapi turun lagi pada sepekan terakhir. Angka kesembuhan di delapan provinsi ditambah Bali dan Aceh mengalami peningkatan, kecuali Papua,” tuturnya.
Per 11 Oktober, rata-rata kasus aktif di Indonesia 19,97 persen. Saya kira bagus karena ini lebih rendah dari rata-rata kasus aktif Covid dunia yang mencapai 22,1 persen.
Terkait penularan Covid-19, pemerintah mengklaim terdapat penurunan kasus aktif. ”Per 11 Oktober, rata-rata kasus aktif di Indonesia 19,97 persen. Saya kira bagus karena ini lebih rendah dari rata-rata kasus aktif Covid dunia yang mencapai 22,1 persen. Kita lebih baik. Pada 27 September lalu, rata-rata kasus aktif Covid-19 Indonesia masih 22,46 persen,” tutur Presiden Jokowi dalam pengantar ratasnya.
Rata-rata kesembuhan di Indonesia per 11 Oktober mencapai 76,48 persen. Ini juga dinilai lebih baik ketimbang rata-rata kesembuhan dunia yang 75,03 persen.
Presiden menilai hal tersebut sudah lebih baik kendati masih harus terus diperbaiki. Standar pengobatan di rumah sakit, ruang ICU (intensive care unit), ataupun di tempat-tempat isolasi perlu terus ditingkatkan.
Meskipun persentase kasus aktif menurun, angka kematian di Indonesia tetap tinggi. Rata-rata tingkat kematian di Indonesia saat ini masih 3,55 persen, sedangkan rata-rata kematian di tingkat dunia 2,88 persen.
Rata-rata tingkat kematian di Indonesia saat ini masih 3,55 persen, sedangkan rata-rata kematian di tingkat dunia 2,88 persen.
Presiden Joko Widodo pun meminta supaya penularan Covid-19 terus ditekan dengan menyampaikan pentingnya kedisiplinan terhadap protokol kesehatan. Selain itu, pemeriksaan, pelacakan, dan perawatan pasien (testing, tracing, treatment) terus diperbaiki.
Diharapkan, pemeriksaan yang tinggi dan memenuhi standar WHO, seperti di DKI Jakarta, Kalimantan Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan, bisa dilakukan di wilayah-wilayah lain. ”Gap antara provinsi yang satu dan yang lain, terutama mengenai testing, kita kejar dengan baik,” kata Presiden menambahkan.
Baca juga: Bijak Bermobilitas, Cegah Penularan Covid-19 Semakin Meluas
Sejauh ini, DKI Jakarta telah melonggarkan pembatasan sosial berskala besar menjadi PSBB transisi. Airlangga mengatakan, jumlah kasus di DKI sudah melandai, tingkat kesembuhan di Ibu Kota ini sudah mencapai 82,17 persen, dan tingkat kematiannya 2,2 persen. Hal ini menjadi dasar pelonggaran tersebut. Doni menambahkan, langkah tersebut sudah dikonsultasikan dengan Satgas Penanganan Covid-19.
Peta jalan pemberian vaksin
Dalam ratas, Presiden juga meminta supaya peta jalan pemberian vaksin Covid-19 diselesaikan pekan ini. Setelah payung hukum berupa Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin Covid-19 diterbitkan, persiapan berikut adalah pengadaan dan strategi distribusi vaksin.
Airlangga menjelaskan, Menteri Kesehatan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara kini tengah menyelesaikan negosiasi pengadaan 100 juta dosis vaksin dengan AstraZeneca. Untuk itu, disiapkan uang muka 50 persen atau senilai 250 juta dollar AS.
Selain itu, Indonesia juga bekerja sama dengan perusahaan farmasi asal China, Sinovac, untuk mendapatkan vaksin Covid-19. Dari Sinovac, Indonesia diperkirakan akan mendapatkan 18 juta dosis pada akhir 2020 dan pada 2021 sekitar 125 juta dosis. Sinovac bekerja sama dengan PT Biofarma untuk memproduksi vaksin.
Kerja sama pengadaan vaksin lainnya dirintis bersama Sinopharm, juga perusahaan asal China. Dari Sinopharm, akan diadakan sekitar 15 juta dosis pada 2020. Cansino, produsen obat asal China, menurut Airlangga, juga menjanjikan Indonesia sekitar 100.000 dosis akhir Desember ini dan tahun depan 15 juta dosis.
Kelompok pertama penerima vaksin adalah paramedis, TNI/Polri, aparat hukum, dan pelayanan publik sebanyak 3,4 juta orang.
Adapun kelompok pertama penerima vaksin adalah paramedis, TNI/Polri, aparat hukum, dan pelayanan publik sebanyak 3,4 juta orang. Untuk kelompok pertama ini, diperlukan 6,9 juta dosis.
Kelompok penerima berikutnya adalah tokoh agama, pemerintah daerah, sampai kecamatan dan RT/RW. Kelompok penerima kedua sekitar 11 juta orang.
Kelompok berikut adalah tenaga pendidik, mulai PAUD, TK, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi sebanyak 4,3 juta orang, aparatur sipil negara 2,3 juta orang, dan penerima BPJS bantuan iuran 86 juta serta warga usia 19-59 tahun. Total penerima kelompok terakhir ini 160 juta orang.
”Dalam perencanaan untuk tahun 2021 itu, sudah secure untuk kebutuhan 135 juta orang. Jumlah vaksin (tersedia) sekitar 270 juta untuk 2021. Sisanya nanti terus didorong untuk 2022,” kata Airlangga.
Sementara vaksin belum tersedia, kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi 3M akan sangat menentukan. ”Arahan Presiden, perlu diingatkan ke masyarakat bahwa sekarang masih pandemi Covid-19 sehingga kegiatan unjuk rasa, (agar) tidak membawa kluster demo baru itu,” tutur Airlangga.
Perlu diingatkan ke masyarakat bahwa sekarang masih pandemi Covid-19 sehingga kegiatan unjuk rasa, (agar) tidak membawa kluster demo baru itu.
Inovasi
Sembari mempersiapkan ketersediaan vaksin, peneliti Indonesia juga masih menguji metode perawatan pasien Covid-19. Penerapan plasma convalescent sebagai metode perawatan pasien Covid-19 memasuki uji klinis fase satu. Sejauh ini, tidak ada efek samping. Namun, pasien yang gagal diselamatkan menggunakan terapi ini umumnya karena memiliki penyakit bawaan.
”Karena itu, rekomendasi yang dikeluarkan dari uji klinis tahap pertama, yaitu terapi ini sebaiknya diberikan kepada pasien kategori sedang. Jangan diberikan kepada pasien kategori berat,” tutur Bambang.
Lembaga Biomolekuler Eijkman juga meneliti metode ini. Apabila penelitian berhasil baik dan kadar antibodi yang terbentuk baik, model perawatan pasien dengan plasma darah ini akan digunakan.
Produksi vaksin secara mandiri juga dilakukan menggunakan spesimen virus yang ada di Indonesia. Vaksin Merah Putih dikembangkan enam institusi, yakni LIPI, UI, ITB, UGM, Universitas Airlangga, dan Lembaga Eijkman sebagai koordinator. Penelitian di enam institusi ini menggunakan platform berbeda-beda.
Diperkirakan, pada triwulan pertama tahun 2021, uji klinis vaksin Merah Putih kepada manusia sudah bisa dilakukan dan akhir tahun ini sudah rampung dengan uji kepada hewan.
Diperkirakan, pada triwulan pertama tahun 2021, uji klinis kepada manusia sudah bisa dilakukan dan akhir tahun ini sudah rampung dengan uji kepada hewan. ”Kita masih optimistis rencana untuk uji klinis awal 2021 on track, terutama vaksin yang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman dan UI,” kata Bambang.
Selain itu, produksi alat tes cepat dari dalam negeri kini juga sudah mencapai 1-2 juta alat per bulan dengan 3-4 perusahaan swasta sebagai produsen. Karena itu, impor alat tes cepat bisa dikurangi.
Namun, diakui, tes cepat ini hanya untuk mengecek antibodi yang terbentuk dalam tubuh. ”Memang sensitivitas (tes cepat) tinggi, tetapi spesifitasnya kurang tinggi sehingga tingkat akurasinya kadang-kadang memang tidak bisa diandalkan untuk menjadi bagian dari testing. Rapid test memang difokuskan untuk screening,” tutur Bambang.
Baca juga: Pembersih Udara untuk Cegah Penyebaran Covid-19
Untuk pemeriksaan yang lebih akurat, pengecekan PCR diperlukan. Untuk itu, para peneliti Indonesia menyiapkan GeNose dan RT Lamp.
GeNose dikerjakan tim dari Universitas Gadjah Mada akan mendeteksi virus SARS-COV-2 melalui embusan napas dalam waktu kurang dari 2 menit. Dalam uji klinis tahap pertama, di rumah sakit di Yogyakarta, tingkat akurasi GeNose dibandingkan tes PCR 97 persen. Uji klinis lebih luas di berbagai rumah sakit masih dilakukan. Apabila tingkat akurasinya mendekati 100 persen, GeNose bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada alat tes PCR.
Adapun LIPI menyiapkan RT Lamp sebagai pengganti tes usap yang lebih cepat atau kurang dari 1 jam. Pemeriksaan juga tak perlu dilakukan di laboratorium dengan standar BSL-2.