Untuk meluruskan persepsi publik, Gubernur Jabar Ridwan Kamil jadi sukarelawan uji klinis. Meski unggahannya di medsos saat diambil darahnya memancing keriuhan warganet, tujuannya diakui berhasil sosialisasikan vaksin.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
Sudah sebulan setengah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjadi sukarelawan dalam uji klinis tahap ketiga vaksin Covid-19. Unggahannya di media sosial saat diambil darah sempat memantik keriuhan warganet.
Akhir September, Ridwan mengunggah foto saat diambil darah untuk pemeriksaan pembentukan antibodi. Seorang warganet mengomentari. ”Ko, jarum suntiknya belum dibuka pak? Ini beneran disuntik atau cuma pencitraan?” Sontak warganet lain menimpali dan menjelaskan mengenai model jarum suntik yang disebut vacutainer itu.
Meluruskan persepsi dan melawan kabar bohong memang menjadi tujuan Ridwan menjadi sukarelawan. Sebab, awalnya banyak berita hoaks beredar. Ada yang mengatakan vaksin tidak halal, malah melemahkan tubuh, jualan Pemerintah China. Ada juga yang menyebut rakyat dikorbankan sebagai kelinci percobaan.
”Jadi, saya, Pak Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi), dan Pangdam (Panglima Kodam III/Siliwangi Mayor Jenderal Nugroho Budi Wiryanto) ikut jadi sukarelawan,” ujarnya dalam wawancara oleh Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 dr Reisa Broto Asmoro yang disiarkan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10/2020).
Jadi, saya, Pak Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi), dan Pangdam (Panglima Kodam III/Siliwangi Mayor Jenderal Nugroho Budi Wiryanto) ikut jadi sukarelawan.
Setelah menjadi sukarelawan, pendaftar sukarelawan segera bertambah. Uji klinis tahap ketiga vaksin dengan benih vaksin dari perusahaan asal China, Sinovac, ini diikuti 1.620 sukarelawan berusia 18-59 tahun.
Koordinator Uji Klinis Vaksin Covid-19 Prof Kusnandi Rusmil pada pertengahan Juli lalu di Kompleks Istana Kepresidenan menegaskan, sukarelawan harus dalam kondisi sehat. Adapun uji klinis bertujuan memastikan vaksin efektif dan aman digunakan.
Ridwan juga berharap bisa berkontribusi pada tujuan memenangi perang melawan Covid-19. ”Dalam kacamata saya, ada dua situasi saat Covid-19 benar-benar teratasi—orang sakit sembuh oleh obat, dan yang sehat menjadi imun dengan vaksin,” ujarnya.
Setelah mendapat suntikan vaksin dalam uji klinis, tak ada efek medis berat yang dialami. ”Prof Kusnandi bilang, biasanya efek sampingnya demam dan bengkak-bengkak. Dan, saya tidak ada kedua gejala itu. Hanya pegal di hari pertama dan besoknya ngantuk,” tuturnya.
Efek samping lainnya, canda Ridwan, keinginan belanjanya membesar. ”Pengin beli motor,” canda Ridwan menirukan dialognya bersama istrinya.
Sukarelawan lain, Simon Yudistra Senjaya (56), juga menceritakan tak ada efek berat yang dirasakan selain pegal dan mengantuk. Setelah dites usap pada 1 September, alumnus Universitas Pasundan Bandung ini mendapatkan suntikan dosis pertama pada 4 September dan dosis kedua pada 21 September.
Aman-aman saja
Setelah suntikan pertama, setengah jam saja pegalnya hilang. Tapi, setelah suntikan kedua, pegalnya dua hari.
Setelah suntikan pertama, setengah jam saja pegalnya hilang. Tapi, setelah suntikan kedua, pegalnya dua hari,” kata Simon yang kini memodifikasi HEPA filter menjadi pemurni udara antivirus yang lebih mudah dipindah-pindahkan.
Sebagai sukarelawan, Simon tetap beraktivitas seperti biasa, berjualan produk keselamatan dan kesehatan kerja di kawasan Ciroyom, Bandung. Suhu tubuhnya pun rata-rata 35,5 derajat celsius. Jadi, sejauh ini, sejak divaksin 1,5 bulan lalu, aman-aman saja.
Simon kembali ke tempat uji klinis di RS Hasan Sadikin, Bandung, Rabu (7/10/2020). Darahnya diambil untuk mengecek kemungkinan adanya antibodi yang terbentuk. Akhir Desember, BPOM juga akan memberi kuesioner kepada para sukarelawan. Pengambilan sampel darah berikutnya pada Maret 2021.
Bila uji klinis berhasil baik, pada awal 2021 vaksin bisa diproduksi dan kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Apalagi, untuk vaksin hasil kerja sama dengan Sinovac ini, PT Bio Farma (Persero) bisa memproduksi sampai seratus juta dosis dalam setahun.