Sekitar enam bulan sejak penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 diumumkan resmi oleh pemerintah, Covid-19 semakin tak terkendali. Selain penegakan disiplin protokol kesehatan, PSBB juga perlu diterapkan kembali.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19, penyakit yang disebabkan virus SARS-Cov-2, semakin tak terkendali. Selain penegakan disiplin protokol kesehatan, pengetatan atau pembatasan aktivitas masyarakat juga diperlukan untuk mengendalikan laju kasus Covid-19.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Ajisasmito, dalam jumpa wartawan virtual, Kamis (10/9/2020), memaparkan, terjadi penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 3.861 kasus. Temuan kasus positif pada hari Kamis ini merupakan yang tertinggi selama enam bulan Covid-19 masuk ke Tanah Air. Dengan penambahan itu, berarti jumlah kumulatif kasus positif Covid-19 mencapai 207.203 kasus.
Dari total penduduk terkonfirmasi Covid-19, sebanyak 147.510 atau 71,2 persen sembuh. Namun, jumlah tersebut masih di bawah rata-rata kesembuhan dunia yang mencapai 71,7 persen. Adapun kasus meninggal sebanyak 8.456 atau 4,1 persen dari total kasus positif, lebih tinggi dari rata-rata kasus meninggal yang hanya 3,24 persen.
Tak hanya itu, sebesar 65,56 persen kabupaten/kota masuk dalam risiko penularan sedang hingga tinggi. Wiku menyebut, saat ini 70 kabupaten/kota memiliki risiko penularan tinggi (zona merah), sedangkan 267 punya risiko penularan sedang (zona oranye).
Ini peringatan kita semua, aba-aba untuk daerah agar sesegera mungkin menekan penularan, melakukan pengendalian dengan lebih baik lagi.
”Ini peringatan kita semua, aba-aba untuk daerah agar sesegera mungkin menekan penularan, melakukan pengendalian dengan lebih baik lagi,” ujar Wiku.
Penularan, lanjut Wiku, berpotensi terjadi karena aktivitas sosial-ekonomi yang dilakukan tanpa mematuhi protokol kesehatan. Karena itu, pemerintah daerah (pemda) diminta untuk memperketat pengawasan, sekaligus menegakkan disiplin protokol kesehatan. Selain itu, pemda juga diminta untuk memasifkan pengetesan, pelacakan, dan pengobatan. Masyarakat, terutama di zona merah dan oranye, juga diminta untuk benar-benar disiplin menjalankan protokol kesehatan. Kepatuhan itu penting untuk menekan tingkat penularan.
”Kami minta seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah pusat dan daerah, untuk menyamakan persepsi agar penularan Covid-19 ini kita cegah bersama. Kita harus hindari siklus buka-tutup yang memberikan dampak buruk bagi semua,” tutur Wiku.
Perlu pengetatan
Terkait keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Satgas Penanganan Covid-19 menilai sebagai sebuah langkah yang tepat. Pengetatan memang perlu kembali dilakukan di Jakarta karena tingginya penularan dalam beberapa pekan terakhir.
Wiku menyebutkan, sudah lima pekan berturut-turut, Jakarta masuk zona merah. Karena itulah, pembatasan yang lebih ketat perlu dilakukan. ”Selama lima minggu terakhir, DKI Jakarta memang dalam kondisi kota-kotanya zona merah. Kondisi ini relatif tetap merah, kecuali ada beberapa kota di DKI yang pernah oranye dan saat ini kembali merah. Ini menunjukkan kondisi dengan tingkat penularan yang cukup tinggi, maka dari itu perlu pengetatan,” tuturnya.
Dijelaskan, pada PSBB tahap 1, 2, dan 3, kasus Covid-19 di Jakarta relatif berhasil dikendalikan. Namun, saat pelonggaran dilakukan dengan PSBB transisi, kasus Covid-19 di Ibu Kota cenderung meningkat dari waktu ke waktu.
Kondisi itu semestinya dijadikan sarana pembelajaran bersama agar tidak terburu-buru melakukan pelonggaran. ”Semua harus menerima kenyataan, (Jakarta) harus mundur satu langkah untuk bisa melangkah kembali dengan baik ke depan,” kata Wiku.
Sementara selain Jakarta, PSBB juga masih diberlakukan di Provinsi Banten, Kota Bekasi dan Bogor, serta Kabupaten Bekasi dan Bogor.
Gubernur Banten Wahidin Halim memang memutuskan untuk memperluas PSBB. Tak hanya Kabupaten Tangerang serta Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, PSBB juga diberlakukan di Kota Serang dan Cilegon serta Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak.
Masih tingginya kasus positif Covid-19 di Banten menjadi pertimbangan Gubernur Banten memutuskan PSBB di seluruh wilayah. Selain itu, pelonggaran di sejumlah daerah lain justru membuat mobilitas warga semakin tinggi.
Pelonggaran malah membuat masyarakat euforia, beraktivitas seperti pada masa normal sebelum pandemi. Malah jadi banyak pelanggaran protokol kesehatan.
”Pelonggaran malah membuat masyarakat euforia, beraktivitas seperti pada masa normal sebelum pandemi. Malah jadi banyak pelanggaran protokol kesehatan,” kata Wahidin melalui pesan singkat, Minggu (6/9/2020).
PSBB di seluruh wilayah di Provinsi Banten ditetapkan dimulai pada Senin, 7 September. PSBB akan diberlakukan hingga sama sekali tak ada risiko penularan di Banten.