Sebelum Ditangkap, Pejabat Kejaksaan Berkomunikasi dengan Joko Tjandra
Komisi Kejaksaan telah memeriksa mantan Jamintel Kejagung Jan S Maringka terkait komunikasinya dengan Joko S Tjandra pada awal Juli. Hasilnya, tak ada sesuatu yang menyimpang terkait dengan isi pembicaraan keduanya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kejaksaan Republik Indonesia telah meminta keterangan mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung Jan S Maringka terkait dengan laporan adanya pejabat tinggi Kejaksaan Agung yang berkomunikasi dengan Joko Tjandra. Komunikasi dilakukan setidaknya dua kali pada bulan Juli.
Permintaan keterangan tersebut dilakukan berdasarkan laporan pengaduan masyarakat. Pada pertengahan 11 Agustus lalu, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan kepada Komisi Kejaksaan dugaan ada pejabat tinggi di Kejaksaan Agung yang berkomunikasi dengan Joko Tjandra pada Juli 2020 atau setelah Jaksa Agung RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR pada 29 Juni 2020. Komunikasi dilakukan dengan sambungan telepon.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak ketika dihubungi Kompas, Senin (7/9/2020), mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan dari mantan Jamintel Kejagung Jan S Maringka. Pada 30 Juli, Jan S Maringka dimutasi menjadi Staf Ahli Jaksa Agung RI Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
”Hari Kamis (3/9) lalu kami telah meminta keterangan dan memang betul bahwa yang bersangkutan menghubungi terpidana. Komunikasi itu merupakan operasi intelijen dengan tujuan agar terpidana buron melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap dan mematuhi eksekusi,” kata Barita.
Barita mengatakan, komunikasi dilakukan sebanyak dua kali. Komunikasi dilakukan pada awal Juli, pada 2 dan 4 Juli.
Komunikasi itu merupakan operasi intelijen dengan tujuan agar terpidana buron melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap dan mematuhi eksekusi.
Terkait dengan isi komunikasi tersebut, menurut Barita, cukup jelas bahwa hal itu tidak menyimpang atau tidak di luar hukum. Sebab, cepat atau lambat, eksekusi terhadap Joko Tjandra akan dilakukan.
Menurut Barita, Komisi Kejaksaan juga menanyakan tentang asal nomor telepon. Disampaikan bahwa nomor telepon itu diperoleh melalui kerja intelijen tentang simpul-simpul komunikasi Joko Tjandra dengan keluarganya. Nomor itu dikumpulkan dari beberapa sumber hingga akhirnya diketahui ada nomor Joko Tjandra.
”Keterangan ini penting bagi Komisi Kejaksaan untuk melihat keseluruhan proses hukum yang sedang berlangsung. Kami akan mendalami informasi-informasi sejauh yang dilaporkan masyarakat kepada Komisi Kejaksaan, ujar Barita.
Secara terpisah, Koordinator MAKI Boyamin mengatakan, isi atau materi pembicaraan antara Jamintel dan Joko Tjandra bukan hal penting. Yang dia laporkan adalah terkait dengan asal-muasal nomor telepon sehingga Jamintel bisa menghubungi Joko Tjandra.
”Saya tidak percaya pengakuan tentang asal nomor telepon itu karena ini nomor telepon di Malaysia. Intelijen itu kan pasti dapat dari seseorang. Melacak asal nomor ini penting untuk menelusuri simpul antara Joko Tjandra dan pihak lain yang terlibat, termasuk dengan kasus yang tersangkanya oknum jaksa Pinangki,” kata Boyamin.
Melacak asal nomor ini penting untuk menelusuri simpul antara Joko Tjandra dan pihak lain yang terlibat, termasuk dengan kasus yang tersangkanya oknum jaksa Pinangki.
Boyamin berharap agar Komisi Kejaksaan mendalami benang merah antara asal nomor telepon tersebut dan materi pembicaraan. Boyamin menduga terdapat pelanggaran kode etik terkait dengan proses untuk mendapatkan nomor itu. Komisi Kejaksaan pun diharapkan mendalami tentang kesesuaian operasi intelijen tersebut dengan prosedur standar operasi (SOP).
Undangan gelar perkara
Barita menambahkan, Komisi Kejaksaan baru saja mendapatkan undangan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung untuk mengikuti ekspose atau gelar perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pengurusan fatwa MA yang direncanakan dilaksanakan pada Selasa (8/9).
Pada undangan tersebut tercantum tembusan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
”Ini sebuah perkembangan maju. Kita harapkan dengan ikut dalam ekspose itu, kami bisa ikut menjaga transparansi penyidikan. Hal ini yang sekian lama belum ada dan dengan ini, transparansi akan ditandai dengan ekspose besok,” kata Barita.