Atasi Kesehatan, Pulihkan Ekonomi
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional baru sekitar 40 hari bekerja. Dengan adanya komite tersebut, diharapkan penanganan masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi akibat Covid-19 jadi satu, terpadu.
Krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini seolah memunculkan dilema, mana yang harus lebih dahulu diatasi, kesehatan atau ekonomi? Sumber masalah krisis ini adalah kesehatan. Oleh karena itu, mestinya kesehatan dibenahi terlebih dahulu.
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional baru sekitar 40 hari bekerja. Dengan adanya komite tersebut, diharapkan penanganan masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi akibat Covid-19 menjadi satu, terpadu, dan berjalan serentak. Ibarat kendaraan, Presiden Joko Widodo memaknai Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini pengendali ”rem dan gas”. Rem yang dimaksud adalah menahan laju penyebaran Covid-19. Sementara gas adalah mendorong pemulihan ekonomi.
Untuk mewujudkan tujuan itu, komite yang dipimpin Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Tohir dan dibentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 ini membawahkan dua bidang. Pertama, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, yang dipimpin Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Kedua, Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dipimpin Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin.
Baca juga: Menjelang Enam Bulan, Penanganan Covid-19 Belum Efektif
Dalam tugasnya, Erick juga dibantu Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa sebagai Wakil Ketua Komite. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dibantu tiga menko dan menteri lainnya, juga ikut mem-back up Erick.
Sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan Presiden pada enam bulan lalu, penanganan pandemi ini ataupun dampak ekonomi yang diakibatkannya belum menunjukkan tanda-tanda membaik. Hingga kemarin, Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 25 juta orang di seluruh dunia dan membuat lebih dari 855.000 penderitanya meninggal.
Ibarat kendaraan, Presiden Joko Widodo memaknai Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini pengendali ”rem dan gas”. Rem yang dimaksud adalah menahan laju penyebaran Covid-19. Sementara gas adalah mendorong pemulihan ekonomi.
Tak mudah
Tugas untuk menahan laju penyebaran Covid-19 dan memulihkan ekonomi akibat penyakit itu merupakan pekerjaan yang penuh tantangan untuk Komite Penanganan Covid-19 dan PEN. Pasalnya, untuk mewujudkan hal itu, komite tak hanya bertugas menyusun rekomendasi kebijakan strategis. Akan tetapi, juga mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah strategis untuk percepatan penanganan Covid-19 dan memulihkan ekonomi. Komite juga bertugas memonitor dan mengevaluasi kebijakan strategis terkait penanganan pandemi.
Namun, komite ini bukan seperti Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi pascagempa bumi dan tsunami di Aceh dan Nias pada 2005, yang punya kewenangan penuh atas perencanaan dan pelaksanaan anggaran.
Kondisi ini membuat Satgas Covid-19, misalnya, tak dapat dengan mudah mencairkan anggaran jika tak diajukan terlebih dahulu ke komite. Komite pun tak bisa langsung memutus.
Penelusuran Kompas, dari dana penanganan Covid-19 dan PEN yang mencapai Rp 695 triliun, sebagian besar belum tersalurkan.
Sejauh ini, anggaran yang dicairkan untuk pemulihan ekonomi baru Rp 297 triliun, di luar anggaran perlindungan sosial dan belanja sektoral kementerian/lembaga serta pemerintah daerah.
Sementara itu, anggaran untuk penanganan wabah baru dicairkan Rp 87,5 triliun. Serapan anggaran untuk sektor kesehatan ini baru 13,98 persen, terendah dibandingkan program PEN yang total telah menyerap 25,1 persen.
Selain itu, sejak komite penanganan Covid-19 dan PEN terbentuk sekitar 40 hari lalu, hingga saat ini tercatat setidaknya baru dua program yang berhasil didistribusikan.
Dua program itu adalah Bantuan Presiden (Banpres) produktif untuk 12 juta usaha mikro dan kecil sebesar Rp 28,8 triliun serta bantuan subsidi gaji bagi 15,7 juta pekerja peserta BP Jamsostek senilai Rp 37,7 triliun. Dua bantuan ini melengkapi sejumlah skema bantuan lainnya, seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, dan BLT Desa.
Jika melihat masih berbelitnya prosedur kerja komite, dari sekitar Rp 695 triliun dana Covid-19 dan PEN, hingga akhir tahun dikhawatirkan tak bisa diserap seluruhnya menjadi stimulus ekonomi.
Seorang pejabat di lingkungan Istana Kepresidenan menuturkan, masih sedikitnya anggaran yang dicairkan ini karena komite tak ingin menghamburkan anggaran. Ada kehati-hatian agar jangan sampai dana yang besar itu menguap begitu saja dengan dalih penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, tetapi ternyata hasilnya tidak ada.
Padahal, di sisi lain, pencairan anggaran itu diharapkan dapat ikut mendorong konsumsi rumah tangga dan menopang produk domestik bruto.
Belum standar WHO
Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers dari Kompleks Istana Kepresidenan, pekan lalu, menegaskan, dalam penanganan Covid-19 beserta dampaknya, pemerintah tetap memprioritaskan kesehatan. ”Kesehatan pulih, ekonomi bangkit. Jadi komitmen pemerintah tetap utamakan kesehatan dan ekonomi mengikuti dalam mengatasi pandemi,” ujarnya.
Salah satu langkah yang dibutuhkan dalam mengerem laju penyebaran Covid-19 adalah memperbanyak tes Covid-19 di masyarakat, menggiatkan pelacakan kontak.
Namun, epidemiolog Laporcovid19.org, Iqbal Elyazar, mencatat, jumlah dan cakupan tes Covid-19 di Indonesia termasuk paling rendah dan jauh dari standar minimal WHO. ”Padahal, tanpa tes kita tak akan bisa mengatasi pandemi,” kata Iqbal Elyazar. Artinya, potensi positif Covid-19 jauh lebih besar jika tes diperbesar dan diperluas.
Sesuai standar WHO, jumlah tes minimal 1 per 1.000 penduduk per minggu atau untuk Indonesia berarti sekitar 267.700 orang per minggu. Dari periode 24-30 Agustus, jumlah orang diperiksa hanya 125.434, bahkan periode 17-23 Agustus hanya 95.463 orang. Jumlah ini belum separuh syarat minimal.
Soal pelacakan kontak yang teridap Covid-19 juga masih lemah. Hingga saat ini, sebagian kasus Covid-19 di Indonesia ditemukan karena pasien bergejala dan memeriksakan diri di rumah sakit. Kasus yang ditemukan dari pelacakan atau penemuan kasus baru dengan tes massal sangat minim.
”Untuk pelacakan harus ada dukungan tenaga kesehatan masyarakat yang banyak. Ini dilakukan China dan Vietnam, dengan mengerahkan SDM untuk atasi pandemi,” kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan.
Alokasi besar belum cukup
Menurut pendiri Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini, alokasi anggaran yang besar untuk bantuan sosial tak cukup untuk menahan laju pelemahan ekonomi. Program bansos perlu lebih dioptimalkan untuk memberi efek domino sehingga dapat menggerakkan ekonomi tradisional.
Selain konsumsi masyarakat, faktor dominan lain yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah UMKM. Pandemi membuat pelaku UMKM terpukul karena produk mereka tak terserap pasar. Karena itu, bantuan pembiayaan kepada UMKM perlu didukung pembukaan akses pasar dan penyerapan produk. Hal ini bisa dilakukan melalui belanja pemerintah pusat dan daerah.
Pemerintah belum memiliki fokus dan prioritas yang jelas dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi sepanjang enam bulan ini. Akibat kebijakan yang tidak fokus, berbagai kebijakan dan program yang digelontorkan dinilai kontradiktif. Kebijakan ”rem dan gas” akhirnya seperti menekan gas dan rem bersamaan, mobil meraung tetapi tetap tak jalan juga.
Secara keseluruhan, Hendri menilai pemerintah belum memiliki fokus dan prioritas yang jelas dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi sepanjang enam bulan ini. Akibat kebijakan yang tidak fokus, berbagai kebijakan dan program yang digelontorkan dinilai kontradiktif. Kebijakan ”rem dan gas” akhirnya seperti menekan gas dan rem bersamaan, mobil meraung tetapi tetap tak jalan juga.
Baca juga: Penanganan Cepat Covid-19
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syarif Hidayat juga melihat kerja Komite Penanganan Covid-19 dan PEN belum terlihat. Untuk memaksimalkan kerja komite itu, terutama mempercepat penyerapan anggaran pemerintah, perlu adanya ”otoritas ekstra”.
Tanpa ”otoritas ekstra” dari Presiden kepada Komite, akar masalah, seperti ego sektoral, di tingkat kementerian dan pemerintah daerah serta hambatan regulasi akan sulit teratasi. Kini saatnya bagi Komite Penanganan Covid-19 dan PEN serta pemerintah pada umumnya mencari terobosan guna ”mengerem” laju penyebaran Covid-19 di Tanah Air dan menginjak ”gas” pemulihan ekonomi nasional.