Di situasi krisis akibat pandemi Covid-19 inilah kualitas birokrasi diuji. Jika birokrasi tak bisa menghadapi arus tantangan di kelas yang baru, sangat mungkin Indonesia terpeleset ke negara berpendapatan menengah bawah.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/EDNA C PATTISINA/DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Optimalisasi birokrasi agar menjadi lebih ramping, efisien, dan efektif harus dipercepat demi dukungan birokrasi terhadap pembangunan. Jika birokrasi terus berjalan lambat, bukan tidak mungkin Indonesia yang baru naik kelas ke kelompok negara berpenghasilan menengah atas akan tergelincir ke kelompok menengah bawah.
Guru Besar Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sofian Effendi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (31/8/2020), menuturkan, perbaikan kompetensi dan tata kelola birokrasi amat dibutuhkan agar birokrasi bisa bekerja cepat dan efisien sehingga pemerintahan bisa efektif. Pemerintahan efektif dibutuhkan untuk menopang pembangunan.
Menurut Sofian, perbaikan kompetensi harus dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan. Sayang, peningkatan kapasitas sejauh ini belum menjadi prioritas.
Di sisi lain, kata Sofian, mayoritas jabatan di aparatur sipil negara (ASN) merupakan tenaga administrasi. Dari sekitar 4,2 juta ASN, 39,1 persen tenaga administrasi. Untuk itu, perampingan birokrasi sepatutnya diikuti kejelasan tugas dan ukuran kinerja terhadap 1,6 juta tenaga administrasi tersebut. Dengan demikian, hasil kerja mereka dapat diukur.
”Yang harus dibenahi komposisi dan kompetensi. Jadi, bukan semata-mata perampingan birokrasi,” kata Sofian.
Menurut dia, guna mendukung status negara berpenghasilan menengah ke atas, setidaknya skor Indeks Efektivitas Pemerintahan (IEP) Indonesia harus di atas 80. Adapun rentang skor IEP mulai dari 0 hingga 100. Mengacu pada IEP yang dirilis Bank Dunia pada 2019, skor Indonesia baru 59,1.
”Jadi, harusnya digenjot lagi kinerja aparatur negara agar mereka mampu mendukung upper middle income country. Kita masih harus naik (skor) 20 lagi,” ujar Sofian.
Pada 2 Juli 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan Indonesia masuk kategori negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country) versi Bank Dunia.
Pandemi Covid-19, menurut Sofian, tidak bisa menjadi alasan gerak lambat kinerja ASN. Di situasi krisis inilah kualitas birokrasi diuji. Jika birokrasi tidak bisa menghadapi arus tantangan di kelas yang baru, sangat mungkin Indonesia terpeleset ke negara berpendapatan menengah bawah.
Belum bergerak cepat
Ketua Tim Penjamin Kualitas Reformasi Birokrasi Nasional Adi Suryanto menyampaikan, dari sisi kelembagaan, sejumlah kementerian sudah menerapkan perampingan birokrasi sehingga keputusan bisa diambil cepat. Namun, di pemerintah daerah, konsep perampingan birokrasi belum berjalan. Alasannya, pelayanan langsung ke masyarakat lebih banyak sehingga tidak bisa asal memangkas birokrasi.
Selain itu, kemampuan ASN beradaptasi dengan situasi pandemi berbeda-beda di setiap daerah. Situasi pandemi di sejumlah daerah beragam. Namun, sebagai birokrat, semestinya mereka harus lebih berani melakukan aktivitas sesuai dengan protokol kesehatan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia Najmul Akhyar mengaku, program perampingan birokrasi belum sepenuhnya dapat dilakukan pemda. Sebab, kepala daerah menilai jabatan struktural atau eselonisasi masih penting dilakukan untuk menjaga psikologis ASN.
Ini berbeda dengan Kementerian Pertahanan yang telah menerapkan perampingan birokrasi. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemenhan Djoko Purwanto mengungkapkan, penyetaraan jabatan administrasi dalam jabatan fungsional di lingkungan Kemenhan mempercepat pengambilan keputusan.
Rini Widyantini, Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, menyebutkan, pemangkasan birokrasi di daerah menjadi kewenangan pemda. Kementerian Dalam Negeri sebagai pembinanya. Sementara untuk pemerintah pusat, proses pemangkasan birokrasi harus mengikuti kriteria yang dibuat oleh Kemenpan dan RB.
Rini mengatakan, persoalan penataan birokrasi harus tuntas pada akhir Desember ini. Sebab, pada 2021, fokus persoalan sudah harus mengarah pada percepatan mesin birokrasi.
”Pada 2021, kita tidak bicara penataan struktur lagi semestinya, tetapi sudah bagaimana mesin birokrasi bekerja, bisnis prosesnya, penggunaan teknologi informasi, sudah harus mengarah ke sana. Kalau tidak, birokrasi kita tertinggal dari negara lain,” papar Rini.