Tingkatkan Kepekaan dan Kepedulian terhadap Sesama
Peringatan 1 Muharam 1442 Hijriah menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan kepedulian kepada sesama, terutama di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
Anita Yossihara/Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perayaan 1 Muharam 1442 Hijriah, Kamis (20/8/2020), menjadi pengingat umat Islam untuk terus meneladani semangat hijrah Nabi Muhammad SAW. Di tengah pandemi Covid-19, spirit hijrah itu bisa diwujudkan dengan menjaga kepekaan dan kepedulian terhadap sesama, memperkuat persatuan dan persaudaraan, serta saling menolong antarsesama.
Tahun Baru Hijriah, 1 Muharam, merupakan hari yang penting bagi umat Islam. Momentum ini menjadi penanda hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Setelah peristiwa hijrah ini, agama Islam berkembang pesat.
Terkait dengan momentum peringatan Tahun Baru Hijriah, Presiden Joko Widodo mengingatkan seluruh elemen bangsa untuk menanggalkan pesimisme dan melangkah optimistis meski bangsa Indonesia, seperti halnya bangsa-bangsa lain di dunia, tengah menghadapi pandemi Covid-19.
”Mari kita sambut Tahun Baru Islam ini dengan kembali menegaskan tekad untuk berhijrah. Dari perilaku individualistik ke peduli sesama. Dari sifat malas ke karakter pekerja keras. Dari mudah marah ke manusia yang penyabar,” ujar Presiden Jokowi dalam pesan di akun media sosial resminya.
Pesan senada disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin melalui pernyataan pers yang disampaikan Sekretariat Wakil Presiden. Wapres mengajak masyarakat, khususnya umat Islam Indonesia, memaknai hijrah sebagai proses perubahan individu menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
”Momentum sejarah ini jadi refleksi yang penting bagi kita karena memberikan makna perubahan ataupun transisi dalam meraih kehidupan lebih baik dan menjadi pribadi yang lebih dekat dengan Allah Subhanahu Wataala,” ujarnya.
Oleh karena saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19, Wapres berpesan agar Tahun Baru Islam dimaknai sebagai hijrah dengan melakukan adaptasi terhadap kebiasaan baru. Masyarakat bisa produktif dengan tetap beraktivitas, tetapi aman dari Covid-19 dengan selalu menerapkan protokol kesehatan ketat.
Tahun Baru Islam dimaknai sebagai hijrah dengan melakukan adaptasi terhadap kebiasaan baru.
Hijrah, menurut Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, adalah metamorfosis gerakan, baik sosial, keagamaan, maupun kebudayaan. Spirit hijrah itu perlu kian ditebalkan dalam kondisi bangsa menghadapi Covid-19.
Helmy mengatakan, momentum Tahun Baru Hijriah juga semestinya dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bersama-sama memanjatkan doa, saling membantu, dan mendukung Indonesia agar segera diberi kemudahan untuk keluar dari pandemi Covid-19.
Empat pesan
Dalam momentum Tahun Baru Hijriah, PBNU mengajak umat Islam meneladani sikap, perbuatan, ucapan, dan akhlak Nabi Muhammad SAW. Setidaknya, ada empat pesan Nabi Muhammad SAW yang disampaikan saat khotbah di awal masa hijrah. Keempat pesan itu ialah menebarkan salam atau perdamaian, memberi makanan atau bersedekah, menjalin silaturahmi, dan shalat malam.
”Dalam hal menebarkan salam, yang dimaksud ialah perdamaian. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, ada irisan kemiripan dan kesamaan struktur sosiologis masyarakat Madinah kala itu dengan Indonesia saat ini. Irisannya pada konteks kemajemukan dan kebinekaan. Maka, konteks ini, pesan Nabi Muhammad SAW, tak berhenti pada makna tekstual tebarkan salam, tapi juga kedamaian dan ciptakan rasa aman bagi siapa pun, terlebih sesama bangsa dan negara,” tutur Helmy.
Sementara pesan memberi makanan atau bersedekah, menurut Helmy, Nabi mengingatkan seluruh umatnya akan kepedulian sosial sebagai pilar penting bermasyarakat. Masyarakat yang baik adalah masyarakat yang dibangun di atas individu-individu yang peka dan peduli sosial, baik konteks beragama (ukhuwah Islamiyah), berbangsa (ukhuwah wathaniyah), maupun lebih mendasar, kepedulian kepada kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).
Tiga pengertian
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, hijrah mengandung tiga pengertian. Pertama, secara bahasa, berpindah dari satu tempat berdomisili ke tempat domisili lain. Kedua, hijrah secara historis, berarti berpindahnya Nabi Muhammad SAW dan para sahabat. Ketiga, hijrah secara spiritual, yaitu berhijrah atau meninggalkan semua perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Oleh karena itu, menurut Mu’ti, memperingati Tahun Baru Hijriah ada tiga spirit yang perlu ditransformasikan, yakni kehidupan pribadi, sosial, dan budaya. ”Pertama, secara pribadi hendaknya melakukan hijrah spiritual menjadi manusia yang lebih baik, berubah dari kebiasaan dan tabiat lama yang tak baik menuju kebiasaan dan amalan yang utama, dari maksiat menuju tobat, taat, dan takwa,” katanya.
Kedua, menurut Mu’ti, spirit hijriah secara sosial memperkuat persaudaraan dan persatuan yang sejati dalam masyarakat pluralistis sebagaimana persahabatan Muhajirin (pendatang) dan Anshar (penduduk asli). Ketiga, secara politik, hijrah memberikan pelajaran tentang masyarakat hukum. Semua warga Madinah terikat Piagam Madinah sebagai ”undang-undang” bagi warga Madinah. Nabi Muhammad sebagai kepala negara Madinah membangun masyarakat yang mematuhi dan menegakkan hukum secara adil.
”Makna spiritual, sosial, dan politik hijrah itulah yang sekarang sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di tengah pandemi Covid-19, semangat persatuan dan persahabatan diwujudkan dalam sikap saling menghormati, tolong-menolong, dan gotong royong,” ujar Mu’ti.
Peringatan Tahun Baru Hijriah dirayakan di sejumlah daerah di Indonesia, seperti Bandung, Jawa Barat. Sementara di Kota Tegal, Jawa Tengah, Tahun Baru Hijriah dirayakan dengan tablig akbar. Acara yang digelar di Alun-alun Kota Tegal itu dihadiri sekitar 20.000 orang dari sejumlah daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Protokol kesehatan untuk mencegah potensi penyebaran Covid-19 diterapkan secara ketat di acara ini.