”Daerah dengan risiko merah turun, itu tanda baik. Namun daerah tak terdampak menurun, itu tanda kurang baik. Terutama tanda oranye terus meningkat. Ini harus jadi perhatian,” kata Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito.
Oleh
FX LAKSANA AS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia makin meluas. Hal ini tecermin dari terus bertambahnya jumlah kabupaten dan kota yang masuk dalam kategori risiko sedang. Penambahan tersebut lebih banyak disebabkan oleh naiknya daerah risiko rendah ketimbang turunnya daerah risiko tinggi ke dalam kategori risiko sedang.
Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (18/8/2020), menyatakan, terdapat 18 kabupaten dan kota dengan risiko tinggi berpindah ke risiko sedang pada pekan terakhir. Namun pada saat yang sama, 49 kabupaten dan kota dengan risiko rendah berpindah ke risiko sedang.
”Jadi terjadi clustering di daerah-daerah dengan risiko sedang. Ini perlu menjadi perhatian karena dari waktu ke waktu terlihat zona risiko sedang meningkat terus,” kata Wiku.
Berdasarkan data Satgas Covid-19 per 16 Agustus, 29 kabupaten dan kota termasuk risiko tinggi atau zona merah, sedangkan 237 kabupaten dan kota termasuk risiko sedang atau zona oranye. Sebanyak 174 kabupaten dan kota termasuk risiko rendah atau zona kuning. Sementara 42 kabupaten dan kota tidak mencatatkan kasus baru serta 32 kabupaten dan kota lainnya tidak terdampak. Kelompok ini termasuk zona hijau.
Daerah yang masuk ke zona oranye, Wiku memberi catatan, terus bertambah jumlahnya. Selama 12-19 Juli, 32,88 persen dari total kabupaten dan kota di Indonesia masuk zona oranye. Selanjutnya persentasenya terus bertambah, dari 35,99 persen pada 19-26 Juli, menjadi 43 persen per 26 Juli-2 Agustus, 43,19 persen per 2-9 Agustus, hingga 46,11 persen per 9-16 Agustus.
”Ini yang perlu menjadi perhatian semuanya. Bahwa daerah dengan risiko merah turun, itu tanda baik. Namun daerah tidak terdampak menurun, itu tanda yang kurang baik. Dan terutama tanda oranye terus meningkat. Ini harus menjadi perhatian,” kata Wiku.
Untuk itu, ia mengimbau pemerintah daerah, Satgas Covid-19 di daerah, dan masyarakat untuk dapat menurunkan risiko menjadi risiko rendah. Dengan begitu, Indonesia secara koletif akan menjadi lebih baik pula.
Di sejumlah daerah, Wiku mengingatkan, disiplin pelaksanaan protokol kesehatan mulai longgar. Ia mencontohkan tiga peristiwa dalam beberapa hari terakhir yang bersifat pengumpulan massa dengan banyak warga yang tidak mengenakan masker.
Pertama adalah Deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Tugu Prokamasi di Jakarta, Selasa (18/8/2020) yang dihadiri ribuan orang. Kedua, konser musik yang dihadiri ribuan orang di Wisata Alam Jumprit, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (15/8/2020). Ketiga, sepeda santai diikuti sekitar 3.000 orang di Padang, Sumatera Barat, Minggu (16/08/2020).
”Apabila kejadian-kejadian seperti ini terulang, kluster baru akan muncul. Dan ini harus kita cegah agar betul-betul kondisi aman Covid di Indonesia bisa terjadi dan masyarakat bisa melakukan kegiatan sosial ekonomi secara terkendali. Mohon agar kita disiplin pakai masker dan jaga jarak,” kata Wiku.
Hibah modal kerja
Merujuk rencana awal, pemerintah semestinya mulai menyalurkan hibah modal kerja untuk pelaku usaha mikro di seluruh Indonesia. Hibah Rp 2,4 juta per orang itu akan disalurkan ke rekening bank penerima dalam sekali transfer. Gelombang pertama akan dimulai pertengahan Agustus.
Program pemberian hibah untuk pelaku usaha mikro tersebut diputuskan dalam rapat terbatas dipimpin Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, dalam keterangan pers seusai pertemuan, menyatakan, pemerintah akan menyalurkan program bantuan produktif usaha mikro yang sifatnya hibah. Targetnya untuk 12 juta pelaku usaha mikro dengan nilai Rp 2,4 juta per pelaku usaha. Penerima harus pelaku usaha mikro yang bukan aparatur sipil negara, tentara, polisi, pegawai BUMN, maupun pegawai BUMD.
Untuk tahap awal, menurut Teten, pemerintah akan menyiapkan anggaran Rp 22 triliun untuk 9,1 juta pelaku usaha. Untuk itu, pemerintah bersama lembaga terkait telah menyiapkan landasan kebijakan, alokasi anggaran, serta mekanisme pendataan, penyaluran, hingga pengawasan. ”Presiden berharap, 17 Agustus sudah ada yang konkret,” kata Teten.
Sejauh ini, Teten melanjutkan, Kementerian Koperasi dan UKM telah menghimpun sekitar 17 juta data pelaku usaha mikro. Ini merupakan agregasi data dari bank-bank milik negara, PT Permodalan Nasional Madani, PT Pegadaian, kementerian, lembaga negara, dinas terkait di daerah-daerah, serta OJK. Selanjutnya data tersebut akan diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM bersama dengan OJK dan Kementerian Keuangan.
Kementerian Koperasi dan UKM telah memproses 9 juta pelaku usaha di antaranya. Data untuk 5,5 juta pelaku usaha dinyatakan bersih. ”Kami ingin mengajak pelaku usaha mikro yang belum dapat pembiayaan modal kerja dan investasi dari perbankan untuk ikut aktif mendaftarkan diri melalui dinas koperasi terdekat,” kata Teten.
Penerima program bantuan produktif usaha mikro, Teten menambahkan, tidak dibatasi sektornya. Sesuai arahan Presiden, penyalurannya menyebar secara proporsional untuk daerah di seluruh Indonesia.