Presiden Jokowi: Momentum Kebangkitan untuk Melompat Maju
Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan 17 Agustus mengajak bangsa Indonesia mengatasi ketertinggalan dengan memanfaatkan momentum Covid-19 sebagai lompatan menuju satu abad kemerdekaan lewat transformasi fundamental.
Oleh
Nina Susilo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang menghantam segala sendi kehidupan, baik bidang kesehatan maupun ekonomi, membuat semua negara mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, semua negara memiliki kesempatan sama untuk bangkit dan menata kembali kehidupannya. Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk melompat maju dan melakukan transformasi fundamental menuju 1 abad kemerdekaan.
Presiden Joko Widodo membawa semangat ini dalam Pidato Kenegaraan yang disampaikan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Gedung Nusantara Kompleks MPR,DPR,DPD, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga mendampingi Presiden Jokowi yang mengenakan baju adat khas orang Rote di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur, itu.
Hadir dalam acara yang diselenggarakan secara virtual ini Presiden kelima RI Megawati Sukarnoputri, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres keenam RI Try Sutrisno, Wapres kesembilan Hamzah Haz, Wapres ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, dan Wapres ke-11 Budiono.
Dalam Sidang Tahunan yang dibuka Ketua MPR Bambang Soesatyo, hadir pula Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD La Nyala Mattalitti, Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Ketua MA Muhammad Syarifuddin, Ketua MK Anwar Usman, dan Ketua KY Jaja Ahmad Jayus.
Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting. Semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya.
Pandemi Covid-19 yang membuat pertumbuhan ekonomi berkontraksi disebutkan dalam pidato Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, ataupun Presiden Joko Widodo. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua minus 5,32 persen. Di negara-negara maju hal serupa terjadi. Sebanyak 215 negara sama-sama menghadapi masa sulit akibat pandemi Covid-19.
”Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting. Semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya,” kata Presiden Jokowi.
Karena itu, Presiden Jokowi menyambut seruan moral para ulama, pemuka agama, dan tokoh-tokoh budaya supaya menjadikan musibah pandemi Covid-19 sebagai sebuah kebangkitan baru. Saat ini menjadi saat paling tepat untuk membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar, menjalankan strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, kebudayaan, termasuk kesehatan dan pendidikan.
”Saatnya kita bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar. Pada usia ke-75 tahun ini, kita telah menjadi negara upper middle income country. 25 tahun lagi, pada usia seabad Republik Indonesia, kita harus menjadikan Indonesia negara maju,” kata Presiden melanjutkan.
Beberapa langkah yang sudah dilakukan pemerintah, kemudian dipaparkan Presiden. Mulai dari penanganan bidang kesehatan saat mengevakuasi WNI dari wilayah pandemi di China, menyiapkan rumah-rumah sakit dan rumah isolasi, menyediakan obat-obatan dan alat kesehatan serta mendisiplinkan protokol kesehatan. Selain itu, prioritas dilakukan untuk pencegahan penyakit dan kampanye pola hidup sehat serta penguatan kapasitas SDM, pengembangan rumah sakit dan balai kesehatan, industri obat dan alat kesehatan.
Presiden Jokowi juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada para dokter, perawat, serta petugas di rumah sakit, laboratorium, klinik kesehatan, dan rumah-rumah isolasi yang membantu menghambat penyebaran Covid-19, mengobati yang sakit. Penghargaan serupa disampaikan kepada tokoh masyarakat, para relawan, awak media, aparat TNI dan Polri, serta para aparatur sipil negara di tingkat pusat dan di daerah.
Mengatasi krisis, program jaring pengaman sosial disalurkan, seperti bantuan sembako, bansos tunai, subsidi dan diskon tarif listrik, BLT Desa, dan subsidi gaji. Selain itu, UMKM juga mendapatkan program restrukturisasi kredit, bantuan modal darurat, dan bantuan pembelian produk-produk.
Untuk menjaga ketahanan pangan, Presiden menyebutkan pemerintah akan menjamin kelancaran rantai pasokan makanan dari hulu produksi sampai hilir distribusi ke seluruh wilayah negeri. Selain peningkatan efisiensi produksi pangan dan penguatan koperasi, dibangun pula lumbungan pangan (food estate) di Provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara untuk memperkuat cadangan pangan nasional. Food estate ini akan dibangun juga di wilayah-wilayah lain.
Dalam membangun kemandirian energi, Presiden menjanjikan pemanfaatkan biodiesel. Setelah B20 diproduksi pada 2019, dan B30 tahun ini, uji produksi untuk membuat D100, biodiesel berbahan 100 persen dari minyak kelapa sawit masih dilakukan.
”Ini akan menyerap minimal 1 juta ton sawit produksi petani untuk kapasitas produksi 20.000 barel per hari,” kata Presiden.
Hilirisasi bahan mentah juga dilakukan mulai pengolahan batubara menjadi metanol dan gas serta pembangunan kilang pengolah minyak mentah menjadi minyak jadi dan bahan industri petrokimia. Pengembangan indutri baterai litium yang bermanfaat untuk mobil listrik juga dinilai sangat menjanjikan.
Dari prosedur panjang dan berbelit menjadi smart short cut. Dari orientasi prosedur menjadi orientasi hasil.
Secara umum, lebih jauh, Presiden Jokowi juga menegaskan perlunya perubahan cara kerja dalam krisis ini. ”Dari prosedur panjang dan berbelit menjadi smart short cut. Dari orientasi prosedur menjadi orientasi hasil,” ujarnya.
Selain itu, perubahan pola pikir dan etos kerja juga diperlukan. Efisiensi, kolaborasi, dan penggunaan teknologi harus menjadi prioritas. ”Jangan sia-siakan pelajaran yang diberikan oleh krisis. Jangan biarkan krisis membuahkan kemunduran. Justru momentum krisis ini harus kita bajak untuk melakukan lompatan kemajuan” kata Presiden.
Perlu penjabaran
Secara terpisah, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Prof Djohermansyah Djohan menyambut positif gagasan Presiden Jokowi untuk memanfaatkan momentum dalam masa sulit pandemi. ”Kita harus cari celah, hikmah, dan berkah. Gagasannya bisa dipahami,” katanya.
Namun, Presiden Jokowi perlu memiliki langkah-langkah dan rencana yang jelas untuk mengeksekusi gagasan tersebut. Penjabaran gagasan ini secara teknokratis ke dalam manajemen pemerintahannya, mulai perencanaan kegiatan, siapa pelaksananya, dengan apa dilaksanakan sampai eksekusi, dan evaluasi belum tampak dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi.
Prosedur-prosedur masih panjang berbelit, juklak juknis masih dikeluhkan. Ini memang teknis kerja di birokrasi sebab tanpa aturan, birokrasi tak berani bekerja. Jadi perlu ada perbaikan dalam cara birokrasi mengoperasikan pemerintahan, dengan berbagai aturan yang cocok dengan kondisi pandemi Covid ini.
Kenyataannya, kata Djohermansyah, Presiden Jokowi masih menghadapi kendala dalam memimpin para menteri untuk menggerakkan birokrasi. Dalam beberapa sidang kabinet dan rapat terbatas, Presiden mengeluhkan lambannya penyerapan anggaran dan pelaksanaan program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Untuk itu, perlu ada perbaikan cara kerja birokrasi. Namun, hal ini tentu bukan sekadar penerapan digitalisasi dan kemampuan ASN bekerja dari rumah. Justru, kerumitan di birokrasi yang harus diselesaikan.
”Prosedur-prosedur masih panjang berbelit, juklak juknis masih dikeluhkan. Ini memang teknis kerja di birokrasi sebab tanpa aturan, birokrasi tak berani bekerja. Jadi perlu ada perbaikan dalam cara birokrasi mengoperasikan pemerintahan, dengan berbagai aturan yang cocok dengan kondisi pandemi Covid ini,” katanya.
Semua ini harus dilakukan dengan sangat cepat. Sebab, tambah Djohermansyah, semua negara yang saat ini terpuruk akibat Covid-19 juga berusaha bangkit dan memanfaatkan peluang dari kondisi Covid-19 ini.