Baju Adat Sabu, Presiden Jokowi, dan Pesan Cinta Indonesia
Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Sabu dari Nusa Tenggara Timur di Sidang Tahunan MPR. Pilihan baju adat Sabu menjadi istimewa sebab Pulau Sabu adalah salah satu pulau terluar di bagian selatan Indonesia.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
Kebiasaan mengenakan baju adat di acara-acara kenegaraan kembali ditunjukkan Presiden Joko Widodo. Dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD, Jumat (14/8/2020), Presiden Jokowi memilih baju adat khas Sabu dari Nusa Tenggara Timur.
Baju adat ini terdiri atas hi’i atau kain persegi panjang berjumbai yang disampirkan di bahu. Selain itu, digunakan pula ikat kepala dengan motif tenun yang sama.
Dalam penelitian Akiko Kagiya di bukunya, Female Culture in Raijua (2010), salah satu pakaian lelaki di Sabu bernama luhi yang bermotif bunga dengan warna dasar kuning dan ditenun di kain katun ataupun sutra. Luhi juga digunakan sebagai ornamen di bahu penari ledo hawu.
Secara tradisional, menurut Genevieve Duggan, yang meneliti Sabu sejak 1990, motif tenun ikat Sabu mengikuti bentuk bunga palem atau lontar. Adapun pewarna yang digunakan secara tradisional.
Seperti dipublikasikan di laman daring genevieveduggan.com, pewarna alami, seperti kuning dari kunyit, hijau dari daun pohon pinang (Areca catechu) dan pohon dadap (Erythrina varigata), biru muda dari daun nila (Indigoferra areca), dan merah dari akar pohon mengkudu (Morinda citrifolia). Namun, kini pewarna kimia dan benang pabrikan juga digunakan dan motifnya semakin bervariasi.
Presiden Joko Widodo sendiri selalu mengajak masyarakat mengenal dan menyukai produk dan budaya Indonesia. Setiap peringatan 17 Agustus dan pidato kenegaraan, pakaian-pakaian adat dari sejumlah daerah selalu dikenakan.
Tahun lalu, Presiden Jokowi mengenakan pakaian adat Sasak dari Nusa Tenggara Barat di pidato kenegaraannya, sedangkan baju adat Klungkung dari Bali digunakannya pada peringatan Detik-detik Proklamasi. Presiden juga pernah tampil dengan pakaian adat Kalimantan Selatan dan baju adat Aceh dalam peringatan Proklamasi Kemerdekaan tahun 2017 dan 2018.
”Dengan mengenakan pakaian adat ini, Presiden Joko Widodo hendak mengajak masyarakat untuk mencintai produk-produk Indonesia yang dikenal kaya akan seni kriya, tenun, dan kebudayaan Nusantara,” kata Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono seperti disampaikan dalam keterangan pers yang diterima harian Kompas.
Pilihan baju adat Sabu menjadi istimewa sebab Pulau Sabu adalah salah satu pulau terluar di bagian selatan Indonesia. Sebagai satu pulau kecil dan terdepan, perjalanan menuju Sabu tak bisa dilakukan setiap hari. Penyeberangan menggunakan kapal dari Kupang, misalnya, hanya ada setiap beberapa hari sekali. Selain itu, perjalanan bisa menggunakan penerbangan perintis yang juga tidak dilakukan setiap hari.
Doansi Tarihoran, pengajar FMIPA Universitas Indonesia, yang membimbing guru-guru dan anak-anak di Pulau Sabu sejak 2012 sampai 2018, menyambut gembira penggunaan baju adat Sabu oleh Presiden Jokowi. Menurut dia, warga Sabu memiliki karakter yang luar biasa. Selain sangat ramah, kejujuran menjadi hal biasa.
”Di sana, menaruh mobil atau sepeda motor sering kali kunci kontak dibiarkan menempel (di badan mobil/sepeda motor),” ujarnya.
Namun, kendala di wilayah terluar adalah ketersediaan barang. Jarak membuat harga barang melambung, itu pun belum tentu selalu tersedia. Bensin di saat-saat tertentu, kata Doansi, bisa dijual Rp 30.000-Rp 50.000 per botol berukuran 1,5 liter. Mendapatkan laptop, misalnya, harus dilakukan dengan menitipkan kepada pendatang atau kerabat yang keluar wilayah.
Dalam catatan harian Kompas yang diterbitkan 28 September 2014, membeli benang dan pewarna kimia pabrikan untuk membuat tenun ikat pun harus diambil dari Kupang secara sporadis. Benang dan pewarna ini umumnya dari Surabaya, Jawa Timur. Namun, terkadang kualitasnya tidak selalu baik.
Akiko Kagiya dalam bukunya juga menyebut Pulau Sabu dan Raijua sebagai kawasan yang keras. Wilayah sabana subtropis dengan curah hujan rendah membuat wilayah ini sulit ditanami. Karena itu, makanan pokoknya adalah gula Sabu yang terbuat dari sari pohon lontar. Namun, kata Akiko, kondisi sulit ini tak pernah dikeluhkan.
Kondisi ini mulai berubah. Sejak kawasan ini menjadi Kabupaten Sabu Raijua, seperti ditulis harian Kompas pada 2014, usaha menumbuhkan kemandirian pangan dimulai dengan penyiapan sumber air dan pengairan yang disalurkan melalui pipa. Lahan sayur dan buah mulai menghijau.
Di panggung Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD, Presiden Joko Widodo yang berbaju adat Sabu membawakan pidato kenegaraan yang berisi pesan untuk memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk berbenah, bangkit, dan melompat maju.
Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD ini sekaligus menjadi rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-75 Republik Indonesia. Tentu bukan hanya melompat, melainkan pembangunan merata sampai ke pulau terluar, seperti Pulau Sabu, perlu menjadi fokus.
Bukan hanya ketersediaan bahan-bahan kebutuhan yang perlu sampai ke wilayah-wilayah terdepan, melainkan juga pendidikan dan berbagai pembangunan pendukung kehidupan lainnya. Semoga....