Adik Gus Dur, Hasyim Wahid, Meninggal akibat Komplikasi
Putra bungsu Wahid Hasyim, Hasyim Wahid atau dikenal dengan Gus Im (66), meninggal di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta, pada Sabtu (1/8/2020) subuh. Tokoh bangsa ini tak hanya dikenal di NU, tetapi juga di PDI-P.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
DOKOMUNTASI ROZALI AHMAD DARI NAHDLATUL ULAMA
Jenazah KH Hasyim Wahid (Gus Im) dishalatkan di rumah duka, Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (1/8/2020). Seusai shalat jenazah, dilakukan pembacaan tahlil, kemudian doa yang dipimpin oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
JAKARTA, KOMPAS — Putra bungsu Wahid Hasyim, Hasyim Wahid atau dikenal dengan Gus Im (66), meninggal di Rumah Sakit Mayapada, Jakarta, pada Sabtu (1/8/2020), pukul 04.18 WIB. Gus Im meninggal karena komplikasi, penyakit ginjal dan hati.
Keponakan Gus Im, Irfan Asy\'ari Sudirman Wahid atau dikenal Gus Ipang, saat dihubungi Kompas, Sabtu (1/8/2020), mengatakan, Gus Im sempat dirawat di RS Mayapada, Jakarta, selama tiga minggu terakhir. Namun, tidak disangka, hari ini adik kandung mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut harus pergi.
”Sempat bolak balik dirawat di rumah sakit. Sebenarnya, kemarin juga sudah sempat membaik. Mungkin memang sudah waktunya,” ujar Gus Ipang menambahkan.
”Sempat bolak balik dirawat di rumah sakit. Sebenarnya, kemarin juga sudah sempat membaik. Mungkin memang sudah waktunya.”
KOMPAS/INSAN ALFAJRI
Putra sulung Salahuddin Wahid, Irfan Asy\'ari Sudirman Wahid (baju hitam), menyampaikan kabar tentang meninggalnya Salahuddin Wahid, Minggu (2/2/2020), di Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita, Jakarta.
Jenazah Gus Im disemayamkan di Ciganjur, Jakarta Selatan. Kemudian, pada pukul 12.30 WIB, jenazah dibawa melalui jalur darat ke Jombang, Jawa Timur.
Diperkirakan pada pukul 21.00 WIB jenazah akan tiba di Pesantren Mambaul Ma\'arif Denanyar Jombang. Pada pukul 22.00 WIB, jenazah akan dimakamkan.
Politik nasional
Gus Im merupakan anak keenam atau putra bungsu dari keluarga yang dikenal cukup terhormat. Adapun kelima saudaranya adalah Gus Dur, Aisyah Hamid Baidlowi, Salahuddin Wahid atau Gus Solah, Umar Wahid atau Gus Umar, dan Lily Chodijah Wahid.
Sebagaimana pernah ditulis, kakek dari ayahnya, KH Hasyim Asyari, merupakan pendiri NU. Sementara kakek dari pihak ibu, KH Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, merupakan sosok yang terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi menteri agama tahun 1949, sedangkan ibunya, Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denayar Jombang.
Gus Im, menurut Gus Ipang, adalah salah satu yang dianggap paling genius di antara enam bersaudara itu. Gus Im juga memiliki idealisme yang sangat kuat.
”Dari Gus Dur sampai Gus Im, kan, memang semua punya idealisme kuat. Gus Im ini justru hitam-putih yang paling saklek, idealismenya paling kuat. Padahal, Gus Dur dan Gus Solah saja idealismenya sudah begitu luar biasa,” ucap Gus Ipang.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Solahuddin Wahid
Tak hanya itu, Gus Im juga dikenal sebagai sosok panutan bagi kaum muda. Ia pandai membaca masalah-masalah kebangsaan.
Di kancah politik, Gus Im pernah menjadi salah satu Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (1998-2000). Ia pernah pula menjadi Penasihat Gerakan Pemuda Partai Kebangkitan Bangsa.
Saat Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI keempat (1999-2001), Gus Im pernah menjadi bagian di dalam Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Gus Im kini tengah menjabat sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengenang Gus Im akrab dengan para aktivis pergerakan, terutama yang berasal dari kalangan NU.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto menyampaikan duka cita yang mendalam atas wafatnya salah satu tokoh bangsa, yang juga negarawan dan pembela hak-hak rakyat kecil.
”Pagi tadi saya melaporkan berita duka tersebut langsung ke Ibu Megawati Soekarnoputri. Beliau menyampaikan duka cita yang mendalam. Almarhum merupakan bagian keluarga besar PDI-P,” tutur Hasto.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah simpatisan berpartisipasi dalam parade Bhinneka Tunggal Ika yang berlangsung dari Tugu Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, hingga ke Tugu Tani, Menteng, Sabtu (19/11). Aksi damai ini mengampanyekan pentingnya merawat Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan kebinekaan Indonesia.
”Pagi tadi saya melaporkan berita duka tersebut langsung ke Ibu Megawati Soekarnoputri. Beliau menyampaikan duka cita yang mendalam. Almarhum merupakan bagian keluarga besar PDI-P.”
Gus Im, lanjut Hasto, dikenal sebagai sosok yang sangat gigih menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi milenial sehingga komitmen terhadap Pancasila terus terjaga hingga kini.
Gus Im juga dikenang sebagai sosok yang peduli pada hak-hak konstitusional rakyat kecil. Karena itu, ia senantiasa mengajarkan kepada kaum muda agar memahami peta geopolitik dan bahaya kapitalisme global. Kesadaran geopolitik ini menjadi penting agar bangsa berdaulat secara politik, mandiri dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
”Warisan pemikiran Gus Im tersebut akan selalu dikenang oleh negeri ini karena kita saat ini betul-betul membutuhkan visi kebangsaan yang kokoh dan kesadaran pada geopolitik sehingga kita dapat memahami bahaya kapitalisme global,” tutur Hasto.