Penembakan Dakota VT-CLA di Yogyakarta Memakan Korban Perancang Busana Terkenal Singapura
Penembakan pesawat Dakota VT-CLA pada 29 Juli 1947 diperingati sebagai Hari Bakti TNI AU. Selain gugurnya Adisutjipto, Abdurahman Saleh, dan Adi Sumarmo, turut menjadi korban adalah perancang busana Beryl Constantine.
Oleh
Iwan Santosa
·6 menit baca
Peristiwa penembakan pesawat Dakota VT-CLA yang mengangkut bantuan medis Palang Merah Malaya bagi Republik Indonesia pada 29 Juli 1947 diperingati sebagai Hari Bakti TNI Angkatan Udara. Selain gugurnya Komodor Agustinus Adisutjipto, Komodor Abdurahman Saleh, dan Adi Sumarmo serta para awak pesawat dan penumpang lain berkebangsaan Inggris, India, Australia, dan Selandia Baru, banyak cerita sejarah yang masih terlupakan dari perjuangan Indonesia yang mendapat dukungan dari berbagai bangsa itu.
Dalam dokumen yang dikirim pegiat sejarah Asosiasi Indonesia-New South Wales, Michael Kramer, kepada penulis pada awal Juni 2020, terdapat data-data soal peran Beryl Constantine, satu-satunya perempuan penumpang Dakota VT-CLA yang turut menjadi korban. Dalam beragam arsip dan laporan Malaya Tribune, halaman 1 tanggal 30 Juli 1947, peristiwa penembakan pesawat sipil dengan misi kemanusiaan itu menjadi berita utama.
”S’pore Dress Designer Killed on Mercy Mission. I Am Not Nervous - Mrs Constantine”, demikian judul berita utama harian Malaya Tribune yang terbit sehari sesudah penembakan pesawat sipil Dakota oleh sepasang pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk Belanda yang terbang dari Lapangan Terbang Kalibanteng, Semarang. Berita utama tersebut menjelaskan sosok Beryl Constantine sebagai selebritas dan pelopor desain adibusana di Singapura.
Beryl Constantine disebut sebagai perempuan yang cantik, berambut pirang, ramping, dan memperkenalkan rancangan-rancangan busana terbaru di Singapura setelah Perang Dunia II yang sesuai dengan iklim tropis di British Malaya. Semasa di Australia bersama suaminya, Beryl dikenal sebagai kritikus busana dan dikenal publik.
Dia memperkenalkan penggunaan model dan beragam rancangan busana. Michael Kramer menambahkan, Beryl Constantine, sebelum pindah ke Inggris mengembangkan bisnis busana, pernah menjadi desainer busana bagi Ratu Denmark, negeri asalnya.
Beragam laporan tentang Indonesia menjadi perhatian di Singapura dan Malaya ketika itu. Masih di halaman 1, Malaya Tribune melaporkan, Korps Marinir Belanda di Pelabuhan Banyuwangi, Jawa Timur, menyita 5.000 ton beras milik Republik Indonesia yang ditujukan ke India untuk membantu krisis pangan di India. Pejabat perkapalan India dari Pemerintah Negara Bagian Punjab Ikramullah menyampaikan kabar tersebut kepada media.
Bantuan beras dari Indonesia dan dukungan India kepada Indonesia lewat berbagai cara, termasuk penyediaan pesawat angkut Dakota oleh pengusaha-pejuang Biju Patnaik dari Negara Bagian Orrisa, India, adalah salah satu warna dari dimensi dukungan internasional pada perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Selanjutnya, di halaman 1 Malaya Tribune, di kolom bawah tertulis judul ”She Missed The Plane”, yang mengisahkan tentang penembakan pesawat Dakota dengan nomor registrasi India ”VT” dengan akhiran CLA. Berita tersebut mengisahkan Beryl Constantine dan para penumpang serta awak VT-CLA, serta upaya pihak Inggris dalam menangani penembakan pesawat sipil tersebut oleh pihak Belanda.
Ketika ditanya wartawan Malaya Tribune kepada polisi Singapura yang bertemu Beryl sebelum keberangkatan ke Jawa, polisi tersebut menceritakan, dia bertanya tentang perlu tidak membubuhkan lambang Palang Merah di badan pesawat Dakota.
Polisi itu mengutip jawaban Beryl Constantine bahwa dia tidak takut karena pesawat tersebut adalah pesawat sipil dengan registrasi India (VT) yang juga misinya sudah diketahui oleh pihak Belanda.
Dalam berita tersebut dijelaskan posisi Pilot Noel Constantine yang menjabat posisi tidak resmi sebagai penasihat penerbangan sipil Pemerintah Republik Indonesia. Noel Constantine adalah suami Beryl.
Berita tersebut juga mengutip keterangan Letkol Peter Ratcliffe dari perwakilan militer Inggris di Yogyakarta yang menyiarkan kabar penembakan Dakota VT-CLA dan ketidakmampuan Belanda mengendalikan personel militer mereka—yang dimaksud adalah para pilot yang menembak jatuh pesawat pembawa bantuan kemanusiaan tersebut.
Letkol Ratcliffe menerangkan, musibah terjadi dalam kondisi para korban tidak dapat melindungi diri sama sekali. Ada empat rentetan tembakan yang dilepaskan pesawat tempur Belanda yang mengakibatkan Dakota tersebut jatuh dan terbakar.
Dia menambahkan para korban adalah pilot eks Wing Commander Noel Constantine, Nyonya Beryl Constantine, kopilot Roy Hazelhurst, mekanik Bida Ram, para penumpang berkebangsaan Indonesia Adisutjipto, Dokter Abdul Rahman Saleh, Habi Sumarno (yang dimaksud adalah Adi Sumarmo), Arif, dan Zainal Arifin. Satu-satunya penumpang yang selamat adalah Abdul Gani yang duduk di ekor pesawat. Ratcliffe menjelaskan, Beryl Constantine tewas dengan luka tembakan yang tembus dari pipi kiri ke tubuhnya.
Michael Kramer menambahkan, dari penelusurannya diketahui, sebelum misi ke Yogyakarta tersebut Beryl Constantine sudah pernah berkomunikasi dengan para pejabat Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta.
Ditandai obat merah
Seorang warga Singapura, Rosie Khoo dari Distrik Katong, Singapura, yang diwawancara Malaya Tribune menceritakan, dia menggunakan cairan obat merah (Mercurochrome) untuk membubuhkan tanda Palang Merah pada kotak-kotak bantuan medis sumbangan Palang Merah Malaya yang diangkut Dakota VT-CLA. Khoo dan para relawan bekerja sejak Senin malam menyiapkan paket obat-obatan yang diterbangkan Dakota VT-CLA dari Bandara Kallang, Singapura Selasa (29/7/1947) pagi.
Rosie Khoo merencanakan menyisihkan 10 persen gajinya bulan depan untuk membantu pengadaan pasokan medis yang dikirim ke Jawa untuk membantu Republik Indonesia yang diblokade Belanda. Secara keseluruhan, 1.880 kilogram bantuan obat-obatan diangkut oleh pesawat Dakota VT-CLA.
Bantuan medis tersebut merupakan jawaban segera atas permintaan bantuan Republik Indonesia yang disiarkan dari Yogyakarta tanggal 27 Juli 1947. Buku British Document on Foreign Affair - Reports and Papers From The Foreign Office Confidential dengan Editor Paul Preston dan Michael Partridge, Bagian IV tahun 1946-1950 Seri E Asia 1947 mencatat, Nyonya MacDonald, istri Gubernur Jenderal Inggris, langsung memimpin upaya kemanusiaan yang dikoordinasikan dengan Palang Merah Internasional (ICRC) tersebut dan sudah diketahui juga oleh pihak Belanda di Singapura.
Upaya penggalangan dana segera dilakukan pihak Inggris di Singapura dan perwakilan Belanda di sana sudah mengetahui adanya upaya pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara.
Pesawat dengan resistrasi India, yakni VT-CLA, disiapkan. Hubungan India dan Indonesia ketika itu memang erat dan sama-sama menjalani masa sulit pada awal kemerdekaan masing-masing negara.
Adapun penulis sejarah, Osa Kurniawan Ilham, yang sedang mengerjakan naskah tentang diplomasi beras Republik Indonesia dan India tahun 1947 mengatakan, pertemuan wartawan India PRS Mani dengan Perdana Menteri Sutan Sjahrir pada April 1946 melahirkan kesepakatan ”Diplomasi Beras”. Diplomasi itu adalah rencana pengiriman 500.000 ton beras dari Indonesia ke India yang dibalas dengan pengiriman tekstil dari India ke Indonesia. Urusan pengangkutan melalui laut menjadi tanggung jawab pihak India.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama (TNI) Fajar Adriyanto seusai kunjungan kerja di India pada 2019 mengisahkan pertemuannya dengan keluarga dari Biju Patnaik, pemilik pesawat Dakota VT-CLA yang juga sahabat dari Presiden Soekarno. ”Menurut mereka, selain pesawat Dakota RI 001, ada pesawat Dakota lain dengan registrasi India yang dimiliki Republik Indonesia dan posisinya ada di Kota Kalkutta. Pesawat tersebut dibeli Republik Indonesia,” kata Fajar.
Kadispenau juga bertemu putra Biju Patnaik, yakni Naveen Patnaik. Naveen Patnaik menjelaskan tentang persahabatan ayahnya dengan Presiden Soekarno. Biju Patnaik adalah sosok yang menyarankan Soekarno memberi nama putrinya yang baru lahir dengan nama Dewi Awan atau Mega Vati. Jadilah Presiden Soekarno memberi nama putrinya sebagai Megawati yang kelak menjadi Presiden ke-5 Republik Indonesia.
Kadispenau Marsekal Pertama Fajar Adriyanto, mengutip cerita Naveen Patnaik, mengisahkan, urusan penembakan Dakota VT-CLA berbuntut panjang. Biju Patnaik mengancam pihak Belanda agar India melarang ruang udara dan wilayahnya dipakai terbang dan transit penerbangan KLM dari Belanda ke Indonesia. Pada akhirnya, pihak Belanda menyerah dan memberi ganti rugi atas penembakan Dakota VT-CLA.
Keterlibatan Pemerintah Inggris melalui Gubernur British Malaya, masyarakat multietnis di Singapura dan Malaya, pilot berkebangsaan Australia, Selandia Baru, pengusaha dan pejuang nasionalis India, serta berbagai bangsa membuktikan semangat kemerdekaan bangsa Indonesia mendapat dukungan internasional. Cerita Dakota VT-CLA bicara soal sejarah geopolitik dan nilai penting Indonesia bagi dunia internasional!