Joko Tjandra Nyaman di Malaysia
Buron perkara cessie Bank Bali, Joko Tjandra, mengaku betah dan nyaman menetap di Malaysia. Joko memiliki bisnis di negara itu.
JAKARTA, KOMPAS — Buron kasus hak tagih Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra, merasa sudah betah berada di Malaysia dan tidak berminat untuk kembali tinggal di Indonesia, apa pun hasil dari permohonan peninjauan kembali perkaranya di pengadilan. Joko juga diketahui memiliki bisnis yang cukup mapan di Malaysia.
Salah satu properti Joko di negara tetangga tersebut adalah gedung Exchange 106 di kawasan Tun Razak Exchange, Kuala Lumpur. Menurut kuasa hukum Joko Tjandra, Anita Kolopaking, kepemilikan Joko atas properti di Kuala Lumpur tersebut didapat melalui grup usahanya.
”Pak Joko sudah nyaman berada di Malaysia. Dia tidak ingin berada di Indonesia untuk tinggal. Dia datang hanya untuk meluruskan haknya,” ujar Anita di Jakarta, Selasa (14/7/2020).
Baca juga : Momentum Menangkap Joko Tjandra
Anita menuturkan, Joko Tjandra datang sendiri ke Indonesia karena ingin memulihkan nama baik dan mencari keadilan dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 8 Juni. Sebab, Joko merasa tidak bersalah.
Kehadiran Joko ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini membuat perkaranya kembali menjadi perhatian karena dia telah berstatus buronan sejak 2009. Bahkan, hari itu dia juga mengurus kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan. Namun, hakim menunda sidang PK yang dimohon Joko karena dia tak hadir.
Sepengetahuan Anita, saat ini Joko tengah berada di Malaysia. Terkait cara Joko datang ke Indonesia dari Malaysia dan sebaliknya yang tak terpantau petugas imigrasi, Anita menyatakan tidak tahu.
Joko juga diduga melakukan perjalanan ke Pontianak, Kalimantan Barat, dari Jakarta dengan pesawat pada 19 Juni 2020. Polri menerbitkan surat jalan Joko Tjandra untuk perjalanan ke Pontianak yang ditandatangani Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo.
Baca juga : Surat Jalan Joko Tjandra Memalukan Polri
Kasus pidana
Terkait penerbitan surat jalan tersebut, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis mencopot Prasetijo dari jabatannya, Rabu (15/7). Pencopotan dilakukan untuk pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kamis (16/7), mengatakan, dari tiga jenis penanganan di kepolisian, yakni menyangkut disiplin, kode etik, dan pidana, kasus yang melibatkan Prasetijo akan ditindaklanjuti sebagai kasus pidana.
Sementara terkait surat penyampaian penghapusan Interpol red notice untuk Joko Tjandra yang ditandatangani Sekretaris Divisi Hubungan Internasional Polri Brigjen (Pol) Nugroho Wibowo kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM pada 5 Mei 2020, Listyo mengatakan, Divisi Propam Polri tengah memeriksa pihak-pihak yang terkait dengan surat itu. Listyo memastikan tim gabungan Bareskrim akan mendalami hal itu, termasuk terkait penerbitan surat keterangan kesehatan bagi Joko Tjandra.
”Kami akan tindak lanjuti dengan memproses mulai dari penerbitan surat jalan, penggunaan surat jalan, termasuk peristiwa terhapusnya red notice, dan munculnya surat keterangan kesehatan atas nama terpidana Joko Tjandra yang tertulis posisinya sebagai konsultan,” kata Listyo.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Sarifuddin Sudding, mengapresiasi ketegasan Kapolri yang segera mencopot Prasetijo. Ketegasan seperti itu dibutuhkan di internal Polri guna memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.
”Jadi, kalau ada internal yang mencoba-coba main-main dan mencoreng kewibawaan serta integritas institusi, harus diambil sikap tegas tanpa pandang bulu. Perlu ditelusuri dalam rangka pembersihan,” kata Sudding.
Jadi, kalau ada internal yang mencoba-coba main-main dan mencoreng kewibawaan serta integritas institusi, harus diambil sikap tegas tanpa pandang bulu. Perlu ditelusuri dalam rangka pembersihan. (Sarifuddin Sudding)
Dianggap berakhir
Menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sigit Riyanto, red notice merupakan pemberitahuan dan permohonan aparat penegak hukum suatu negara kepada NCB Interpol untuk mengidentifikasi dan memastikan keberadaan tersangka atau terpidana. Dengan red notice, Interpol suatu negara dapat menahan sementara sebelum dilakukan ekstradisi, penyerahan, atau tindakan hukum lain yang diperlukan.
Berdasarkan red notice yang disampaikan ke NCB Interpol tersebut, aparat kepolisian semua negara anggota akan membantu sesuai permohonan kepolisian dari negara yang meminta. Permintaan bantuan dalam bentuk red notice harus sesuai dengan Interpol’s Constitution and Rules. Pada umumnya red notice diperpanjang setelah lima tahun. Jika tak diperpanjang atau diperbarui, red notice dianggap berakhir.
Baca juga : Joko Tjandra Tak Masuk dalam ”Red Notice” Interpol sejak 2014
Dalam surat yang ditandatangani Nugroho, disebutkan bahwa red notice atas nama Joko Tjandra terhapus dari basis data Interpol sejak 2014 atau setelah 5 tahun sejak diterbitkan karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan RI selaku pihak yang meminta.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji menilai, jika terdapat pihak yang mengetahui status Joko adalah buron dan tetap sengaja membantu yang bersangkutan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Mereka yang diduga terlibat membantu Joko diduga telah menghalangi proses hukum (obstruction of justice) dan menyalahi proses hukum yang adil terhadap legitimasi sistem peradilan pidana yang benar.
”Dengan tingkat intelektualitas (petugas yang diduga terlibat membantu Joko), agak di luar logika jika dianggap adanya kelalaian,” kata Indriyanto.
Dengan tingkat intelektualitas (petugas yang diduga terlibat membantu Joko), agak di luar logika jika dianggap adanya kelalaian. (Indriyanto Seno Adji)
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengungkapkan, kejaksaan sampai saat ini masih terus memburu dan berusaha menangkap Joko. Mengenai dugaan keterlibatan Brigjen (Pol) Prasetijo yang membantu Joko, kejaksaan menyerahkan proses tersebut kepada kepolisian.
Hari menambahkan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta saat ini memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Anang Supriatna terkait perkara Joko.
Pemeriksaan dilakukan untuk mendalami kebenaran video pertemuan antara Anang dan pengacara Joko, yaitu Anita Kolopaking, yang beredar di media sosial. ”Selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan jika terdapat indikasi perbuatan tercela,” kata Hari.
Dibuka lagi
Terkait permohonan PK yang diajukan kliennya, Anita Kolopaking menilai, kasus hak tagih Bank Bali oleh kejaksaan pada 2009 yang kemudian berujung pada vonis hukuman penjara selama 2 tahun terhadap Joko menerobos Pasal 263 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam pasal itu tercantum terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Sebab, kata Anita, putusan hakim pada kasus hak tagih Bank Bali pada Agustus 2000 menyatakan, perbuatan terdakwa Joko Tjandra tidak termasuk ranah pidana sehingga kliennya semestinya lepas dari segala tuntutan hukum. Menurut dia, permohonan kasasi yang diajukan jaksa terhadap kasus cessie Bank Bali juga sudah ditolak Mahkamah Agung pada Juni 2001 sehingga perkara tersebut dianggap sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Apalagi, lanjut Anita, saat mengajukan PK pada tahun 2009, jaksa tidak menyertakan novum (alat bukti) baru ke pengadilan. ”Seharusnya kasus itu sudah inkrah pada saat itu (tahun 2001) bukan yang tahun 2009. Bagaimana orang tidak merasa terzalimi, kan semestinya tahun 2001 sudah selesai urusannya, tapi dibuka lagi delapan tahun kemudian. Kenapa kok hukum bisa dipelintir seperti itu,” kata Anita.
Pengejaran terhadap buron Joko kembali jadi sorotan setelah dia tiba-tiba datang sendiri untuk mendaftarkan permohonan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni. Sebelum ke PN Jaksel pada hari yang sama, Joko juga mendatangi Kelurahan Grogol Selatan untuk mengurus KTP-el.
Anita mengakui kuasa hukum memang turut mendampingi Joko untuk mengurus KTP-el dan pengajuan permohonan PK. Setelah itu, kuasa hukum juga menemui Joko saat mengurus paspor ke Kantor Imigrasi Jakarta Utara, 22 Juni 2020. (ILO/NIA/IRE/REK/PDS/NAD/BOW)