IPW: Brigjen (Pol) Prasetijo Diduga Tidak Bertindak Sendiri Membantu Joko Tjandra
IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Joko Tjandra, buronan kasus ”cessie” Bank Bali. IPW menduga ada oknum lain yang membantu Joko, selain Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia Police Watch menduga Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo tidak bertindak sendirian dalam memfasilitasi melenggang bebasnya buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra, di Indonesia. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memastikan akan mengusut tuntas anggota Polri yang terlibat.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis kemarin mencopot Prasetijo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Badan Reserse Kriminal Polri. Prasetijo membuat surat jalan bagi Joko Tjandra bepergian dari Jakarta ke Pontianak pada Juni.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam keterangannya, Kamis (16/7/2020), mengatakan, Prasetijo tidak bertindak sendirian. Tindakan Prasetijo dinilainya terkait erat dengan dugaan ada oknum perwira tinggi lainnya yang bertugas menghapus red notice Joko Tjandra. Menurut Neta, perwira tinggi lain yang juga diduga terlibat adalah Brigjen (Pol) Nugroho Wibowo. Jabatannya adalah Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Kesalahan Nugroho dinilai Neta lebih berat ketimbang Prasetijo. Sebab, melalui surat bernomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020, Nugroho mengeluarkan surat penyampaian penghapusan red notice Interpol atas nama Joko Tjandra kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam surat tersebut, salah satu dasar pencabutan red notice itu adalah adanya surat Anna Boentaran, istri Joko Tjandra, tanggal 16 April 2020 kepada NCB Interpol Indonesia yang meminta pencabutan red notice atas nama Joko Tjandra. Surat yang dikirim Anna Boentaran itu 12 hari setelah Nugroho duduk sebagai Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Hal itu, menurut Neta, menimbulkan tanda tanya besar. Sebab, Nugroho tampak begitu mudah meminta penghapusan red notice Joko S Tjandra.
”IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Joko S Tjandra. Jika Mabes Polri mengatakan pemberian surat jalan kepada Joko S Tjandra adalah inisiatif individu Brigjen (Pol) Prasetijo, IPW meragukannya,” kata Neta.
IPW meyakini ada persekongkolan jahat dari sejumlah oknum pejabat untuk melindungi Joko Tjandra. Jika Mabes Polri mengatakan pemberian surat jalan kepada Joko Tjandra itu adalah inisiatif individu Brigjen (Pol) Prasetijo, IPW meragukannya.
Dengan dasar itu, Neta melanjutkan, perlindungan yang diberikan kepada Joko Tjandra tak hanya dilakukan perwira tinggi dari Badan Reserse Kriminal Polri, tetapi juga Interpol. Karena itu, Kapolri diharapkan bertanggung jawab dan segera mencopot Nugroho Wibowo dari jabatannya.
Di sisi lain, Neta juga mempertanyakan sikap Ditjen Imigrasi yang tidak bersuara ketika terdapat permintaan penghapusan red notice tersebut. ”Semua ini hanya bisa dibuka jika Presiden Jokowi turun tangan untuk membersihkan Polri, dengan cara membentuk tim pencari fakta Joko Tjandra,” ujar Neta.
Sebelumnya dalam berita Kompas (3/7/2020), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengungkapkan, menurut informasi Interpol, Joko tak lagi masuk red notice sejak 2014. Sementara itu, ditanya tentang ketiadaan nama Joko Tjandra dalam red notice di Interpol, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengaku tidak tahu. Dia menyarankan hal itu ditanyakan kepada Polri. Saat dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte hingga Kamis (2/7/2020) malam tak merespons pesan singkat Kompas.
Sementara itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, ketika dikonfirmasi mengenai kemungkinan adanya anggota Polri lain yang terlibat selain Prasetijo, memastikan akan mengusut sampai tuntas. ”Pasti,” kata Idham melalui pesan singkat kepada Kompas.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan, Divisi Propam Polri juga tengah menyelidiki penghapusan red notice terhadap Joko Tjandra. Penyelidikan dilakukan terhadap sejumlah personel yang terkait dengan pembuatan red notice di Divisi Hubungan Internasional Polri. ”Nanti akan kami lihat apakah ada kesalahan atau tidak dalam prosedur yang dilakukan anggota ini,” kata Argo.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mempertanyakan komitmen negara dalam melakukan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi dalam kasus melenggang bebasnya Joko Tjandra. ICW mencatat terdapat kejanggalan yang melibatkan beberapa institusi, yakni Ditjen Imigrasi, Polri, Kejaksaan, Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, serta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.