Vonis kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, yang akan digelar Kamis di PN Jakarta Utara diharapkan memberikan rasa keadilan. Tak hanya bagi terdakwa, tapi juga korban dan publik.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sidang putusan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang akan digelar pada Kamis (16/7/2020) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, diharapkan memberikan rasa keadilan bukan hanya bagi terdakwa, melainkan juga bagi korban dan masyarakat.
Harapan tersebut disampaikan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo di Jakarta, Selasa (14/7/2020). Sebelumnya, jaksa penuntut umum hanya menuntut dua terdakwa penyerangan terhadap Novel, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, dengan pidana 1 tahun penjara.
Djuyamto dari bagian Humas PN Jakarta Utara yang juga ketua majelis hakim kasus Novel, kemarin, mengatakan, sidang putusan perkara ini dilakukan secara daring lewat kanal Youtube PN Jakarta Utara.
Masyarakat tentu akan melihat apakah hakim akan menghukum ringan sesuai tuntutan atau sebaliknya, menghukum berat karena pelaku menyerang aparat negara yang bertugas memberantas korupsi.
Menurut Yudi, saat ini harapan korban dan masyarakat hanya dapat disampaikan kepada majelis hakim. ”Masyarakat tentu akan melihat apakah hakim akan menghukum ringan sesuai tuntutan atau sebaliknya, menghukum berat karena pelaku menyerang aparat negara yang bertugas memberantas korupsi,” kata Yudi.
Majelis hakim, tambah Yudi, diharapkan berani mengambil keputusan menjatuhkan hukuman berat sebagai bentuk perlindungan pada aparat hukum.
Apa pun keputusannya, lanjut Yudi, perjuangan pegawai KPK untuk mengungkap kasus yang berjalan lebih dari tiga tahun ini belum akan berakhir. Pasalnya, auktor intelektualis kasus penyiraman air keras itu sejauh ini belum terungkap. Demikian pula motif penyerangannya.
Oleh karena itu, pegawai KPK dan tim kuasa hukum Novel akan memantau sidang. Sebelummya, mereka juga bertemu dengan Ketua dan Komisioner Komisi Kejaksaan untuk menyerahkan hasil pemantauan sidang selama ini. Diharapkan kasus serupa tidak terulang lagi dan negara melalui perangkat hukumnya dapat melindungi dengan memberikan hukuman optimal.
Anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Saor Siagian, mendorong majelis hakim memutus lebih obyektif, bebas, dan merdeka.
Kasus Adam Damiri
Dalam perkara pidana, karena yang dicari kebenaran materiil, hakim boleh berbeda pendapat dengan jaksa.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Eddy OS Hiariej menyatakan, dalam kasus pidana, putusan pengadilan bisa saja melebihi tuntutan jaksa. ”Dalam perkara pidana, karena yang dicari kebenaran materiil, hakim boleh berbeda pendapat dengan jaksa,” tuturnya.
Ia pun mencontohkan saat pengadilan hak asasi manusia dengan terdakwa Mayor Jenderal Adam Damiri pada 2003. Jaksa menuntut bebas. Namun, hakim berpandangan berbeda sehingga Adam dijatuhi hukuman 3 tahun penjara.
Menanggapi hal itu, Wakil Koordinator Penasihat Hukum Rahmat dan Ronny, Brigadir Jenderal (Pol) Eddy Purwatmo, enggan berkomentar. Ia lebih memilih mendengarkan putusan hakim pada Kamis (16/7/2020).