Jaksa Agung menyambut baik rencana menghidupkan lagi tim pemburu koruptor untuk mencari buron. Namun, ICW meragukan efektivitas tim itu.
JAKARTA, KOMPAS — Belum kunjung tertangkapnya sejumlah buron, seperti terpidana perkara pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko S Tjandra, memunculkan wacana mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor untuk mencari dan menangkapnya. Namun, efektivitas tim tersebut dipertanyakan.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyambut positif jika tim pemburu koruptor kembali dihidupkan. Keberadaan tim tersebut diharapkan dapat memudahkan koordinasi di antara penegak hukum.
”Kejaksaan Agung siap saja. Sejak dibentuk hingga dibubarkan, kan, wakil jaksa agung jadi ketuanya. Kami akan lebih mudah berkoordinasi dan kerja sama,” ujar Burhanuddin, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (11/7/2020).
Saat ini, kata Burhanuddin, pihaknya terus memburu Joko Tjandra. ”Kami akan tetap mencari dan menangkapnya di mana pun,” katanya.
Pada 2004, Presiden (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono pernah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
Lewat inpres tersebut, aparat penegak hukum, antara lain, diminta mengoptimalkan upaya untuk memproses hukum koruptor dan meningkatkan pengembalian kerugian negara akibat korupsi.
Pada Rabu (8/7/2020), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengundang, antara lain, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Idham Azis, serta Jaksa Agung, untuk membicarakan tindak lanjut pengejaran buron Joko Tjandra.
Mahfud menegaskan, negara malu jika dipermainkan buron kasus korupsi. Oleh karena itu, setiap instansi diminta berlomba-lomba menangkap Joko Tjandra sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Dalam pertemuan itu, Mahfud juga menyatakan, pemerintah berkomitmen mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor. Salah satu tugas tim itu adalah membawa pulang buron korupsi, seperti Joko Tjandra. ”Soal tim pemburu koruptor, sudah ada payung hukumnya,” kata Mahfud.
Terkait rencana pembentukan tim pemburu koruptor ini, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, itu ada di tangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. ”Silakan ke Pak Mahfud,” ujarnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menilai, pembentukan tim pemburu koruptor saat ini belum diperlukan. Pasalnya, sejak dibentuk, menurut data ICW, tim itu hanya berhasil menangkap empat dari 16 target penangkapan. Evaluasi kerja tim ini juga dinilai tak pernah dipublikasikan.
Berdasarkan catatan ICW, pada 1996-2018 ada 40 buron kasus korupsi yang belum bisa ditangkap. ”Artinya, yang harus diperkuat adalah aparat penegak hukum. Kebijakan membuat tim baru malah berpotensi tumpang tindih dari segi kewenangan,” ujar Wana.
Dukungan
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah mendukung langkah pemerintah mengejar dan menangkap buron kasus korupsi. Mereka harus diproses sesuai dengan prinsip peradilan yang baik, benar, dan adil.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Mu’ti mengatakan, aparatur penegak hukum seharusnya bekerja lebih keras lagi menangkap para buron. Jika para buron itu tidak dicari dengan serius, publik dapat menangkap kesan ada orang dan kekuatan besar melindungi mereka.
Ketua Pengurus Besar NU Bidang Hukum dan Perundang-undangan Robikin Emhas menegaskan, negara tidak boleh kalah dari pelaku kejahatan, baik teroris, bandar narkoba, maupun pelaku perdagangan manusia, hingga kejahatan luar biasa korupsi. Seluruh jenis kejahatan adalah tindakan melawan nilai kemanusiaan.
Untuk menelusuri Joko Tjandra, Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan Arsul Sani mengatakan, Komisi III DPR akan memanggil Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM dalam rapat dengar pendapat, Senin (13/7/2020). (DEA/BOW/HAR)