Bareskrim Polri segera memeriksa tersangka Maria Pauline Lumowa yang baru diekstradisi dari Serbia. Pengamat mengingatkan, perkara Maria harus segera dituntaskan karena kedaluwarsa atas perkara itu tinggal setahun lagi.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia akan segera memeriksa tersangka Maria Pauline Lumowa yang baru diekstradisi dari Serbia. Kepolisian akan memeriksa tersangka dalam kasus pembobolan kas Bank BNI Cabang Kebayoran Baru dengan kerugian negara mencapai Rp 1,2 triliun itu.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, di Kompleks Bareskrim, Jakarta, Kamis (9/7/2020), mengatakan, Maria Pauline Lumowa adalah satu dari 16 tersangka yang pernah disidik oleh Polri sekitar tahun 2013. Proses ekstradisi tersangka akhirnya berhasil dilakukan lewat kerja sama yang baik antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Luar Negeri, serta otoritas hukum di Serbia.
”Tentunya dengan berbagai macam informasi, kemudian ada red notice yang kita kirimkan ke Lyon (Perancis). Akhirnya setelah beberapa tahun membawakan hasil. Ini, kan, kasus lama dan pernah disidangkan, jadi tinggal satu tersangka ini yang tersisa,” kata Argo.
Argo mengatakan, tim dari kepolisian ikut dalam rombongan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang berangkat ke Serbia pada 4 Juli lalu. Setelah tiba di Indonesia, Maria Pauline Lumowa dibawa ke Bareskrim. Kini, yang bersangkutan diberi kesempatan untuk istirahat karena perjalanan panjang yang telah ditempuh dari Serbia sebelum menjalani pemeriksaan.
Selain itu, tersangka telah menjalani protokol kesehatan Covid-19, yakni melakukan tes cepat dengan hasil negatif. Tersangka juga telah menjalani tes swab Covid-19.
Menurut Argo, Pemerintah Serbia menyerahkan tersangka ke Indonesia karena adanya ikatan historis yang telah dibentuk sejak era Presiden Soekarno. Kala itu, Serbia masih menjadi bagian dari Yugoslavia.
Saat terjadi konflik di Yugoslavia, pasukan dari Indonesia yang berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga pernah ditugaskan di sana. Oleh karena itu, Pemerintah Serbia membantu Pemerintah Indonesia ketika mengajukan ekstradisi.
”Jadi, dengan adanya permintaan melalui red notice berkaitan dengan tersangka ini, Pemerintah Serbia kemudian membantu untuk menyerahkan tersangka sampai ke Indonesia,” ujar Argo.
Terkait dengan status warga negara Belanda yang dipegang Maria Pauline Lumowa, Argo memastikan hal itu tidak menjadi masalah. Bareskrim akan tetap memeriksa tersangka dalam kasus yang sama dengan sebelumnya.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Eddy OS Hiariej mengingatkan, Maria Pauline Lumowa mesti segera diproses karena kasus tersebut terjadi tahun 2003. Artinya, kedaluwarsa atas perkara itu tinggal setahun lagi.
Ekstradisi tersebut, menurut Eddy, memperlihatkan kesungguhan negara untuk mengusut tuntas kasus itu, termasuk mengadili orang-orang yang dianggap bertanggung jawab. Berkaca dari hal tersebut, Kejaksaan Agung pun diharapkan lebih serius untuk mencari buronan Joko S Tjandra.
Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia, Thomas Sunaryo, berpandangan, kasus kejahatan kerah putih biasanya melibatkan pihak-pihak yang berkuasa atau memiliki kewenangan besar, seperti pejabat. Jika kemudian ada tersangka atau bahkan terpidana yang melarikan diri dan menjadi buron, bisa jadi ada pihak yang melindungi. Meski demikian, bukan berarti aparat penegak hukum tidak mengetahui posisi yang bersangkutan.
”Lepas dari soal mampu menangkap, sebenarnya aparat penegak hukum mengetahui keberadaan para buron tersebut karena kita memiliki aparat hukum yang tangguh, baik di kepolisian maupun kejaksaan. Kemudian, tinggal bagaimana political will-nya,” kata Thomas.
Berkaca dari pengalaman ekstradisi Maria, menurut Thomas, sebenarnya bukan hal yang sangat sulit untuk mengejar dan menangkap buron lain, seperti Joko S Tjandra yang masih belum diketahui keberadaannya sampai saat ini. Kini, hanya tinggal kemauan dari para pejabat dan aparat penegak hukum.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman mengatakan, ekstradisi Maria Pauline Lumowa ke Indonesia sekaligus membuktikan bahwa cekal karena masuk daftar pencarian orang (DPO) itu bersifat abadi sampai buronan tertangkap. Peristiwa tersebut memperlihatkan bahwa penghapusan cekal kepada Joko S Tjandra merupakan kesalahan.
”Kasus ekstradisi Maria Pauline Lumowa ini juga membuktikan jika pemerintah mau serius, bisa menangkap buron lainnya, seperti Joko S Tjandra, Eddy Tansil, Honggo Wendratno, dan buron kakap lainnya,” kata Boyamin.