Lepas dari Jebakan Negara Kelas Menengah, Presiden: Cara-cara Baru Dibutuhkan
Presiden Joko Widodo menyampaikan sejumlah prasyarat agar Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah. Salah satunya, cara-cara di luar kebiasaan perlu diambil oleh perguruan tinggi.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kabar baik disampaikan Presiden Joko Widodo di tengah pandemi Covid-19 yang tak hanya menghantam ketahanan kesehatan, tetapi juga ketahanan sosial-ekonomi bangsa. Status Indonesia naik dari negara berpenghasilan menengah ke bawah dengan pendapatan per kapita sebesar 3.840 dollar AS menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas dengan pendapatan per kapita 4.050 dollar AS.
Kabar baik dari Bank Dunia itu disampaikan Presiden Joko Widodo di hadapan para rektor peserta pembukaan Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) tahun 2020 yang digelar secara virtual, Sabtu (4/7/2020).
”Dalam laporan Bank Dunia yang diumumkan 1 Juli 2020 lalu, gross national income per kapita Indonesia naik dari posisi sebelumnya 3.840 dollar AS menjadi 4.050 dollar AS. Dengan demikian, Indonesia naik dari lower middle income menjadi upper middle income country,” ujar Presiden mengawali sambutannya dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Capaian itu, lanjut Presiden, patut disyukuri karena hal itu berarti bangsa Indonesia sudah berjalan ke arah yang benar. Indonesia harus terus melangkah maju untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi dengan tetap mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Namun, untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi bukanlah hal mudah. Sebab jika melihat pengalaman negara-negara dunia ketiga, tidak sedikit yang sudah puluhan tahun terjebak, berhenti menjadi negara berpenghasilan menengah.
”Itu yang tidak kita inginkan,” kata Presiden.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini Indonesia punya peluang besar untuk keluar dari jebakan negara dengan pendapatan menengah ke atas. Indonesia punya potensi besar untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi.
Akan tetapi untuk mencapai negara berpenghasilan tinggi, Indonesia harus memenuhi sejumlah prasyarat. Di antaranya infrastruktur yang efisien yang sudah mulai dibangun pemerintah serta cara kerja cepat yang kompetitif dan berorientasi pada hasil. Selain itu, dibutuhkan pula sumber daya manusia (SDM) unggul, produktif, inovatif, dan kompetitif.
Presiden menegaskan, mencetak SDM yang unggul, produktif, dan kompetitif juga menjadi salah satu tugas perguruan tinggi selain mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
”Perlu saya tegaskan bahwa tugas mulia tersebut tidak bisa dikerjakan dengan cara-cara yang biasa-biasa saja. Kesempatan kita sempit, tidak bisa dilakukan dengan rutinitas saja, tidak bisa. Kita harus berubah, mengembangkan cara-cara baru yang smart, short cut, yang out of the box,” katanya.
Alumnus Universitas Gadjah Mada itu menyadari persoalan yang dihadapi perguruan tinggi sangat kompleks. Ada perguruan tinggi yang sudah memiliki kompetensi tingkat dunia, tetapi tidak sedikit pula kampus yang masih berjuang karena kekurangan dosen, keterbatasan perpustakaan, serta ruang kelas yang belum memadai.
Namun, persoalan itulah yang semestinya memacu perguruan tinggi untuk mengembangkan cara-cara yang luar biasa. Ini sama halnya dengan pandemi Covid-19 yang memaksa semua sektor beradaptasi, melakukan cara-cara baru, norma-norma baru, serta standar kebaikan dan kepantasan baru.
Presiden mencontohkan kuliah daring yang sebelumnya kurang maksimal dijalankan justru berkembang pesat begitu pandemi terjadi. Kuliah daring menjadi sesuatu yang biasa saat ini, bahkan mungkin di masa yang akan datang.
Gandeng industri
Di hadapan para rektor, Presiden juga menyampaikan harapan agar perguruan tinggi aktif mengembangkan kerja sama dengan industri. Tak hanya menyiapkan lulusan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha, kerja sama dengan industri juga bisa dilakukan dalam penelitian serta pengembangan terknologi.
”Saya mengajak perguruan tinggi lebih aktif bekerja sama dengan industri, termasuk bekerja sama dengan kawasan industri terdekat,” ujar Presiden dalam sambutannya.
Melalui kerja sama itu, perguruan tinggi bisa memahami kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan industri. Perguruan tinggi dapat membuka fakultas, departemen, atau program yang sesuai dengan kebutuhan industri di kawasan industri sekitar.
Kerja sama dengan industri, lanjut Presiden, sebaiknya tak sebatas memberikan pengalaman melalui praktik kerja mahasiswa saja. Lebih dari itu, kerja sama dengan industri semestinya juga dilakukan untuk penelitian serta pengembangan teknologi yang bisa mendukung produktivitas dunia usaha. Kerja sama juga didorong dilakukan untuk mengembangkan ilmu murni.
Para rektor juga diharapkan memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan di luar kampus karena perubahan dunia berjalan dengan sangat dinamis. Tak hanya ilmu pengetahuan dari dosen, mahasiswa diharapkan dapat belajar langsung dari para pelaku usaha dan praktisi.
”Di era disrupsi dan hiperkompetisi, dunia berubah sangat cepat. Banyak hal yang belum sempat dibukukan sudah berubah di lapangan. Banyak karakter kerja yang tidak bisa ditangkap hanya melalui membaca, tetapi harus mengalami pengalaman nyata. Itulah pentingnya memerdekakan mahasiswa agar bisa belajar kepada siapa saja,” ujar Presiden.
Pendidikan karakter
Meski demikian, Presiden tetap mengingatkan perguruan tinggi agar tidak melupakan pendidikan karakter. Kampus memiliki tanggung jawab untuk membangun karakter mahasiswa agar tetap setia pada ideologi Pancasila serta memiliki kecintaan dan kebanggaan kepada bangsa Indonesia.
Para rektor juga dituntut untuk menciptakan suasana kampus yang mampu memperkokoh rasa kebangsaan serta menghargai kebinekaan dalam persaudaraan dan persatuan. Selain itu, penting pula kampus membekali mahasiswa dengan pelajaran mengenai pentingnya memiliki integritas tinggi, antikorupsi, penuh toleransi, dan menghargai demokrasi.
”Bapak, Ibu juga bertanggung jawab untuk masa depan mereka sekaligus masa depan Indonesia,” kata Presiden.
Kesempatan itu turut dimanfaatkan Presiden untuk mengingatkan agar Forum Rektor Indonesia tak hanya menjadi forum untuk komunikasi. Lebih dari itu Forum Rektor Indonesia harus menjadi ajang saling peduli dan berbagi, baik pengalaman, kurikulum dan silabus, maupun koleksi perpustakaan dan perkuliahan secara daring.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makariem pun memiliki harapan yang sama, kampus melibatkan para praktisi dan pelaku industru menjadi dosen ataupun tim kolaborasi riset. Sebab, menurut dia, kampus masa depan adalah kampus yang tak hanya memanfaatkan teknologi canggih, tetapi juga menciptakan ruang dialektika antara dosen dan mahasiswa.
Sementara dalam sambutannya, Ketua FRI 2019-2020 Yos Johan Utama menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Salah satunya perlunya pemerintah memfasilitasi kerja sama perguruan tinggi dengan industri. Dengan fasilitasi pemerintah itu diharapkan tumbuh hubungan timbal balik antara kampus dan industri yang bermanfaat untuk mendorong kemajuan bangsa.