Korupsi, Pencucian Uang, dan Kasino
Saat akumulasi kapital berasal dari kejahatan, diperlukan penyamaran untuk mengaburkan. Mengalihkan dana ke beragam aset pun jadi modus jamak. Namun, uang juga bisa mengalir ke meja kasino seperti di kasus Jiwasraya.
Dalam dakwaan seorang terdakwa kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait Asuransi Jiwasraya, mencuat daftar transaksi di sejumlah kasino di luar negeri. Apa kaitan korupsi, pencucian uang, dan kasino?
Ketika akumulasi kapital berasal dari kejahatan, diperlukan penyamaran untuk mengaburkan. Mengalihkan dana ke beragam aset menjadi modus yang jamak terjadi. Namun, uang juga bisa mengalir sampai di meja kasino di luar negeri.
Kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belakangan ini menyedot perhatian publik. Kasus itu menyangkut ribuan nasabah dengan rentang waktu kejadian yang disidik selama 10 tahun dan jumlah kerugian negara diperhitungkan sampai Rp 16,81 triliun.
Kini, kasus tersebut telah bergulir ke persidangan. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, awal Juni 2020, jaksa mendakwa Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat menyembunyikan dan menyamarkan uang yang diterimanya.
Baca juga: Dugaan Korupsi Jiwasraya Mulai Terkuak
Beberapa caranya, uang disimpan dalam rekening atas nama Heru Hidayat dan orang lain. Selain itu, uang itu juga digunakan untuk membeli tanah dan bangunan, membeli kendaraan bermotor, ditukarkan dalam bentuk valuta asing (valas), dan digunakan untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan.
Yang menarik, uang itu juga ditempatkan di rekening atas nama orang lain yang kemudian digunakan untuk membayar kasino. Penggunaan dana di kasino itu dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu yang berbeda di beberapa lokasi kasino di luar negeri.
Yang menarik, uang itu juga ditempatkan di rekening atas nama orang lain yang kemudian digunakan untuk membayar kasino. Penggunaan dana di kasino itu dilakukan beberapa kali dalam kurun waktu yang berbeda di beberapa lokasi kasino di luar negeri.
Misalnya, Juni 2017, uang Rp 4,8 miliar digunakan untuk membayar kasino Resort World Sentosa di Singapura. Sebelumnya, pada 2015-2016, terjadi beberapa kali pembayaran untuk kasino Marina Bay Sands, Singapura, yakni Rp 900 juta, Rp 690 juta, Rp 1 miliar, dan Rp 500 juta, serta kasino Resort World Sentosa.
Selain untuk pembayaran kasino di Singapura, jaksa juga melacak transaksi di kasino lain. Misalnya, tercatat terjadi pembayaran kasino Sky City, Selandia Baru, Rp 3,5 miliar dan Rp 1,5 miliar, pada Juni 2016. Kemudian, pada September dan November 2016 terjadi pembayaran di kasino MGM di Makau, China, masing-masing Rp 2,2 miliar dan Rp 2,5 miliar.
Terkait dugaan aliran uang ke kasino tersebut, penasihat hukum terdakwa Heru Hidayat, Soesilo Aribowo, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (3/7/2020), mengatakan, apa yang tertulis dalam surat dakwaan masih bersifat tuduhan. Maka, hal itu perlu dibuktikan oleh jaksa penuntut umum.
Sebagai orang yang berprofesi sebagai wirausaha, lanjut Soesilo, jika memang Heru Hidayat melakukan pembayaran di kasino, hal itu harus dibuktikan asal uang itu dari kasus Asuransi Jiwasraya atau bukan. Terkait hal itu, Soesilo akan mengajukan bukti yang bersifat kontra terhadap dakwaan itu.
Kasino dan cuci uang
Berbicara soal kasino, yang muncul di benak kebanyakan orang mungkin meja-meja rolet atau bakarat sampai mesin-mesin ketangkasan. Sebagian orang mengasosiasikan pertaruhan di kasino lekat dengan uang hasil kejahatan.
Kasino juga terkadang dipersepsikan dengan konsep pencucian uang. Ketika seseorang mendapatkan uang dari tindak kejahatan, seperti perampokan, narkoba, dan korupsi, dia tidak akan langsung mempergunakan uang itu begitu saja.
Sebab, transaksi dengan nilai besar, bahkan fantastis, dapat mengundang pertanyaan, dari mana dia mendapatkan uang sebesar itu?
Melalui kasino, seseorang bisa mengaku bahwa uangnya yang tiba-tiba banyak itu berasal dari bertaruh atau berjudi di kasino. Maka, kasino, dalam skala tertentu, bisa menjadi salah satu tempat pencucian uang bagi dana-dana yang tidak jelas asalnya.
Desember 2019, almarhum Kiagus Ahmad Badaruddin yang saat itu menjabat Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan, ada modus pencucian uang lewat penempatan uang di rekening kasino di luar negeri. Beberapa kepala daerah diduga menempatkan dana valas setara Rp 50 miliar dalam rekening kasino di luar negeri (Kompas.id, 16/12/2019).
Mereka diduga mencuci uang lewat kasino yang ada di Genting Highland, Malaysia. Dana ditempatkan dalam bentuk valas dengan total uang yang berputar, baik untuk judi maupun transaksi, mencapai Rp 702,5 miliar.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengungkapkan, ada modus pencucian uang lewat penempatan uang di rekening kasino di luar negeri. Beberapa kepala daerah diduga menempatkan dana valas setara Rp 50 miliar dalam rekening kasino di luar negeri.
Dalam laporan The Financial Action Task Force (FATF) dan Asia Pacific Group on Money Laundering berjudul ”Vulnerabilities of Casinos and Gaming Sector” pada Maret 2009 disebutkan, hingga 2007 ada lebih dari 150 negara yang melegalkan judi atau taruhan dan 100 di antaranya melegalkan kasino untuk beroperasi.
Kasino telah menghasilkan pendapatan yang sangat besar, baik bagi penyedia maupun bagi pemerintah, melalui pajak dan biaya-biaya perizinan. Total pendapatan dari bisnis kasino diperkirakan 70 miliar juta dollar AS pada 2006. Kasino dilaporkan paling cepat tumbuh di Makau dengan pendapatan mencapai 10 miliar dollar AS pada 2007.
Di Makau setidaknya terdapat 31 kasino yang beroperasi dengan total pengunjung mencapai 30 juta orang pada 2008. Sebagian besar pengunjung berasal dari China daratan kemudian Hong Kong, Taiwan, dan sisanya negara-negara Asia Tenggara. Sementara Singapura membangun kasino pertamanya pada 2009.
Dalam laporan Anti-money Laundering and Counter-terrorist Financing Measures dari The Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG) terhadap Indonesia, September 2018, disebutkan, uang hasil kejahatan, seperti narkotika, korupsi, dan perpajakan, dicuci melalui perbankan, pasar keuangan, real estat, dan kendaraan bermotor. Selain itu, pencucian uang juga dilakukan di luar wilayah hukum Indonesia untuk dibawa masuk kembali jika diperlukan.
Tidak lazim
Manajer Riset Transparency International Indonesia Wawan Heru Suyatmiko mengatakan, modus pencucian uang melalui kasino memang tidak lazim dilakukan pelaku dari Indonesia. Namun, bukan berarti modus itu tidak dilakukan.
Maka, modus operandi hasil korupsi tidak lagi untuk membeli materi, tetapi diputar lagi uangnya. Contohnya di kasus Jiwasraya.
Modus pencucian uang yang terjadi selama ini adalah melarikan uang ke negara yang memberi fasilitas pajak rendah (tax haven) hingga dibelikan aset di dalam dan di luar negeri. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi finansial, uang hasil kejahatan akan diinvestasikan kembali.
Baca juga: Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Mencapai Rp 18,4 Triliun
”Maka, modus operandi hasil korupsi tidak lagi untuk membeli materi, tetapi diputar lagi uangnya. Contohnya di kasus Jiwasraya,” kata Wawan.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril mengatakan, bentuk pencucian uang akan makin rumit dan variatif. Namun, bukan berarti penegak hukum tak dapat mendeteksi. Meski sejauh ini aset dan dana yang dapat dikejar ialah aset dan uang yang ada di dalam negeri, penegak hukum tetap dapat menarik kembali uang hasil kejahatan yang di simpan di luar negeri.
Kuncinya, kata Oce, ialah kerja sama dengan pemerintah negara lain, salah satunya melalui mutual legal assistance. Selain itu, penegak hukum perlu terus meningkatkan kemampuan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk jika hal itu digunakan untuk menyembunyikan dan menyamarkan uang hasil kejahatan. Bagaimana menurut Anda?