Sinyal dari video berisi kemarahan Presiden Jokowi di hadapan para menteri dan kepala lembaga sudah ditangkap oleh publik. Kini, masyarakat tinggal menunggu apa yang akan terjadi setelahnya.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo marah-marah di hadapan para menteri dan kepala lembaga yang mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Bukan hanya kinerja yang dianggap tidak ada kemajuan berarti, para menteri juga dinilai kurang sensitif terhadap krisis di berbagai sektor akibat pandemi Covid-19.
Pidato Presiden yang sebagian berisi kemarahan terhadap kabinet menjadi buah bibir setelah diunggah di akun Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020). Publikasi rekaman video sidang kabinet paripurna yang sebenarnya digelar tertutup itu menimbulkan spekulasi. Apalagi, rekaman video berdurasi 10 menit 20 detik itu diunggah 10 hari kemudian.
Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa reshuffle, sudah kepikiran ke mana-mana saya.
Presiden mengawali pidato pengantar dengan menyampaikan suasana tiga bulan terakhir hingga tiga bulan mendatang semestinya suasana krisis. Presiden terlihat jengkel karena melihat kinerja kabinet saat kondisi krisis masih biasa-biasa saja, tak ada kemajuan signifikan. Penyerapan belanja masih tergolong rendah.
Presiden Jokowi sampai melontarkan ancaman reshuffle. ”Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan untuk 267 juta rakyat kita, untuk negara. Bisa saja membubarkan lembaga, bisa reshuffle, sudah kepikiran ke mana-mana saya,” ujarnya.
Dalam bincang-bincang Satu Meja The Forum dengan tema ”Ada Apa di Balik Murka Jokowi” yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (1/7/2020) malam, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menegaskan, bukan baru pertama kali Presiden Jokowi menyampaikan evaluasi kepada pejabat negara. ”Itu (evaluasi) selalu disampaikan di setiap rapat kabinet dan disampaikan secara detail,” ujarnya.
Selain Johnny, acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu juga menghadirkan pembicara lain, yaitu politikus Partai Keadilan Sejahtera, M Nasir Djamil; politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Ansy Lema; politikus Partai Amanat Nasional, Dian Fatwa; dan Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanudin Muhtadi.
Johnny mengungkapkan, situasi yang membuat Presiden menyampaikan evaluasi dengan intonasi yang lebih tegas. Dalam situasi krisis seperti saat ini, para menteri diminta mengambil kebijakan luar biasa untuk menangani pandemi sekaligus krisis multisektor yang menyertai.
Terkait alasan rekaman video pidato Presiden baru dibuka kepada publik 10 hari setelah sidang kabinet, dia menjelaskan, hal itu dilakukan dengan tujuan menyampaikan ke seluruh komponen bangsa agar bersama-sama melakukan langkah luar biasa menghadapi krisis.
Layak marah
Presiden, menurut Ansy Lema, layak marah dan harus marah. Sebab, serapan anggaran di sejumlah kementerian masih minim. Artinya, program-program pemerintah belum sampai ke rakyat.
”Kemarahan itu murni demi rakyat dan untuk rakyat karena kata kuncinya adalah serapan rendah. Lalu, Presiden secara eksplisit mengatakan tolong perhatikan padat karya, UMKM, dan seterusnya. Itu sebenarnya keberpihakan beliau kepada rakyat,” katanya.
Kemarahan itu juga merupakan bentuk evaluasi atau koreksi internal kabinet agar menteri meningkatkan kinerja. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden berani terbuka mengakui kerja tim kabinet yang dipimpinnya belum sempurna. Jika tak marah, Presiden mati rasa terhadap tangisan dan jeritan rakyat.
Nasir melihat selama ini memang ada ketidakkompakan di kabinet. Hal itu setidaknya terlihat dari pernyataan para menteri dan kepala lembaga yang kerap tidak sinkron satu sama lain. Dampaknya, rakyat kebingungan dengan kebijakan pemerintah yang tak padu.
Jaga kepercayaan
Dian Fatwa melihat ada pesan yang sengaja disampaikan melalui unggahan rekaman video pidato untuk konstituen. Presiden berusaha menjaga kepercayaan rakyat dengan menunjukkan bahwa ia sudah berupaya melakukan yang terbaik untuk menangani pandemi dan dampaknya. Hanya saja, sejumlah program belum optimal karena para pembantunya kurang maksimal bekerja.
Setali tiga uang, Burhanudin juga memandang Presiden Jokowi sengaja mengirimkan sinyal kepada masyarakat dan parpol yang menitip kadernya menjadi anggota kabinet. Sinyal itu dikirimkan bisa jadi karena kepercayaan masyarakat kepada Presiden dan kabinet turun.
Survei terbaru Indikator menunjukkan ada penurunan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Jokowi, dari 69,5 persen pada Februari menjadi 66,5 persen pada Mei. Penurunan juga terjadi pada tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah, dari 70,8 persen pada Februari menjadi 56,4 persen pada Mei.
Atas dasar itulah Burhanudin menduga kemarahan Presiden ditujukan kepada para menteri, bukan situasi pengambilan kebijakan saat pandemi. Dengan memublikasikan rekaman video pidato, lanjut Burhanudin, bisa saja Presiden ingin menyampaikan bahwa buruknya kinerja bukan kesalahannya, melainkan para pembantunya. Selain itu, Presiden juga ingin mengirim pesan, jikalau perombakan kabinet benar-benar dilakukan, publik telah siap.
Kendati banyak kalangan menganggap pidato pengantar sidang kabinet itu merupakan sinyal kuat perombakan kabinet, Nasir justru meragukannya. Sebab, katanya, Presiden sudah sering menunjukkan kemarahan lantaran buruknya kinerja anggota kabinet. Namun, tak jarang, kemarahan itu tidak ditindaklanjuti dengan evaluasi, apalagi perombakan kabinet.
Bagaimanapun, sinyal dari video itu sudah ditangkap oleh publik. Kini, masyarakat tinggal menunggu apa yang akan terjadi setelah sinyal tersebut terkirim dan ditangkap.