Presiden: Kebijakan Diambil Berbasis Data dan Pakar
Presiden Joko Widodo menegaskan semua kebijakan terkait penanganan dan dampak Covid-19 berbasis data dan mengikuti saran dari para pakar. Datanya pun dari Gugus Tugas Daerah yang nota bene dipimpin oleh kepala daerah.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS – Presiden Joko Widodo menegaskan semua kebijakan yang diambilnya selama ini terkait penanganan dan dampak Covid-19 selalu berbasis data dan mengikuti saran para pakar. Selain itu, data yang dimiliki pemerintah pusat berdasarkan dari data gugus tugas daerah yang dipimpin oleh para kepala daerah.
Beberapa kali, Presiden Joko Widodo menyampaikan hal tersebut, salah satunya ketika konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (24/6/2020) lalu. Hal ini kembali ditegaskan Presiden saat wawancara khusus dengan Harian Kompas, Sabtu (27/6/2020) siang, di Istana Bogor, Jawa Barat, terkait penanganan Covid-19 dan penanggulangan masalah ekonomi yang mengikutinya.
“Setiap kebijakan selalu berdasarkan data dan saran para pakar maupun saintis,” kata Presiden Jokowi menegaskan.
“Setiap kebijakan selalu berdasarkan data dan saran para pakar maupun saintis”
Pernyataan itu pula yang disampaikan Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono secara terpisah Sabtu ini, terkait apa yang disampaikan Presiden Jokowi saat menyampaikan hasil kunjungan kerjanya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/6/2020) kemarin. Presiden mengatakan bahwa rasio penularan di Surabaya tinggi karena masyarakat kurang disiplin, bahkan sekitar 70 persen warga tidak mengenakan masker.
“Data yang disampaikan Bapak Presiden adalah data yang dilaporkan Ketua Gugus Tugas Jatim saat Presiden mengunjungi Gugus Tugas Provinsi Jatim,” tutur Heru menambahkan.
Sebelumnya, saat ditanya pers, seusai meninjau Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, kemarin, mengutip laporan Ketua Tim Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi, Presiden Jokowi menyatakan masih 70 persen warga yang tidak menggunakan masker. "Ini angka yang gede banget," ujarnya saat itu.
Karena itu, Presiden meminta agar sosialisasi penggunaan masker dilakukan lebih gencar dengan menggandeng tokoh agama maupun tokoh masyarakat setempat. Bahkan, ia menginstruksikan Menteri Kesehatan Agus Terawan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tingkat nasional mendistribusikan masker sebanyak-banyaknya ke Surabaya.
Sebagaimana dilaporkan sejumlah media sejak Jumat kemarin, Wali Kota Surabaya, Jatim, Tri Rismaharini menanggapi pernyataan Presiden tentang 70 persen warga Jawa Timur yang dinilai tidak patuh menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah selama pandemi Covid-19.
"Eh masak ya, lihat, masak 70 persen? Kamu lihat saja di jalanan itu," kata Risma usai menghadiri rapat pengarahan percepatan penanganan Covid-19 di sebuah hotel di Surabaya, Jumat, seperti dikutip dari sebuah media.
"Cangkrukan"
Laporan Tim Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jatim, menyebutkan bahwa kepatuhan masyarakat mengenakan masker paling rendah di tempat-tempat cangkrukan (budaya duduk bersama dengan berbagai orang dengan santai memperbincangkan berbagai topik aktual di masyarakat), seperti di warung dan kafe, pasar tradisional, kegiatan sosial budaya, sekolah, kampus, tempat kursus, dan tempat ibadah. Di wilayah-wilayah tersebut, warga yang tidak mengenakan masker antara 70,6-88,2 persen. Pembatasan jarak juga umumnya paling banyak tidak dipatuhi di tempat-tempat tersebut.
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam laporannya di hadapan Presiden Jokowi juga mengatakan, tingkat penularan di Jatim sempat menurun menjadi 0,86. Di Surabaya Raya seperti Kota Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, tingkat penularan sempat di bawah satu selama satu sampai enam hari.
“Dalam Perwali diatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, salah satunya pemerintah dapat memberikan tindakan lainnya yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan atau pemulihan sehingga kami mengambil tindakan untuk memberikan sanksi sosial”
Namun, saat Lebaran, warga tidak mengindahkan untuk silaturahmi virtual saja. Mulai 24 Juni, angka penularan kembali naik 1,08. Karena itu, temuan Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga mendapati lokasi-lokasi yang banyak pengabaian protokol kesehatan oleh warga seperti dilaporkan temuan di atas.
Pemerintah Kota Surabaya pun mulai menerapkan sanksi sosial kepada masyarakat yang tak patuh dengan protokol kesehatan. Sanksi sosial ini berupa bertugas di Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial) Surabaya, menyapu jalanan, menyanyi, berjoget, dan push up. Sanksi lain adalah penyitaan KTP selama 14 hari. Hal ini ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 28 tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya.
“Dalam Perwali diatur sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan, salah satunya pemerintah dapat memberikan tindakan lainnya yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan atau pemulihan sehingga kami mengambil tindakan untuk memberikan sanksi sosial,” tutur Kepala Satpol PP Surabaya Eddy Christijanto (Kompas.id, Jumat, 26 Juni 2020).