Presiden Jokowi Minta Faskes Tingkat Pertama Diperkuat
Fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu diperkuat. Sebab, dokter dan petugas kesehatan di faskes tersebutlah yang pertama kali menangani pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan Covid-19.
Oleh
Nina Susilo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta puskesmas dan fasilitas kesehatan tingkat pertama secara umum diperkuat. Sebab, fasilitas kesehatan tingkat ini yang pertama kali bersentuhan dengan masyarakat saat terjadi infeksi Covid-19.
Saat ini, terdapat 10.134 puskesmas dengan sekitar 4.000 puskesmas sudah memiliki fasilitas rawat inap. Selain itu, masih ada 4.883 dokter praktik keluarga dan klinik-klinik pratama yang melayani jaminan kesehatan nasional.
”Ini (faskes tingkat pertama) betul-betul perlu diefektifkan sehingga puskesmas dan jaringannya bisa diaktivasi menjadi simpul dalam pengujian sampel, dalam pelacakan, dan dalam penelusuran ODP (orang dalam pemantauan) dan OTG (orang tanpa gejala),” tutur Presiden Joko Widodo dalam pengantar rapat terbatas tentang Percepatan Penanganan Covid-19 yang selalu digelar setiap awal pekan, Senin (18/5/2020).
Ini (faskes tingkat pertama) betul-betul perlu diefektifkan sehingga puskesmas dan jaringannya bisa diaktivasi menjadi simpul dalam pengujian sampel, dalam pelacakan, dan dalam penelusuran ODP (orang dalam pemantauan) dan OTG (orang tanpa gejala).
Hadir dalam rapat terbatas yang dilangsungkan secara daring ini antara lain Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
Menurut Muhadjir, Presiden meminta supaya unit terkecil dalam pelayanan kesehatan, seperti puskesmas, dokter keluarga, dan poliklinik, mendapat perhatian. Sebab, kelompok ini adalah garda terdepan sebelum warga yang terpapar Covid-19 masuk rumah sakit penerima pertama ataupun rumah sakit rujukan.
Penguatan faskes pertama ini menjadi penting, sebab penambahan kasus positif Covid-19 masih fluktuatif dengan dominasi kasus di Jawa. Seusai rapat terbatas, Doni Monardo menjelaskan, saat ini 67 persen kasus positif Covid-19 terdapat di Jawa. Sementara jumlah pasien Covid-19 yang meninggal pun 79 persen ada di Jawa, sedangkan jumlah pasien yang sembuh di Jawa 59 persen dari angka kesembuhan secara nasional.
Penguatan faskes pertama ini menjadi penting, sebab penambahan kasus positif Covid-19 masih fluktuatif dengan dominasi kasus di Jawa.
Secara nasional, tercatat penambahan 496 kasus positif Covid-19 menjadikan jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 18.010 per Senin (18/5/2020). Jumlah pasien yang sembuh kini 4.324, sedangkan warga yang meninggal karena Covid-19 menjadi 1.191 orang.
Dari jumlah kesembuhan tersebut, menurut Doni, beberapa daerah mengalami peningkatan kesembuhan ,seperti Aceh yang mencapai 83 persen, Bangka Belitung 79 persen, Bali 71 persen, Kepulauan Riau 69 persen, dan Gorontalo 62,5 persen.
Di sisi lain, beberapa provinsi mengalami lonjakan penambahan jumlah kasus positif mingguan, seperti Jawa Timur yang naik 70 persen, Sumatera Selatan naik 157 persen, dan Kalimantan Selatan naik 60 persen. Sementara Jawa Barat mengalami penurunan laju penambahan kasus mingguan 43 persen.
Dengan kesembuhan pasien, rumah sakit di beberapa wilayah tak lagi penuh seperti di DKI Jakarta yang kini hanya berisi 54 persen dari kapasitas. Namun, di Jawa Timur, misalnya, hunian pasien Covid-19 masih relatif tinggi seperti di RSUD Dr Soetomo Surabaya masih 95,2 persen dan RS Syaiful Anwar Malang masih 73,5 persen.
Dengan kesembuhan pasien, rumah sakit di beberapa wilayah tak lagi penuh seperti di DKI Jakarta yang kini hanya berisi 54 persen dari kapasitas.
Hingga kini, pelaksanaan tes reaksi berantai polimerase (PCR) belum sesuai target yang diharapkan. Masalah koordinasi dan keterbatasan sumber daya manusia belum teratasi. Doni melaporkan dalam rapat itu bahwa selain ada laboratorium yang masih ditingkatkan kapasitasnya, diharapkan setiap kementerian/lembaga membina unit laboratorium di bawahnya dan menunjuk Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan sebagai koordinator pengumpulan semua hasil pemeriksaan sampel semua laboratorium.
Saat ini, laboratorium milik kementerian/lembaga yang dikerahkan untuk menguji spesimen Covid-19 adalah 14 laboratorium di bawah Kementerian Kesehatan, 19 laboratorium di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 19 laboratorium atau labkesda milik pemerintah provinsi, 2 laboratorium milik BUMN, 5 laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2 laboratorium Kementerian Riset dan Teknologi, 3 laboratorium Kementerian Pertanian, 1 laboratorium Kementerian Agama, 1 laboratorium TNI, dan 3 laboratorium swasta. Selain itu, 54 laboratorium lain masih dalam peningkatan kapasitas.
Terkait keterbatasan sumber daya manusia yang membuat pengujian PCR, Doni mengatakan sudah meminta bantuan personel dari Ikatan Dokter Indonesia serta melibatkan semua puskesmas dan asosiasi bidan. Selain itu, disiapkan pula pemberian insentif untuk petugas laboratorium. Namun, masalah uji PCR ini belum berubah, padahal Presiden Joko Widodo sudah meminta uji PCR diperluas sejak rapat 13 April lalu. Saat itu, Presiden menargetkan uji PCR bisa 10.000 sampel per hari.
Untuk menuju perluasan uji PCR, menurut Doni, setidaknya Gugus Tugas telah menyiapkan lebih dari 600.000 reagen. Reagen tersebut sudah didistribusikan ke daerah-daerah. Pemerintah telah mendatangkan reagen dari sejumlah negara lebih dari satu juta.