Ketua MA Minta Hakim Tidak Alergi dengan Pengawasan
Muhammad Syarifuddin, Ketua MA yang baru meminta semua hakim dan aparatur sipil negara di lingkungan peradilan tak alergi terhadap pengawasan. Mereka yang alergi patut dicurigai melakukan kecurangan dalam bertugas.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Muhammad Syarifuddin, Ketua Mahkamah Agung periode 2020-2025, yang baru dilantik akhir April lalu, meminta agar semua hakim dan aparatur sipil negara di lingkungan peradilan tidak alergi terhadap pengawasan. Mereka yang alergi untuk diawasi patut dicurigai sedang melakukan kecurangan.
Syarifuddin menyampaikan hal itu dalam pidato pergantian ketua MA, Rabu (13/5/2020). Pidato disiarkan secara live streaming di kanal Youtube. Para hakim agung dan pimpinan badan peradilan di bawah MA mengikuti pidato itu melalui aplikasi rapat daring Zoom.
”Seluruh hakim di MA (Mahkamah Agung) dan peradilan di bawahnya harus bisa dibina. Jika tidak bisa dibina, binasakan saja!” kata Syarifuddin.
Ia menekankan hal itu sebagai bagian dari komitmennya untuk melanjutkan cetak biru pembaruan peradilan. Salah satunya, peningkatan efektivitas pengawasan untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme badan peradilan.
”Seluruh hakim di MA (Mahkamah Agung) dan peradilan di bawahnya harus bisa dibina. Jika tidak bisa dibina, binasakan saja!”
Pengawasan internal badan peradilan, katanya, akan diefektifkan dengan dasar hukum Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada MA dan Badan Peradilan di Bawahnya, Perma No 8/2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya, serta Perma No 9/2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System) di MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Selain itu, pengawasan akan diperkuat dengan Maklumat Ketua MA No 1/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur MA, dan Peradilan di Bawahnya.
”Saya tekankan kepada pejabat Badan Pengawasan agar menyosialisasikan ini dalam kunjungan ke daerah. Seluruh badan peradilan harus menerapkan ketentuan baku Badan Pengawasan,” kata Syarifuddin.
Ia juga meminta Badan Pengawasan MA mengoptimalkan Unit Pemberantasan Pungutan Liar dan 20 pegawai MA yang telah dilatih sebagai mata-mata (misterious shopper).
Sekalipun menginginkan pengetatan pengawasan, mantan Ketua Badan Pengawas MA itu mengingatkan agar bentuk dan metode pengawasan yang digunakan tidak sampai mengganggu independensi hakim dalam memutus perkara. Bentuk dan metode pengawasan pun harus efektif agar tidak mengganggu penyelesaian perkara.
Bidang penindakan
Menurut mantan hakim agung Gayus Lumbuun, untuk mengefektifkan pengawasan internal MA, dibutuhkan bidang baru, yaitu penindakan.
Pasalnya, selama ini, dalam pengamatannya, MA hanya berfokus pada pengawasan dan pembinaan. ”Dengan adanya lembaga baru, yaitu penindakan ini, pembinaan dan pengawasan terhadap integritas dan profesionalisme hakim akan semakin efektif. MA pada akhirnya tidak hanya menjadi lembaga pemutus perkara, tetapi juga penindakan hakim dan badan peradilan di bawahnya,” katanya.
"Komitmen Ketua MA untuk meningkatkan pengawasan diharapkan betul-betul mampu menghapuskan mafia peradilan dan kasus suap yang masih terjadi di peradilan"
Selama ini, penindakan hakim masih dilakukan atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. Sanksi dugaan pelanggaran itu dijatuhkan oleh Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang terdiri dari MA dan Komisi Yudisial. MKH pun sebatas memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Direktur Eksekutif Indonesia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar Wicaksana mengatakan, komitmen Ketua MA untuk meningkatkan pengawasan diharapkan betul-betul mampu menghapuskan mafia peradilan dan kasus suap yang masih terjadi di peradilan.
Selain itu, katanya, Ketua MA yang baru juga perlu meningkatkan transparansi data penanganan perkara. Sebab, berdasarkan survei IJRS, pungutan liar tak hanya dilakukan hakim, tetapi juga pegawai di bagian pemberkasan perkara di pengadilan.