Jumlah tenaga di laboratorium masih terbatas sehingga harapan menguji setidaknya 10.000 sampel per hari belum bisa dilakukan. Pemerintah harus meningkatkan kapasitas pengujian sampel pasien untuk atasi Covid-19.
Oleh
Nina Susilo
·6 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah berupaya meningkatkan kapasitas pengujian sampel dari pasien yang diduga Covid-19. Namun, harapan menguji setidaknya 10.000 sampel per hari belum dapat tercapai. Pasalnya, saat ini, jumlah petugas laboratorium masih kurang untuk melakukan pengujian.
Hal itu terungkap dalam rapat terbatas ketujuh terkait Covid-19 yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan dihadiri Wakil Presiden Ma’ruf Amin serta jajaran Kabinet Indonesia, Senin (4/5/2020) pagi, dari Istana Kepresidenan Bogor. Topik rapat terbatas membahas perkembangan wabah Covoid-19 di Indonesia setiap pekan. Sebelumnya, Presiden Jokowi mendengarkan laporan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo.
Tampak hadir dalam rapat yang diselenggarakan mulai pukul 09.30 sampai pukul 12.20 ini antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan.
Dalam rapat terbatas, Presiden meminta evaluasi penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sudah berlangsung di empat provinsi dan 22 kabupaten/kota. Beberapa daerah bahkan sudah melalui tahap pertama dan memasuki tahap kedua. Diharapkan, pelaksanaan PSBB memiliki target-target yang terukur baik jumlah pengujian sampel yang dilakukan setiap hari, berapa pelacakan agresif yang dikerjakan, efektivitas isolasi ketat dan proteksi kelompok ringan baik manula dan warga dengan penyakit bawaan (komorbid).
Sejauh ini, menurut Doni seusai rapat terbatas, gugus tugas telah mendatangkan lebih dari 420.000 reagen untuk tes reaksi rantai polimerase (PCR). Selain itu, telah datang lagi tambahan 500.000 reagen VTN dan ekstraksi RNA. Karena itu, saat ini telah ada hampir satu juta reagen untuk tes PCR. Harapannya, tes sampel Covid-19 bisa dilakukan secara masif seperti diperintahkan Presiden Jokowi dua pekan lalu di 59 laboratorium.
Masih ada kendala terbatasnya jumlah personel di laboratorium.
Namun, diakui masih ada kendala terbatasnya jumlah personel di laboratorium. ”Kenyataannya, data riil sampai sekarang ini, (tes PCR) baru berkisar 6.000-7.000 spesimen saja. Di lapangan, faktornya bukan hanya reagen,” kata Doni.
Awalnya diharapkan laboratorium bisa beroperasi 24 jam. Kenyataannya, dengan jumlah personel yang ada, pemeriksaan sampel hanya bisa dilakukan selama delapan jam.
Untuk itu, gugus tugas pun meminta bantuan personel dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Pengurus IDI Wilayah. Diharapkan, setelah ada penambahan personel di laboratorium dan laboratorium bisa beroperasi 16 jam, pemeriksaan sampel bisa mencapai dua kali lipat dari saat ini, yakni sekitar 12.000 sampel per hari.
Di sisi lain, BPPT juga akan memproduksi alat-alat tes cepat Covid-19. Namun, saat ini BPPT masih menunggu impor dua komponen lagi dari 10 komponen yang diperlukan. ”Bila dua komponen ini tiba minggu ini, minggu depan BPPT bisa memproduksi rapid tes kit sebanyak 50.000 unit per bulan,” kata Doni.
Tak boleh lengah
Doni menambahkan, laju penambahan kasus baru menurun 11 persen. Kendati demikian, pemerintah dan gugus tugas serta masyarakat masih tidak boleh lengah pada kemungkinan penularan Covid-19. Sebab, saat ini masih ada tambahan kluster-kluster episentrum baru seperti kluster jamaah tablig akbar, kluster Gowa, kluster pabrik di Jawa Timur, serta masih ada pemudik yang lolos pemeriksaan aparat. Semua ini berpotensi meningkatkan penambahan jumlah kasus Covid-19 kembali.
Selain itu, setelah laboratorium berfungsi lebih optimal selama 16 jam dan bisa memeriksa lebih dari 10.000 sampel per hari, bisa diketahui lebih pasti daerah mana yang menurun penambahan kasus positif Covid-19-nya, daerah mana yang mengalami stagnasi, dan mana yang masih mengalami percepatan penambahan pasien Covid-19.
Oleh karena itu, semua pihak baik pemerintah pusat maupun daerah serta semua komponen masyarakat diharapkan bekerja sama dalam mencegah, mendeteksi, dan menangani masyarakat yang telanjur sakit.
Perlambatan penambahan kasus baru juga diharapkan tidak membuat masyarakat dan pemda mengendurkan penerapan protokol kesehatan. Kampanye untuk mematuhi protokol seperti menjaga jarak fisik, mencuci tangan, tidak menyentuh mata hidung dan mulut harus terus diingatkan dan dijelaskan alasannya. Masyarakat juga selalu perlu diingatkan menggunakan masker di luar rumah maupun di dalam rumah ketika ada anggota keluarga dengan mobilitas tinggi.
Kehati-hatian ini harus lebih ditingkatkan, terutama ketika di rumah ada keluarga yang sudah berusia lanjut atau memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, jantung, asma, dan beberapa penyakit kronis lain. Kelompok rentan ini harus dilindungi secara maksimal.
Sepanjang PSBB, pemerintah daerah juga telah memberikan teguran, peringatan, dan sanksi kepada pelanggar. Pemprov DK, misalnya, telah memberikan teguran dan peringatan kepada 2.673 pabrik, industri, dan kantor serta menyegel sementara 168 pabrik. Adapun Gugus Tugas Provinsi Riau memproses ke pengadilan para pelanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Jangan mudik
Presiden juga meminta masyarakat untuk tidak mudik selama libur Idul Fitri ini. ”Perintah Presiden, tidak ada mudik. Sekali lagi, tidak ada mudik. Mari kita semua menahan diri, bersabar untuk tidak mudik dulu. Masyarakat diingatkan jangan mencuri-curi kesempatan. Sebab, akan menimbulkan risiko di orang-orang di kampung halaman,” tutur Doni.
Sebab, ketika mudik, biasanya masyarakat akan bertemu, berpelukan, bersalaman, berdekatan dengan orang-orang yang disayangi. Namun, hal ini tanpa disadari bisa menularkan Covid-19 kepada mereka, apalagi jika ada anggota keluarga yang termasuk kelompok rentan.
Mengenai penggantian libur Lebaran, menurut Doni, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sempat mengusulkan supaya dilakukan bersamaan dengan Idul Adha pada akhir Juli. Presiden Joko Widodo pun meminta Kepala Staf Kepresidenan mengkaji apakah penggantian libur Lebaran dilakukan bersamaan dengan Idul Adha atau tetap akhir Desember.
Sebelum ada vaksin Covid-19, belum ada kata aman dari Covid-19. Karena itu, kondisi pulih masih memerlukan waktu lama.
Ini semua tergantung kesungguhan kita. Semakin taat dan patuh untuk mengikuti protokol kesehatan, semakin kita cepat menikmati kehidupan normal, dalam artian (kehidupan) normal baru (dengan) memakai masker, menjaga jarak, dan memperhatikan protokol kesehatan,” tutur Doni menambahkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengingatkan bahwa sebelum ada vaksin Covid-19, belum ada kata aman dari Covid-19. Karena itu, kondisi pulih masih memerlukan waktu lama. Kalaupun ada kehidupan berjalan lebih normal, semua dalam artian tetap mengenakan masker, menjaga jarak, dan sering mencuci tangan.
Presiden Joko Widodo juga berharap tidak ada aparat yang kebablasan dalam menerapkan PSBB. Beberapa kejadian yang dipantau Presiden, menurut Doni, adalah pembubaran paksa warung oleh sekelompok petugas. Semestinya petugas bisa berkomunikasi dengan pemilik warung dan masyarakat supaya warung bisa tetap buka, tetapi jumlah kursi yang disiapkan dikurangi dan diatur supaya tetap bisa menjaga jarak.
Di sisi lain, masih ada orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang tidak disiplin dan keluar dari tempat isolasi. Mereka bisa membahayakan masyarakat. Karena itu, masyarakat dan pemda diharap bisa memantau supaya ODP dan PDP mematuhi ketentuan isolasi di rumah atau di tempat yang diatur pemda. Isolasi mandiri yang telah disiapkan di sejumlah daerah bahkan di desa-desa hendaknya dimanfaatkan semua pihak terutama yang baru tiba di kawasan tersebut.