Menjelang puncak pandemi Covid-19, pemerintah dituntut lebih tegas dan lebih cepat. Tak semata dalam pencegahan penyebaran virus, tetapi juga dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh pandemi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
Pemerintah memprediksi, pertengahan Mei 2020, pandemi Covid-19 akan memuncak di Indonesia. Jumlah kumulatif kasus diprediksi bisa mencapai hingga 95.000 kasus. Sebelum hal itu terjadi, sejumlah langkah harus diambil pemerintah.
Hingga Jumat (1/5/2020), total kasus positif virus korona sudah tembus 10.000 kasus atau tepatnya 10.551 kasus. Bukan angka yang main-main, mengingat persebaran virus semakin luas dan masif.
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, dalam diskusi Satu Meja The Forum bertajuk ”Siap-siap Puncak Pandemi” yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (29/4/2020), mengatakan, prediksi puncak pandemi pada Mei 2020 sangat mungkin meleset jika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tak kunjung diterapkan secara nasional. Apalagi, tes dengan reaksi rantai polimerase (PCR) belum dilakukan secara masif.
”Selama ini tidak pernah terdengar kapan target yang mau kita selesaikan, seakan-akan kita menyerahkan pada kemampuan virus untuk menyebar ke seluruh wilayah Indonesia,” ujar Pandu.
Dalam diskusi yang dipandu wartawan senior harian Kompas, Budiman Tanuredjo, itu, hadir narasumber lain melalui telekonferensi, di antaranya Pelaksana Tugas Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan, Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras, Ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas, dan analis kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah.
Pandu menekankan, pemerintah perlu mempercepat perluasan PSBB dan tes PCR. Dengan begitu, penyebaran virus korona mampu ditekan.
”Kalau puncak pandemi itu terjadi, jangan sampai layanan kesehatan kita kewalahan sehingga kita tak mampu merawat yang memang butuh perawatan dan akhirnya banyak yang meninggal,” tutur Pandu.
Antisipasi mudik
Tak hanya itu, ia mengingatkan gelombang mudik menjelang Lebaran 2020. Mudik memang telah dilarang oleh pemerintah mulai 24 April sampai 31 Mei mendatang. Larangan tersebut berlaku pada daerah yang sudah menerapkan PSBB, zona merah penyebaran virus korona, dan aglomerasi (pemusatan wilayah) PSBB.
Namun, di tengah perjalanan berlakunya kebijakan itu, pemerintah memberikan keringanan. Masyarakat diperbolehkan mudik jika dalam kondisi darurat. Syaratnya, mereka harus mengantongi izin dari tiga instansi, yaitu dinas perhubungan, kepolisian resor (polres), dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
”Kalau mereka betul tak bisa dibatasi, itu akan meningkatkan jumlah kasus yang tadinya sudah bisa berhasil kita tekan, bisa menjadi, kita perkirakan sampai 200.000 yang dirawat,” kata Pandu.
Azwar Anas pun khawatir dengan masih adanya masyarakat yang mudik. Untuk itu, menurut dia, tak ada pilihan lagi bagi daerah-daerah untuk bersikap lebih tegas terhadap warga yang nekat mudik.
Apkasi, ia melanjutkan, telah mengimbau semua bupati untuk menjaga desa masing-masing, bukan lagi di perbatasan kabupaten. Peran itu tak hanya bergantung kepada bupati atau perangkat pemerintah daerah, tetapi juga butuh peran serta dari kepala desa dan aparat keamanan yang bertugas di setiap desa.
”Orang yang datang terpaksa pulang dari luar daerah diwajibkan untuk melakukan isolasi mandiri di rumah. Atau kalau tidak, mereka harus melakukan isolasi mandiri di tempat yang telah disiapkan desa,” tutur Azwar Anas.
Distribusi bantuan
Hal lain yang perlu jadi perhatian pemerintah adalah penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terdampak pandemi. Menurut Trubus Rahadiansyah, dengan dibatasinya aktivitas masyarakat dan terganggunya dunia usaha oleh pandemi, pemerintah harus lebih agresif dalam mendistribusikan bansos. Bansos pun harus tepat sasaran.
Ironisnya, Trubus melihat, di tengah pandemi Covid-19, muncul fenomena politisasi bansos untuk kepentingan pemenangan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Hal itu seperti yang dilakukan Bupati Klaten Sri Mulyani.
Sebelumnya, bupati tersebut mendapat sorotan di ruang maya karena pembagian cairan antiseptik yang diberi stiker bergambar wajahnya. Pasalnya, setelah stiker dicopot, tertulis bantuan Kementerian Sosial. Klaten termasuk yang akan menggelar Pilkada 2020.
Selain di Klaten, Badan Pengawas Pemilu Lampung menemukan barang kebutuhan pokok yang di kemasannya bergambar calon pasangan bupati dan wakil bupati, sedikitnya di empat kabupaten dan satu kota di Lampung.
”Kategorinya, kan, dagang pengaruh. Cara itu untuk panggung politik, seperti pencitraan, elektoral. Ini yang perlu dicermati,” ucap Trubus.
Azwar Anas tak menampik hal tersebut. ”Mungkin ada, tetapi kecil. Bahwa mungkin ada satu-dua,” katanya.
Baginya, yang lebih perlu mendapat perhatian saat ini adalah pemerintah pusat mempercepat pencairan bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa. Sebab, bantuan itu sudah ditunggu-tunggu masyarakat. ”BLT Dana Desa ini yang normal saja pencairan kadang terlambat, apalagi ada perubahan yang harus dilalui dengan musyawarah desa,” katanya.
Abetnego Tarigan menyadari, dengan kondisi yang ada saat ini, pemerintah harus bergerak cepat dan dinamis. Namun, di sisi lain, akuntabilitas tetap harus dijaga.
Salah satu fokus pemerintah saat ini, menurut dia, menyelesaikan pekerjaan rumah dalam penanganan kesehatan Covid-19. Ini penting sebagai kunci agar dapat melaju ke skema pemulihan ekonomi.
Terkait distribusi bansos, Hartono Laras menjamin Kemensos akan mempercepat distribusi bansos, mulai dari program perlindungan sosial hingga program bahan pangan atau bantuan pangan nontunai.
”Sudah sampai ke sasaran semua, terutama keluarga-keluarga peserta yang lama. Peserta yang baru mungkin satu-dua hari ini akan selesai,” ucapnya.
Dihadapkan pada ancaman Covid-19 yang berpotensi kian masif, keseriusan mencegah penyebaran virus dan kesiapan penanganan kesehatan harus diutamakan. Di sisi lain, dampak dari pandemi yang saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat, seperti dampak ekonomi dan sosial, hendaknya diatasi pula dengan cepat.