Setelah Surabaya, Seorang Terduga Teroris Diamankan di Sidoarjo
Densus 88 Antiteror Polri kembali mengamankan terduga teroris di wilayah Jawa Timur. Densus masih mendalami keterkaitan terduga itu dengan jaringan teroris tertentu.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah beberapa hari lalu seorang terduga teroris diamankan di Surabaya, Jawa Timur, kini Detasemen 88 Antiteror Kepolisian Negara Republik Indonesia mengamankan seorang lagi di Sidoarjo.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia Brigadir Jenderal (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono, dalam jumpa pers, Senin (27/4/2020), di Jakarta, mengatakan, pada Minggu (26/3/2020) pagi, Densus 88 Antiteror Polri telah mengamankan seorang terduga teroris berinisial MH. Terduga teroris tersebut ditangkap di sebuah kawasan perumahan di Sidoarjo.
”Dia seorang pekerja swasta,” kata Argo.
Menurut Argo, dari kegiatan tersebut, Densus menyita barang bukti berupa sebuah notebook, sebuah telepon genggam, sebuah buku berisi catatan, dan tiga buku yang terkait dengan jaringan teroris. Sampai saat ini, Densus 88 masih mendalami keterkaitan MH dengan jaringan teroris tertentu.
Penangkapan terduga teroris di Sidoarjo tersebut hanya berselang tiga hari dari penangkapan serupa di Surabaya pada Kamis (23/4/2020) sebelumnya. Pada saat itu, Densus 88 mengamankan seorang terduga teroris berinisial AH yang merupakan bagian dari organisasi teror Jamaah Ansharut Daulah atau JAD Jawa Timur.
Dari penyelidikan Densus 88, terduga teroris yang diamankan di Surabaya tersebut mendapatkan pemahaman radikal justru ketika berada di lembaga pemasyarakatan di Madura. Ketika menjalani pidananya, AH berkenalan dengan seorang terpidana teroris yang juga merupakan tokoh JAD Jatim.
Sementara itu, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, kemungkinan besar terduga teroris yang diamankan Densus 88 di Jatim terkait dengan kelompok JAD Jatim. Mereka biasanya berkomunikasi dan berhubungan hanya dengan sesama anggota jaringan JAD atau dengan sesame organisasi yang mendukung Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
”Sebutan untuk jaringan yang berafiliasi dengan NIIS ini di Indonesia adalah Jamaah Ansharut Daulah Khilafah Nusantara, Jamaah Ansharut Khilafah atau JAK. Jaringan JAK terdiri atas dua, yaitu Jamaah Ansharusy Khilafah Maghrib dan Jamaah Ansharut Khilafah Masyriq. Kelompok Mujahidin Indonesia Timur atau MIT termasuk ke dalam jalur jaringan Jamaah Ansharusy Khilafah Masyriq,” kata Al Chaidar.
Menurut Al Chaidar, untuk saat ini jaringan Mujahidin Indonesia Barat (MIB) dan MIT telah bersatu sehingga sulit dibedakan, termasuk dalam aksinya. Peleburan itu merupakan dampak dari perubahan strategi mereka. Kelompok JAD di Jatim mengembangkan sayap di Provinsi Jatim hingga ke Bali. Sementara untuk kelompok yang berada di Nusa Tenggara Barat, seperti di Bima dan Lombok, terkait dengan kelompok MIT yang berada di Poso.
Dalam penangkapan terduga teroris di Surabaya, polisi menemukan senjata api. Sementara dalam kegiatan pengamanan terduga teroris di Sidoarjo, senjata api tak ditemukan. Menurut Al Chaidar, hal itu menunjukkan adanya pembagian tugas dalam kelompok mereka. Tidak semua anggota memegang senjata, tetapi ada anggota yang bertugas mencari dana, ada juga yang mengurus komunikasi dan akomodasi.