Yasonna Laoly: Tak Ada Toleransi untuk Pelaku Pungli
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly meminta masyarakat melaporkan oknum yang melakukan pungutan liar dalam pemberian asimilasi dan integrasi untuk pencegahan Covid-19. Dia menjamin kerahasiaan identitas pelapor.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly berjanji memecat oknum yang melakukan pungutan liar terhadap warga binaan pemasyarakatan. Ia meminta masyarakat untuk berani melaporkan oknum yang melakukan pungutan liar dalam pemberian asimilasi dan integrasi untuk pencegahan Covid-19 di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
Pernyataan tersebut disampaikan Yasonna melalui rilis media, Kamis (16/4/2020), di Jakarta setelah beredar kabar adanya pungutan liar (pungli) terhadap warga binaan yang menjalani asimilasi serta integrasi sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2020.
Yasonna meminta masyarakat melaporkan oknum nakal tersebut kepadanya melalui berbagai saluran yang tersedia atau jajaran di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk memudahkan proses penindakan. Ia menjamin data pelapor akan dirahasiakan.
”Instruksi saya jelas, terbukti pungli saya pecat. Instruksi ini sudah saya sampaikan langsung lewat video konferensi kepada seluruh Kakanwil (Kepala Kantor Wilayah), Kadivpas (Kepala Divisi Pemasyarakatan), Kalapas (Kepala Lembaga Pemasyarakatan), dan Karutan (Kepala Rumah Tahanan),” kata Yasonna.
Ia menegaskan, Kemenkumham sudah melakukan investigasi dan menerjunkan tim ke daerah untuk menelusuri dugaan pungli tersebut, tetapi belum menemukan adanya pungli. ”Kalau ada yang tahu, tolong laporkan. Supaya mudah, silakan sampaikan lewat pesan di Instagram dan Facebook fan page saya,” kata Yasonna.
Sebelumnya, Yasonna sudah memberikan lima instruksi terkait pengeluaran warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi. Ia menegaskan, tidak boleh ada pungli karena proses pengeluaran tersebut gratis.
Selain itu, proses pengeluaran warga binaan tidak boleh dipersulit. Mereka yang memperoleh program ini adalah warga binaan yang sudah menjalani dua pertiga masa hukuman, tidak menjalani subsider, bukan napi korupsi atau bandar narkoba atau kasus terorisme, berkelakuan baik selama dalam tahanan, dan ada jaminan dari keluarga.
Warga binaan juga harus memiliki rumah asimilasi yang jelas untuk memudahkan pengawasan sehingga program dapat berjalan dengan baik. Selain itu, seluruh warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi tetap dibina serta diawasi secara berkala. Pengawasan dilakukan dengan koordinasi kepolisian serta kejaksaan. Warga binaan juga harus diedukasi oleh petugas pemasyarakatan agar terhindar dari Covid-19.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Nugroho mengaku terkejut ada napi yang keluar dengan menyogok Rp 5 juta-Rp 10 juta. Ia telah membentuk tim memeriksa kasus itu. Sesuai arahan menteri, siapa saja yang terlibat dalam kasus itu akan dipecat.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengungkapkan, pungli di lapas sudah sering terjadi, salah satunya terkait pemberian hak remisi. ”Kalau mau diproses dengan cepat, harus bayar,” kata Asfinawati.
Biaya yang dikeluarkan pun tidak pasti dan bisanya di lapas yang berada di kota besar akan lebih mahal. Akibat pungli tersebut, beberapa orang tidak mau pindah dari rumah tahanan ke lapas karena dia harus membayar dari awal lagi. Padahal, menurut undang-undang, di lapas ada kegiatan pembinaan, seperti olahraga dan keagamaan.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Simamora mengatakan, hingga saat ini belum ada klien LBH Jakarta yang mengeluhkan adanya pungli saat mendapatkan asimilasi. Terkait pungli untuk mendapatkan remisi sering terjadi sebelum ada aturan terkait pemberian remisi yang diterbitkan oleh menkumham pada 2014.