Menghadapi pandemi Covid-19 yang semakin menghebat dan tak terkendali di masyarakat, Komisi I DPR mendukung kenaikan anggaran TNI Rp 3,285 triliun. Namun, dana kontingensi itu tak dipakai jika kondisi aman dan normal.
Oleh
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat mendukung kenaikan anggaran bagi Tentara Nasional Indonesia, khususnya bilamana terjadi kondisi darurat saat pandemi Covid-19 semakin menghebat dan tidak terkendali di masyarakat. Kenaikan anggaran disetujui Rp 3,285 triliun yang, antara lain, digunakan untuk pengerahan pasukan TNI dan mendukung pengadaan alat kesehatan di 109 rumah sakit TNI.
Kesepakatan untuk mendukung kenaikan anggaran itu muncul sebagai hasil rapat kerja (raker) antara Komisi I DPR dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Rabu (15/4/2020), di Jakarta. Hadi, yang didampingi tiga kepala staf dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, mengikuti rapat secara virtual. Adapun raker dipimpin oleh Ketua Komisi I Meutya Hafid.
”Namun, dana kontingensi yang TNI usulkan Rp 3,285 triliun itu baru akan kami pakai jika kondisi darurat di masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang semakin menghebat dan tidak terkendali. Akan tetapi, jika kondisinya aman dan terkendali, dana tambahan tersebut tidak akan TNI gunakan. Hanya DPR sekarang sudah menyetujui jika terjadi apa-apa dan TNI menggunakannya,” kata Hadi saat dikonfirmasi malam ini.
”Namun, dana kontingensi yang TNI usulkan Rp 3,285 triliun itu baru akan kami pakai jika kondisi darurat di masyarakat akibat pandemi Covid-19 yang semakin menghebat dan tidak terkendali. Akan tetapi, jika kondisinya aman dan terkendali, dana tambahan tersebut tidak akan TNI gunakan.”
Sejauh ini, tambah Hadi, dana yang digunakan TNI untuk melakukan operasi militer selama pandemi Covid-19 adalah dana rutin TNI, yang diambil dari alokasi anggaran total TNI sebesar Rp 127 triliun. ”Berapa persisnya dana rutin yang sekarang dipakai belum bisa dihitung karena masih on going (berjalan),” jelas Hadi lagi.
Selain melakukan operasi militer, lanjut Hadi, TNI saat ini juga fokus dalam membantu pemerintah dalam kegiatan kemanusiaan akibat bencana alam dan pengungsian, serta penanganan wabah penyakit, pelayaran, dan penerbangan. Dalam kondisi darurat penyakit Covid-19, TNI juga memfokuskan sumber dayanya dalam membantu pemerintah mencegah penyebaran Covid-19, serta menangani pandemi tersebut beserta dampaknya.
Sejumlah hal yang telah dilakukan TNI, antara lain, adalah karantina WNI dari Wuhan yang dilakukan pada 31 Januari-17 Februari 2020 di Natuna. Selain itu TNI juga melakukan karantina anak buah kapal World Dream di Pulau Sebaru. TNI juga mendukung pengangkutan alat kesehatan (alkes) dari China serta pendistribusiannya ke berbagai provinsi.
”Kami juga mengawasi jalur-jalur tikus yang dapat digunakan sepanjang perbatasan dengan negara tetangga dan melaksanakan kegiatan teritorial untuk mendukung penanganan Covid-19. Dalam kegiatan territorial itu, TNI menyosialisasikan mengenai pembatasan jarak (physical distancing), dan memberikan bantuan, termasuk bersama Polri memakamkan jenazah dengan protokol Covid-19,” kata Hadi.
Dari sisi penanganan kesehatan, TNI memiliki 109 rumah sakit yang bisa ditingkatkan kemampuannya sebagai RS rujukan Covid-19. Namun, untuk menjadi RS rujukan dibutuhkan alkes dan tenaga medis yang memadai. TNI memperkirakan tambahan dana Rp 1,81 triliun untuk meningkatkan kemampuan RS milik TNI, antara lain dengan menyediakan ruangan bertekanan negatif, dan menyediakan alkes untuk penanganan Covid-19, seperti alat perlindungan diri, ataupun ventilator.
”Anggaran Rp 1,81 triliun yang digunakan untuk upgrade itu sudah kami ajukan secara berjenjang kepada Kemenhan dan Kemenkeu,” kata Hadi.
Selain anggaran untuk RS TNI, Hadi juga meminta dukungan anggaran bagi pengerahan 95.000 personel TNI selama 150 hari yang jumlahnya Rp 1,46 triliun. Pengerahan pasukan itu dibagi menjadi 90 hari untuk operasi kontingensi, dan 60 hari untuk tahap rehabilitasi atau rekonstruksi. Dengan demikian, total kebutuhan TNI dalam menghadapi Covid-19 mencapai Rp 3,285 triliun.
TNI sendiri juga melakukan refocusing anggaran Rp 196,8 M. Rinciannya, anggaran Markas Besar TNI Rp 25,7 miliar, TNI AD Rp 39,9 miliar, TNI AL Rp 64,5 miliar, dan TNI AU Rp 69,5 miliar. Anggaran itu antara lain dialokasikan untuk pengadaan alat laboratorium PCR dan reagen kit khusus virus korona, serta alat perlindungan diri (APD.
Laporan pemanfaatan
Perwakilan fraksi-fraksi di Komisi I DPR sepakat untuk meningkatkan anggaran, khususnya kontingensi TNI dalam penanganan Covid-19 bilamana pandemi semakin menghebat dan tidak terkendali. Namun, DPR juga meminta agar laporan disampaikan oleh Panglima TNI dalam pemanfaatan anggaran tersebut.
Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Krisantus Kurniawan, mengatakan hal serupa. Jalur-jalur tikus di wilayah perbatasan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, yang banyak menjadi tempat tujuan bekerja tenaga kerja Indonesia (TKI), perlu menjadi perhatian. Di samping itu, banyak pula TKI yang menjadi korban karena Malaysia menerapkan lockdown, atau karantina wilayah sehingga mereka tidak bisa mengakses bahan makanan pokok untuk kebutuhan sehari-hari.
”Perppu ini kan ditetapkan pada 31 Maret 2020, sementara masa sidang ketiga DPR dibuka pada 30 Maret 2020. Kalau menurut UUD, perppu ini dibahas atau harus mendapatkan persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya, bukan pada masa sidang berlangsung. Namun, kenapa perppu ini diserahkan kepada DPR pada 2 April 2020.”
Sementara itu, banyak perdebatan dan polemik terkait dengan isi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan pandemi Covid-19, yang telah diserahkan kepada DPR dalam masa sidang kali ini. Bahkan, seharusnya, perppu itu tidak dibahas di masa sidang saat ini bilamana mengikuti ketentuan yang diatur di dalam Pasal 22 Undang-undang Dasar 1945.
”Perppu ini kan ditetapkan tanggal 31 Maret 2020, sementara masa sidang ketiga DPR dibuka pada 30 Maret 2020. Kalau menurut UUD, perppu ini dibahas atau harus mendapatkan persetujuan DPR di masa sidang berikutnya, bukan di masa sidang berlangsung. Tetapi, kenapa perppu ini diserahkan kepada DPR pada tanggal 2 April 2020,” kata Charles Simabura, pengajar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.
Adapun menurut peneliti KoDe Inisiatif Violla Reininda, kalaupun DPR mau membahas pada masa sidang saat ini, DPR harus mencermati substansinya, antara lain Pasal 27 yang memungkinkan siapapun pelaksana kebijakan perppu itu tidak dapat dijerat dengan pidana maupun digugat secara perdata. Pasal itu dinilai berbahaya karena memberikan imunitas kepada pelaksana, dan berpotensi menyimpangi prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.